3. Kepergian Aksa

24 9 4
                                    

Bulir keringat membasahi wajah lembutnya, Alia membanting pintu rumah secara kasar. Gadis itu panik, ketakutan, serta menangis. "Al, kamu kenapa?" Tanya Aksa yang baru pulang dari kampusnya. Melihat Alia yang tampak ketakutan, Aksa lantas mendekat dan menenangkan gadis itu.

"Alia, ada apa? Ayo duduk dulu tenangkan dirimu." Ujar Aksa menyuruh Alia untuk duduk. "Bentar ya saya ambil minun dulu ..." Aksa segera bergegas menuju dapur, namun langkahnya terhenti kala Alia menggenggam tangannya dan menyuruh Aksa untuk tetap disini.

"Jan-ngan pergi Aksa! Temani a-ku!" Pinta Alia dengan suara serak disertai cairan kristal yang terjun bebas dari pelupuk mata indahnya. Aksa mengangguk, lalu menatap lamat-lamat kedua netra milik Alia. "Alia, kasih tau saya apa penyebab kamu begini?" Ucap Aksa dengan suara yang lembut.

"Mereka disini Aksa, mereka disini." Lirih Alia pelan. "Mereka siapa, Al?" Aksa tidak mengerti maksud 'mereka' yang dikatakan Alia. "Mereka, anak buah papa, ada disini, Aksa. Mereka mencari aku, aku takut." Badan Alia terasa bergetar ketara sekali dirinya gelisah.

Aksa sedikit terkejut, bagaimana bisa keberadaan Alia terendus sampai sini? Aksa tahu jika Alia tinggal diperkotaan, beda sekali dengan dirinya yang tinggal di pedesaan kecil. Bisa-bisanya orang suruhan itu bisa sampai disini? Aksa sama sekali tak menduga keluarga Alia akan mencari gadis itu, Aksa pikir keluarga gadis itu tidak peduli dan masa bodoh. Apa jangan-jangan ada hal yang tidak terpikirkan oleh Aksa?

"Al, Al ... kamu tenang dulu. Sekarang–" ucapan Aksa terputus sebab terdengar suara gebrakan kuat yang berasal dari pintu rumahnya. Dengan sigap Aksa melindungi Alia dibalik punggung kokohnya. Ia menatap awas pria-pria berjas hitam yang terlihat menyeramkan dengan tubuh yang besar-besar.

Alia menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Aksa, ia ketakutan luar biasa. Bukan, bukan karena takut ketangkap, namun Alia takut Aksa terluka jika melawan orang-orang itu. Alia hapal betul sikap kejam Wiguna, ayahnya itu tak pandang bulu dalam melukai seseorang. Wiguna seolah kebal hukum, karena uang menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan Wiguna.

"Aksa, hati-hati." Pesan Alia.

"Kami gak mau main kasar, pulanglah nona Alia, anda dicariin sama tuan Wiguna." Ucap Satro sembari memandang Alia dengan tajam.

"T-tidak! Tidak akan pernah!"

Sial, sejak kapan Alia berani melawan pesuruh papanya? Satro tersenyum miring, pria dengan brewok menghiasi wajahnya itu menatap lekat Alia. "Jangan main-main, nona!"

"Apa anda tuli?! Alia tak ingin kembali maka jangan paksa dia!" Itu suara Aksa.

"Tolong jangan ikut campur, jika anda tak ingin terluka." Ancam Satro dengan suara rendah nan tegas. Aksa sama sekali tak takut dengan ancaman itu. Dirinya terluka? gak masalah asalkan luka itu didapat karena melindungi Alia. Aksa mendorong Alia untuk lebih jauh kebelakang, dan dengan berani Aksa maju seorang diri melawan orang-orang itu.

"Alia masuk ke ruang apapun! Kunci pintunya dan tutupi dengan benda-benda berat dan besar. Biar saya yang nangani mereka!" Instruksi Aksa tanpa menoleh sedikitpun kearah Alia. Sontak Alia menggeleng tak ingin, Aksa dalam bahaya jika melawan orang-orang itu. Seharusnya Alia membantu lelaki itu bukannya malah bersembunyi.

"Ak-sa kamu–"

"Alia!" Aksa meninggikan suaranya. Alia terkejut, dan langsung bersembunyi sesuai perintah Aksa. Sesampainya disebuah ruangan lantai dua yang merupakan kamar Aksa, Alia lantas langsung mengunci pintu. Bulir keringat dingin membasahi tubuhnya, tangannya bergetar diiringi suara isakkan yang berhasil lolos dari bibir mungilnya.

Alia belum pernah setakut ini, padahal kejadian seperti ini sudah puluhan kali terulang. Sejak dulu, ia sudah berkali-kali mencoba kabur namun ujung-ujungnya ditemukan juga. Alia sungguh mencemaskan Aksa, lelaki itu masih berjuang melawan anak buah papa demi melindungi dirinya.

AMERTA : Tentang Aksa Yang Tak Pernah RedupDove le storie prendono vita. Scoprilo ora