7. Kembalinya Laksana

18 8 8
                                    

"Non Al, biar si mbok aja yang masakin, Non duduk manis aja disini. Nyonya sama tuan juga udah pergi, non Celsy juga sudah berangkat ke kampus tadi pagi." Ujar mbak Jum, pembantu rumah tangga keluarga Wiguna yang sudah bekerja sebelum kelahiran Alia.

Alia tersenyum, memang hanya Mbak Jum yang peduli dengannya dirumah ini. "Enggak, mbok. Alia mau bantu masak juga." Balas Alia tetap teguh atas pendiriannya.

"Iye deh kalau non maksa, mbok bisa apa." Bibir Mbak Jum manyun, hal itu membuat Alia tertawa kecil karena merasa lucu dengan ekspresi yang Mbak Jum pasangankan.

Tangannya yang lentik mulai mengiris bawang tersebut menggunakan pisau. Alia berhenti sejenak, sekilas ia merasa dejavu saat melakukan aktivitas ini.

"Al, sudah aku bilangkan biar aku aja yang motong bawang. Tuh lihat, jari kamu jadi terluka."

Kepala Alia menunduk. Acara mengiris bawang tersebut sontak kembali mengingatkan dirinya pada sosok Aksa, bahkan suara lelaki itu seolah mengaung ditelinganya. Menyadari perubahan sikap Alia, mbak Jum langsung menyentuh bahu Alia dan terkejut kala mendapati air mata yang keluar dari pelupuk mata majikannya itu.

"Non, non kenapa nangis?" Panik wanita paruh baya tersebut. Alia menggeleng cepat, lalu tersenyum kikuk kearah mbak Jum. "Enggak kok mbok, mata Alia pedih karena motong bawang."

Mendengar penjelasan Alia, mbak Jum bernafas lega. "Owalah, mbok pikir entah ada apa." Alia kembali tersenyum, ia merasa bersalah karena sudah membuat wanita itu khawatir. Alia kembali memotong bawang tersebut, kendati dirinya berusaha menghalau pikirannya mengenai Aksa.

"Aksa ... aku pengen ketemu kamu lagi. Tapi apakah bisa?"

____

Sepeda yang dikayuh secara perlahan, menyusuri jalanan kota yang sibuk. Panas yang terik seolah tak mampu melayukan bunga-bunga indah dan beranekaragam yang diikat cantik memenuhi keranjang sepeda. Senyuman Alia tak luntur, kendati keringat mulai membasahi wajahnya.

Alia bekerja sebagai pengirim bunga ditoko bunga yang lumayan besar. Biasanya bunga-bunga itu akan diberi kepada orang terkasih sebagai bentuk cinta. Alia jadi kepikiran, apakah akan ada orang yang memberi sebuket bunga untuk dirinya?

Sebuah rumah bercat hijau, menjadi tempat pertama yang Alia datangi. Ia lantas menyandarkan sepedanya sambil membawa sebuket bunga untuk diberikan kepada pelanggan.

Tok tok tok

Pintu itu terbuka oleh penghuni rumah, "Permisi, pengiriman buket bunga toko Flowerisva sudah sampai." Ucap Alia seraya tersenyum manis kepada perempuan yang bernama Raisa.

Raisa menatap Alia dari atas sampai bawah, kemudian ia berdecih dan langsung merampas bunga miliknya dengan kasar.

"Oh, iya. Terimakasih."

Setelah mengatakan itu Raisa langsung menutup pintunya sedikit kuat. Saat melihat wajah Alia yang dihiasi bekas luka, membuat Raisa ingin muntah. Ia lantas membuang bunga yang sudah dibelinya itu di sofa, moodnya langsung turun gara-gara wajah Alia yang terlihat menyedihkan.

"Dih, dasar perempuan buruk rupa! Jijik banget liat mukanya, rusak banget haha ... Jadi gak selera sama bunganya."

Wajah Alia bisa dikatakan jauh dari kata baik. Lebam biru-biru menghiasi sudut bibirnya, luka gores dipipi dan di sudut keningnya terluka hingga harus ditutupi oleh kain kasa. Itu semua hasil dari penganiyaan Wiguna terhadap gadis itu tanpa henti.

Alia melangkah keluar dari halaman rumah bercat hijau tersebut. Sikap Raisa tadi membuat Alia bertanya-tanya, apakah ada yang salah dengan perkataannya?

Gadis tangguh itu kembali mendayung sepedanya. Namun saat dipertengahan jalan menuju tempat tujuan keduanya, Alia merasa semakin lama semakin berat dayungannya. Alia berhenti sejenak untuk mengecek kondisi ban sepedanya, dan ternyata ban sepeda Alia bocor.

"Gimana ini ban sepedanya bocor." Alia frustasi, netranya menelisik mencari seseorang yang kira-kira bisa membantunya. Alia harus secepatnya mengirim bunga-bunga tersebut sebelum bunganya layu. Apalagi terik matahari semakin menyengat kulit.

Alia hanya pasrah, ia mendorong sepedanya mencari bengkel terdekat. Akhirnya setelah berjalan beberapa menit saja, Alia sudah menjumpai bengkel disebrang jalan sana. Alia berjalan menuju area zebra cross yang tak beberapa jauh dari bengkel tersebut. Disana juga banyak orang yang berkerumun hendak menyebrang dari arah berlawanan.

 Disana juga banyak orang yang berkerumun hendak menyebrang dari arah berlawanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepeda itu Alia dorong, mengikuti orang-orang yang menyebrang dari belakang. Namun netranya terusik akan sesuatu, sontak kaki Alia berhenti melangkah. Didepan matanya, seorang lelaki berkemeja biru tua memandanginya dengan tatapan penuh arti

Sontak tubuh Alia membeku, matanya mulai memanas. Kendati kerinduan yang memupuk akhirnya terbalaskan juga. Alia berharap ini adalah kenyataan bahwa lelaki baik itu masih hidup dan baik-baik saja. Senyuman lelaki itu terbit, ia melangkah mendekati Alia, perempuan rapuh yang ia sayangi.

Dia Laksana Adhitama, lelaki yang Alia duga sudah mati. Akibat tembakan dari anak buah papanya. Ternyata setelah sebulan berlalu, Alia masih bisa melihat sosok Aksa dalam keadaan baik-baik saja.

____

Kali ini part-nya pendek gapapa kan?

Akhirnya Aksa gak jadi mati, seneng ga?

Bonus pict Aksa

Gambaran Alia naik sepeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gambaran Alia naik sepeda

Tunggu part selanjutnya ya, see you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tunggu part selanjutnya ya, see you

AMERTA : Tentang Aksa Yang Tak Pernah RedupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang