Drama bulanan

23 6 0
                                    

"Anak itu benar-benar merepotkan! Awas saja jika dia sampai mati konyol karena sifat keras kepalanya. Entah darimana dia mendapatkan sifat itu," gerutu Kaisar Han sambil berjalan menuju perpustakaan. Sementara di belakangnya terdapat lima orang pengawal, tiga pelayan, dan dua kasim yang selalu siap mengikuti setiap langkah junjungannya.

Jika boleh jujur, sebenarnya ia sudah mulai putus asa untuk mencari Han Feng Juan. Dan jika pada kenyataannya ia tidak bisa menemukannya, maka tidak ada jalan lain lagi karena Han Xiao Yan adalah satu-satunya orang yang paling berhak atas tahta selain Han Feng Juan.

"Maafkan aku, Ning'er. Aku memang bukanlah Ayah dan suami yang baik," gumamnya penuh penyesalan.

Langkah kaki kaisar berhenti tepat di depan pintu perpustakaan. Ia mendongak ke atas, lalu sedikit menoleh ke belakang dan mengangkat tangan kanannya memberi isyarat pada pengawal di belakangnya.

"Buka."

Mengerti apa yang dimaksud, dua pengawal itu lantas maju dan mendobrak pintu perpustakaan.

Brak!

Dua pengawal itu terus mendobrak pintu besar perpustakaan dengan kekuatan penuh hingga berkali-kali. Sampai kali ketiga, pintu itu akhirnya terbuka lebar.

Brak!!

Debu pintu berterbangan hingga nyaris mengotori jubah kebesaran Kaisar Han, namun segera dihalangi oleh para pengikutnya yang langsung berdiri di depan untuk melindungi junjungan mereka.

Setelah debu benar-benar telah hilang, barulah kaisar masuk ke dalam untuk melihat separah apa kondisi putranya itu. Apakah benar sampai kurus kering seperti yang dikatakan istrinya, atau hanya ada setitik kantung mata di sudut matanya. Terkadang mereka berdua sangatlah berlebihan.

Baru beberapa langkah, ia tiba-tiba berhenti di ruang baca. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah seorang pria berantakan dan kurus tengah terbujur lemas di lantai, sedangkan jarinya memegang satu buku terbuka dan sebuah kuas tinta, menampilkan lembaran yang telah ditandai olehnya, menandakan dia telah membaca buku itu.

Ya, dia adalah Han Xiao Yan. Pemuda angkuh itu tidak mengangkat tinggi dagunya atau bersombong diri lagi. Keadaannya telah berubah hampir seratus persen sejak beberapa bulan belakangan. Han Xiao Yan tidak terlihat menyerah sedikitpun di tengah keadaan tubuhnya yang lemah dan kurus, hal itu terbukti dari tangannya yang masih tampak bergerak gemetar sambil menulis sesuatu menggunakan kuas tinta itu.

Merasakan ada seseorang selain dirinya, dengan susah payah Han Xiao Yan mengangkat kepalanya ke depan. Namun, sesaat kemudian senyumnya mengembang saat melihat sosok yang selama ini ia nantikan.

"Ay-ah.."

Hanya satu kata yang lolos dari bibir pucat nya. Ia merangkak dan berusaha bangkit dari lantai untuk menghampiri kaisar yang masih berdiri tak jauh darinya.

"Jangan bergerak. Tetap di sana," ujar Kaisar Han dengan suara halus. Ia berjalan ke arah putranya yang masih terduduk di lantai.

Setelah sampai, ia berlutut di lantai menghadap sang putra.

Tanpa terduga, kaisar memeluk Han Xiao Yan dengan erat hingga membuat sang empu terkejut mendapati reaksinya. Kaisar menepuk-nepuk punggung putranya dan berkata,

"Kau memang putra Ayah."

Mendengar ucapan yang selama ini ia inginkan, Han Xiao Yan tersenyum senang dan menatap ke depan, di mana ada seseorang yang tengah berdiri di sana.

Orang itu tersenyum puas dan langsung berjalan cepat ke arah mereka berdua, kemudian menangis histeris.

"Anakku, kau seharusnya tidak melakukan ini," ujarnya diiringi isak tangis. Ia menangkup wajah tirus putranya usai melepas pelukan dari Kaisar Han.

"Wei'er," ucap kaisar yang kini menoleh ke samping.

Akan tetapi Permaisuri Xin Jiawei tak membalas tatapan Kaisar Han, ia tetap fokus memeriksa sekujur tubuh kurus Han Xiao Yan yang tidak pernah makan dengan baik selama dua bulan lebih lamanya.

Han Xiao Yan menatap nanar kedua orangtuanya sebelum semuanya gelap, yang ia dengar samar-samar hanyalah suara teriakan panik seorang pria.

~~~~~~~

Han Xiao Yan membuka matanya perlahan, ruangan yang ia lihat berbeda dari tempat sebelumnya. Ini seperti kediamannya.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri secara bergantian, dan yang dilihatnya adalah Kaisar Han, Han Xia Ming, Han Liang Wu, dan Permaisuri Xin Jiawei.

"Nak, kau sudah bangun? Katakan? Mana yang sakit?" Tanya wanita itu secara beruntun. Akan tetapi Han Xiao Yan membalas dengan gelengan pelan. Dalam sekejap wajahnya berubah cemas.

Han itu tentu saja membuat keluarganya menatap bingung.

"Ada apa, nak?" Tanya kaisar.

"Ayah, aku tidak bisa seperti ini. Aku harus segera mempelajari semua buku di perpustakaan," jawabnya dengan suara serak. Ia menyibak selimutnya dan berusaha bangkit dari ranjang mewahnya untuk segera menuju perpustakaan.

Melihat hal tersebut, Kaisar Han langsung menghalangi putranya untuk bangun, namun yang didapatnya adalah sikap berontak dari Han Xiao Yan.

"Jangan seperti ini, Yan'er. Istirahatlah dulu, tabib mengatakan tubuhmu sangat lemah," ujarnya menasehati.

"Jangan halangi aku, Ayah! Aku harus belajar agar Ayah percaya padaku!"

Di tengah drama di hadapannya, Han Xia Ming justru mendengus bosan. Ia melirik ke arah Han Liang Wu di sampingnya, kemudian menyenggol lengan pemuda itu.

"Kau lihat? Dia pandai bersandiwara," bisiknya.

"Ya. Kita harus membuatkan panggung pertunjukan untuknya," balasnya.

Berulangkali kaisar dan permaisuri membujuk putra mereka agar mau istirahat lagi, akhirnya Han Xiao Yan mengalah dan kembali berbaring.

"Tidak perlu seperti ini, Yan'er. Ayah percaya padamu. Ini sudah memasuki bulan ketiga, kau telah melakukannya dengan baik."

"Makanlah dulu." Permaisuri Xin Jiawei menyodorkan sendok berisi bubur dengan tambahan kacang rebus dan potongan daging ayam untuk putra kesayangannya, tapi pemuda itu malah memalingkan wajahnya ke samping, enggan menatap sendok tesebut.

"Aku tidak mau, Ibu. Aku ingin mati saja. Percuma aku hidup jika aku tidak bisa mendedikasikan hidupku untuk melayani rakyat kita ke depannya," ujarnya lemah. Sorot matanya sayu dan lesu.

Ppfft...!

Tawa Han Xia Ming dan Han Liang Wu hampir lepas saat mendengar ucapan Han Xiao Yan. Mereka menutup mulut dan ingin sekali tertawa terbahak-bahak juga berguling-guling di tanah. Heh? Apa katanya tadi? Melayani rakyat? Mendedikasikan hidup?

PEMBOHONG!!

Ia kembali menyenggol lengan adiknya.

"Hei, bolehkah aku tertawa? Dia terlalu berlebihan dan sok baik."

"Shuut! Tahan. Kita harus menghargai sandiwara yang dia buat. Setidaknya untuk saat ini."

Gadis itu mengangguk. Tangannya masih menutup mulut untuk berjaga-jaga jika saja suara tawanya lepas begitu saja.

Melihat Han Xia Ming menutup mulut, Han Xiao Yan mengerutkan keningnya curiga.

Menyadari hal itu, Han Xia Ming lantas menunduk dan berpura-pura menangis sedih sambil sesekali mengintip melalui celah jarinya. Dan setelah Han Xiao Yan sudah tidak menatapnya lagi, ia kembali melanjutkan usahanya untuk menahan tawa.

Painful Darkness Until The End Of LifeWhere stories live. Discover now