Wajah sempurna membawa petaka

34 5 0
                                    

Xiao Ran berjalan menghampiri Han Xi Fang yang hendak beranjak pergi, tapi sebelum itu ia menarik tangannya, hingga membuat langkah pria itu terhenti.

"Xi Fang, dengarkan aku,"

Han Xi Fang berbalik ke belakang menghadap pada Xiao Ran. Namun, bukan sebuah senyuman ataupun kata-kata yang keluar dari bibirnya. Melainkan, dia hanya diam, seolah jiwanya tidak ada pada raganya.

Gadis itu mengguncang tubuh Han Xi Fang dengan kuat untuk menyadarkannya. Nihil, tidak ada respon apapun darinya. Mengetahui hal tersebut, membuat Xiao Ran semakin cemas tidak karuan. Dia melihat segelas air di atas meja tempat Han Xi Fang dan Nan Zhi makan tadi, kemudian dengan cepat ia mengambilnya.

Xiao Ran membacakan sejumlah doa-doa suci yang sempat dipelajarinya sewaktu di kuil dahulu. Beberapa menit bibirnya membacakan doa pada air di dalam gelas, akhirnya ia selesai. Ia menatap Han Xi Fang dengan tatapan penuh harap.

"Semoga ini bisa membantu," gumamnya. Ia menyiramkan separuh air di gelas ke atas kepala Han Xi Fang hingga air itu turun membasahi wajah dan bahunya.

Beberapa saat tak melihat reaksi dari air doa nya sempat membuat Xiao Ran putus asa dan kecewa. Ia memegang tangan Han Xi Fang.

"Xi Fang! Sadarlah!"

Pria itu tertegun ketika mendengar suara keras Xiao Ran. Ia memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Shhh...  Xiao Ran, apa yang terjadi?" Tanya Han Xi Fang.

"Kau tidak ingat?" Tanyanya heran, dan dibalas gelengan darinya. Ia menghela nafas berat, semakin banyak tikus-tikus di istana ini.

"Su-sudahlah, tidak perlu diingat. Kurasa kau perlu sedikit ketenangan, lain kali aku akan memasang beberapa dupa di sekitar sini untuk aroma terapi, bagaimana?" Tanya Xiao Ran. Besok pagi ia harus memasang dupa dan mengelilingi kediaman ini untuk penyucian, dan menaruh beberapa buku kitab di kamar untuk dibaca.

"En," jawab Han Xi Fang. Ia mengambil tongkatnya, lalu berjalan masuk ke kamar. Begitupun dengan Xiao Ran, dia juga beranjak dari sana dan bersiap pergi ke pasar untuk membeli dupa.

Di tempat lain...

Halaman belakang rumah jendral terlihat luas dan tertata rapi, terbukti jika Jendral Tang Zhou benar-benar memperhatikan kondisi rumahnya, meskipun tanpa kehadiran sang istri yang sudah lama tiada.

Seorang pria tampan tengah berdiri dengan wajah arogan di hadapan seorang gadis pelayan cantik yang tengah duduk bersimpuh di bawah kakinya. Gadis itu tampak berusaha menarik ujung hanfu nya yang diinjak oleh pria itu.

"Yang Mulia, hamba mohon biarkan hamba pergi," ujar pelayan itu. Dia memohon dengan deraian air mata membasahi pipinya.

Pria tampan yang tak lain adalah Han Feng Juan itu memasang wajah datar andalannya, kemudian bersmirik tipis.

"Kau sangat cantik, menangis lah, tangisanmu terdengar begitu merdu," kata Han Feng Juan. Ia menutup matanya, menikmati setiap alunan suara tangisan indah di telinganya.

"Yang Mulia, hamba mohon, masih ada banyak pekerjaan yang belum hamba kerjakan. Jika tidak segera dikerjakan, Kepala Pelayan Cheng akan menghukum hamba." Dia memohon sekali lagi. Tapi sama sekali tidak mendapatkan respon yang diinginkannya.

Han Feng Juan menunduk untuk melihat gadis pelayan di bawah kakinya. Ia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil gadis itu.

Melihat hal tersebut, sontak pelayan itu menunduk takut dengan tangan gemetar, tak berani menatap mata sang pangeran dari permaisuri terdahulu di hadapannya.

"Cantik. Siapa namamu?" Tanyanya.

"Yi Anyi, Yang Mulia..."

Han Feng Juan tersenyum miring. Ia mengangkat sebelah alisnya, tanpa melepas tatapan matanya dari wajah cantik gadis pelayan itu.

"Lihat aku," ucap Han Feng Juan.

Akan tetapi Yi Anyi masih tetap menunduk, membuat pria tersebut merasa geram dan marah.

"APA KAU TULI?!!"

Han Feng Juan mencengkram dan mengangkat dagu gadis itu dengan kuat, sehingga tangisannya kembali terdengar semakin memilukan. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah cantik penuh air mata pelayan itu, kemudian membisikkan sesuatu di telinganya,

"Menurut lah, aku benci gadis pembangkang,"

Sekujur tubuh Yi Anyi bergetar hebat, ia ketakutan. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bagaimana cara agar bisa lepas dari cengkraman Han Feng Juan.

"Yang Mulia..."

"Hmmm? Ya, katakan," sahut Han Feng Juan. Dia menatap lekat wajah ketakutan itu, melihat setiap inci wajah cantik gadis di cengkeramannya. Air mata terlihat sangat cocok di wajahnya yang secantik permata langka, dan sehalus batu giok berharga.

"Mengapa hanya diam? Bukankah kau ingin pergi?"

Yi Anyi mengangguk cepat.
Di mata indahnya yang berkaca-kaca itu terpancar secercah harapan untuk lepas.

Pria tampan itu menghela nafas panjang.

"Jika itu maumu... baiklah." Ia berdiri, dan perlahan menarik kakinya dari ujung hanfu Yi Anyi. Melihat hal itu, dia segera berlari menjauh dari hadapan Han Feng Juan tanpa memberi salam hormat apapun.

Han Feng Juan tidak marah ataupun mengejarnya, melainkan, ia hanya menatap datar punggung Yi Anyi yang semakin jauh dan perlahan menghilang dari pandangan mata.

"Mulai sekarang, aku sudah menandai mu sebagai calon selir. Suatu hari nanti aku akan menjadikanmu sebagai salah satu selir di harem ku yang besar. Selir yang akan selalu siap melayani sang kaisar di masa depan." Han Feng Juan tertawa keras ketika membayangkan betapa menyenangkannya memiliki banyak selir di dalam pangkuannya.

Di tengah tawa bahagianya, entah mengapa terlintas wajah Ling Zui di kepalanya secara tiba-tiba. Wajah putih penuh bedak yang selalu ia lihat sewaktu di perguruan. Jangankan mengingat wajahnya, membayangkan tingkahnya yang sangat kekanak-kanakan itu saja sudah membuat dirinya mual.

Tak ingin mengambil pusing atas bayangan wajah Ling Zui, ia memutuskan pergi untuk melihat-lihat seperti apakah kamarnya di rumah jendral ini.

Sambil mencari beberapa gadis pelayan cantik yang nantinya akan ia tandai sebagai selirnya di masa depan. Ah, akan sangat menyenangkan. Jika saja kehidupannya seperti ini sejak lama, ia mungkin sudah memiliki ratusan selir dan puluhan anak.

Tapi tak apa, dirinya akan mendapatkan kehidupan itu nanti, sekarang ia hanya perlu berusaha sedikit lebih keras untuk mencapainya. Dan setelah itu, sang kaisar yang tampan serta berkuasa bebas menunjuk wanita cantik manapun untuk mengisi haremnya.

Painful Darkness Until The End Of LifeWhere stories live. Discover now