9. Luka Adalah Obat

19 8 4
                                    

Gara-gara pertemuannya dengan Alia tadi siang, Aksa jadi tidak fokus untuk melanjutkan alur novel buatannya. Ya, Aksa adalah seorang novelis. Sudah banyak karya ciptaannya yang berhasil diterbitkan, dan menghasilkan banyak uang tentunya. Semua adegan yang sudah Aksa rangkum dikepala seketika buyar ketika wajah Alia muncul dipikirannya.

Akhirnya ia menyerah. Aksa melangkah ke dapur, mengambil segelas air lalu meminumnya sekali teguk.

Tok tok tok

Suara gedoran pintu membuat Aksa terkejut. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua belas lewat. Siapa orang yang datang berkunjung kerumahnya larut malam begini?

Tak ingin membuat orang itu menunggu, Aksa langsung berjalan hendak membuka pintunya. Saat ia sudah membuka pintu, seseorang dari luar langsung menerobos masuk tanpa sopan santun.

"Astaga, Mail! Sopan dong." Suara perempuan terdengar dari luar. Aksa langsung mempersilahkan perempuan dengan style feminim itu masuk kerumahnya.

Aksa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, pusing menghadapi tingkah kedua sahabatnya. Setelah berkunjung larut malam, dan mengganggu aktivitasnya. Mereka juga tak sopan, apalagi teman satunya lagi yang menerobos masuk tanpa mengucapkan salam.

"Malam udah larut begini, ngapain kalian kerumah gue?" Aksa ikut duduk diatas karpet bersama kedua temannya. Chandra tak langsung menjawab, dia sibuk membuka bungkusan snack potato yang ia beli sebelum kesini.

"Nobar bokep!" Ucap Syifa blak-blakan. "Sianjir, mulut dijaga." Sela Chandra mengingatkan mulut perempuan itu. Memang dari dulu, mulut Syifa seolah tak pernah dididik. Perempuan itu selalu melontarkan kata yang sesuai isi hatinya.

"Lo cewek. Nggak pantes ngomong gitu didepan kami, cowok-cowok." Sambung Aksa dengan nada lembut. Syifa hanya mencibir, lalu tangannya merebut snack potato yang sedang dinikmati Chandra.

"Punya gue ini!"

Mengalah? Tentu saja iya. Tidak mungkin Chandra tega merebut snack kesukaan Syifa, apalagi saat melihat Syifa lahap memakannya. "Kita kesini mau ngajak lo nonton, kebetulan lo badmood kan karena pusing mikirin novel. Mending nonton, siapa tahu dapat inspirasi baru." Chandra mulai menyiapkan perlengkapan nonton mereka. Ia meletakkan laptopnya didepan meja.

"Nonton apa ya enaknya?" Ujar Syifa masih melahap potatonya. "Apapun asalkan jangan horor." Balas Chandra masih sibuk dengan laptopnya.

"Yaudah film horor aja." Aksa yang sedari tadi kalem, akhirnya angkat bicara juga. Syifa tersenyum geli begitu Aksa mengatakan ingin menonton film horor. Ternyata Aksa mendengarkan isi hatinya, ia juga mau nonton film horor.

Chandra mengerjap-ngerjap tak percaya. "Sialan lo, Sa!"

Mereka berdua kompak cekikikan begitu melihat raut kesal diwajah Chandra.

____

Plak

"A-ampun, pa ..."

Rotan itu dilibaskan secara langsung dipunggung Alia. Tubuhnya meringkuk dilantai, penuh luka dan diiringi suara isakkan gadis itu. Alia kembali dipukul kali ini, dengan alasan yang sebenarnya tidak ia lakukan.

"DASAR JALANG SIALAN!! BERANI-BERANINYA ANDA MENGGODA ZAYYAN TUNANGAN PUTRI SAYA!"

"WANITA MURAHAN! SAMPAH!"

AMERTA : Tentang Aksa Yang Tak Pernah RedupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang