12. Bertanya Tentang Tuhan

20 3 0
                                    

"Kamu lihat sendiri kan tadi? Alia jalan sama cowok lain. Jadi, ngapain kamu masih kekeuh mencintainya?" Suara lembut Celsy terdengar memuakkan ditelinga Zayan. Lelaki itu diam seribu bahasa, memikirkan ucapan Celsy pun kejadian tadi pagi saat ia tidak sengaja melihat Alia bersama cowok lain disebuah taman.

"Aku yang sekarang jadi tunangan kamu Zayn! Jadi stop mikirin jalang itu," ujar Celsy dengan nada sedikit dinaikkan.

"Alia bukan jalang!"

Oh ayolah, Zayan begitu membela Alia yang jelas-jelas wanita murahan?! Dirinya jauh lebih baik dibandingkan anak haram itu. Apa Zayan tercuci otaknya dengan Alia? Padahal Celsy sudah berusaha membuat nama wanita itu jelek dimata Zayan. Tapi tetap saja tidak mempan, Zayan malah semakin membencinya.

Sebenarnya, apa kelebihan Alia yang membuat lelaki seperti Zayan jatuh cinta kepadanya?

"Kamu lihat aja nanti Zayn, aku akan
membuat Alia terlihat hina dimatamu. Tunggu saja," Batin Celsy.

____

Malam yang tenang, Alia habiskan satu harian didalam kamarnya. Ia sibuk membolak-balikkan novel pemberian Aksa, yang katanya hadiah untuknya. Sampulnya sangat bagus dan memanjakan mata, judulnya juga menarik bagi Alia. Ia tidak sabar menghabisi setiap lembar novel berjudul 'Kala Rembulan Tersenyum' yang merupakan novel Aksa terbaru yang telah diterbitkan.

Alia hanyut dalam bacaan tersebut, isinya tentang sang tokoh utama yang luntang-lantung mencari setitik kebahagiaan. Alia merasa ada kesamaan dirinya dengan tokoh cerita tersebut.

Terlalu hanyut dalam kata-kata, Alia sampai tidak sadar ia telah meletakkan makan malam. Perutnya keroncong dan Alia akhirnya tersadar.

Malam ini tidak ada orang dirumah selain dirinya dan mbak Jum. Ada acara keluarga hingga membuat seisi rumah harus pergi. Alia tidak diajak, karena dia bukanlah bagian dari keluarga.

Kaki Alia melangkah menuju dapur, ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan lewat. Dapur terlihat rapi, piring kotor juga tidak ada.

"Pasti mbok Jum mengerjakan semuanya sendiri," Alia mengecek meja makan, lalu membuka tudung saji. Lauk pauk yang sudah dingin, bau lezatnya menyapa hidung Alia. Makanan itu pun belum tersentuh sama sekali.

"Mbok belum makan?" Tanyanya pada diri sendiri.

Alia beranjak dari sana, hendak kekamar Mbak jum yang berada dilantai dua. Alia mengetuk pintu, namun tak kunjung direspon oleh si empunya. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk kedalam, sembari bergumam, "mbok, Alia masuk ya."

Pandangan Alia terpaku pada mbak Jum yang sedang menunaikan ibadah, Sholat Isya. Alia duduk dipinggiran tempat tidur sambil memandangi punggung wanita itu. Darahnya terasa berdesir, Alia terhipnotis dengan gerakan sholat itu.

Selang beberapa menit, mbak Jum menyelesaikan ibadah sholatnya. Ia mengucap salam lalu mengangkat tinggi-tinggi tangannya hendak berdoa.

Alia tertegun saat mbak Jum berdoa, punggung mbak Jum tampak bergetar, Alia yakin wanita itu sedang menangis.

Mbak Jum mulai membereskan perlengkapan sholatnya. Namun saat kepalanya menoleh kebelakang, ia dikejutkan dengan kehadiran Alia. "Eh, non Al. Sejak kapan udah disini?" Tanyanya sembari mendekat kearah Alia, wanita itu belum melepaskan mukenanya.

"Dari mbok beribadah, Alia udah disini." Ucap Alia dengan senyum tipisnya. Matanya memerhatikan lamat-lamat wajah wanita paruh baya itu, ada bekas hapusan airmata di pipinya.

"Owalah non, maaf kalau mbok lama." Kata wanita itu merasa bersalah. Aturannya ia memberitahu Alia dulu, atau mengunci pintu. Ia tidak enak dengan putri tidak diakui majikannya itu.

"Gapapa mbok," jawab Alia, "oh iya, tadi pas sholat mbok doa apa aja?"

"Gak banyak-banyak non Al, mbok cuma mau mbok dan orang yang mbok sayangi mendapat perlindungan dari Allah, termasuk non Al." Ucap wanita itu dengan senyuman tipis, sarat matanya terlihat hangat.

"Apa Tuhan itu akan mengabulkannya?"

"Insya Allah, non. Setiap doa mbok yakin Allah mendengar itu. Dan mbok yakin itu bakal terkabulkan asal kita berdoanya dengan niat tulus dan baik." Jawaban mbak Jum membuat Alia berpikir sejenak. Ia terlihat ragu, tapi tidak ingin menunjukkannya.

Alia tidak diperkenalkam tentang Tuhan sejak kecil. Ia dilarang oleh Wiguna untuk ikut beribadah ketika keluarga sedang sholat berjamaah. Alia hanya bisa menonton ibadah mereka dari belakang, hanya melihat tanpa melakukan. Saat berumur remaja, kakek menyuruhnya untuk memeluk agama yang sama yaitu Islam, hanya saja Alia menolak. Mungkin suatu hari nanti, tidak sekarang.

"Gimana rasanya punya Tuhan, mbok?"

Mbak Jum bingung gimana cara jawabnya. Ia tak langsung menjawab, masih sibuk memikirkan jawaban yang tepat.

"Tuhan itu selalu ada didekat kita, bahkan lebih dekat dari urat nadi sekalipun. Mbok selalu merasa aman, merasa selalu dijaga. Jika mbok sedih, mbok bisa mengadu ke Allah sampai nangis-nangis, hehe. Kalau mbok mau meminta sesuatu, mbok bisa memanjat doa ke Allah. Dan Allah selalu tahu hal terbaik yang ia kasih ke Mbok dan manusia-manusia lainnya. Allah itu baik banget." Mbak Jum tersenyum mengatakan itu.

Alia menyimak setiap perkataan mbak Jum dengan baik. Jika memang memiliki Tuhan seenak itu, Alia ingin. Hanya saja ada satu hal yang membuat ia ragu meyakini keberadaan Tuhan.

Jika Tuhan itu baik, kenapa Dia tidak memberikan kebahagiaan untuk dirinya? Apa karena dirinya tidak beragama?

"Oh iya, non, tadi sebenarnya mau ngapain manggil mbok?"

"Alia mau ngajak mbok makan bareng, mbok belum makan, kan?"

"Belum, tadinya mau nanti abis Sholat. Mbok pikir non Al lagi cape, jadi mbok gak mau ganggu ngajak makan." Jelas Mbak Jum.

"Iya mbok, ayo makan."

____

Segini dulu updatenya, karena aku kehabisan ide, jadi untuk sementara cerita ini akan slow update, gapapa kan?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AMERTA : Tentang Aksa Yang Tak Pernah RedupWhere stories live. Discover now