04- ungkapan perjodohan

1.4K 31 1
                                    

"What! lo serius?" Naya mendekatkan wajahnya pada wajah Haura mencari celah kebohongan tapi hasilnya nihil karna wajah Haura nampak serius dan gak lagi becanda.

"Iya Nay, gue dijodohin sama Abi. Gue harus gimana sekarang? disisi lain gue masih sayang sama Rendy, tapi disisi lain juga gue gak bisa dijauhin sama Abi" ucap Haura.

"Tidak ada pilihan lain selain lo harus jujur sama Rendy, tapi lo tau sendiri kan Ra kalo Rendy secinta itu sama lo?".

Haura menghela nafas "gue takut Nay".

"Tenang, masih ada gue" Naya memeluk pinggang Haura.

  Helaan nafas panjang terdengar dari sosok Gus Zidan dan itu menjadi perhatian Ustadz Enzhi "ada apa, Gus?" tanya Ustadz Enzhi pelan.

Mereka berdua tengah duduk didalam Musholla pesantren, Ustadz Enzhi adalah sahabat dari Gus Zidan mereka berteman sejak awal Enzhi masuk pesantren sampai kini ia jadi Ustadz.

"Gapapa" jawab Gus Zidan.

"Gus tau kan kalo bohong itu dosa, Gus beneran gapapa?" Enzhi menanya ulang.

Dengan terpaksa Gus Zidan mengatakan yang sesungguhnya kalo ia dijodohkan, dan menurutnya Enzhi harus tau tentang ini karna bagaimanapun ia juga sahabat dekatnya.

"Saya dijodohkan" ujar Gus Zidan.

Ustadz Enzhi mengulas senyuman jail "yaa gapapa toh Gus, lagian mpean gak bosen jomblo terus?" ejek Enzhi padahal dirinya juga jomblo dari lahir.

"Ngomong ngomong dijodohkan dengan siapa Gus?" tanya Ustadz Enzhi.

"Dengan anak sahabat Abi, dulu Abi pernah bikin janji pas masih mondok beliau ingin menjodohkan generasi generasinya" jawab Gus Zidan.

"Assalamualaikum" ucap salah satu santri putri, Gus Zidan dan Ustadz Enzhi menoleh kebelakang secara bersamaan.

"Waalaikumsalam" jawab mereka pelan.

Terlihat seorang santri wati yang berdiri sambil nunduk disana, dia zilfa salah satu abdi ndalem "maaf Gus, jenengan dipanggil pak Kiai" ucapnya.

Gus Zidan mengangguk kecil ia menoleh kearah Ustadz Enzhi untuk mengutarakan niatnya, Enzhi yang paham ia ikut mengangguk.
.
.
.

Sesampainya di ndalem Gus Zidan langsung menuju kearah Abinya yang tengah duduk diruang keluarga.

"Assalamualaikum Bi" salam Gus Zidan lembut.

"Waalaikumsalam Zid, duduk nak" jawab Kiai Ahmad dan menyuruh Zidan untuk duduk disampingnya mungkin ada sesuatu yang ingin dibicarakan.

"Ada apa, Bi?" tanya Zidan.

"Gapapa nak, Abi cuma mau bilang masalah perjodohan kemarin. Apakah kamu tidak keberatan dengan semua ini? Abi tidak mau kamu menikah karna terpaksa Zidan" jawab Kiai Ahmad.

Gus Zidan tersenyum kecil "insya Allah Zidan menerima perjodohan ini ikhlas Bi bukan karna terpaksa, dan sebagai bukti bakti Zidan kepada Abi".

Ucapan Gus Zidan membuat Kiai Ahmad mengukir senyuman dibibirnya "makasih ya nak" Kiai Ahmad mengelus punggung Zidan.

"Kamu siapkan diri ya nak, insya Allah ilmu kamu cukup untuk membimbing Haura nantinya".

"Iya Bi, doain aja yang terbaik untuk Zidan dan calon istri Zidan".
.
.
.

Di cafe, tempat dimana Haura dan Rendy saat ini berada. Cafe itu adalah tempat yang selalu mereka kunjungi, saat ini mereka cuma berdua. Ditengah tengah mereka ada minuman kesukaan Haura dan Rendy, yaitu Thai tea.

"Ada apa sayang? kok wajah kamu kelihatan gelisah gitu" ucap Rendy sambil mengaduk minumannya.

"Ada sesuatu yang harus kamu tau Ren" balas Haura.

Imam untuk hauraWhere stories live. Discover now