- PART 07 -

957 124 12
                                    

- PART 07 -

“Ayo, cepet!“ suruh Arsyad dengan suara teredam, karena ia kembali berbicara di balik bantal. Lantaran ia tak kunjung merasakan sentuhan Risty di bawah sana.

Bukannya ia sedang mendamba, apa lagi tidak sabar disentuh oleh istri barunya, tapi saat ini ia tidak ingin menghabiskan waktu terlalu lama di sini dan meninggalkan Mayra sendirian.

Setelah ini, ia akan langsung kembali ke kamarnya, lalu memeluk istrinya itu dengan sangat erat.

Sementara itu, Risty yang sejak tadi menggigiti bibirnya dengan resah, kini tampak semakin merasa serba salah setelah mendengar ucapan pria itu barusan. Sampai akhirnya ....

“Itu ... anu, Pak.” Risty terlihat ragu dan takut-takut saat mengatakannya. “Saya ... enggak bisa,” akunya dengan suara yang lebih pelan.

Meski begitu, ternyata pendengaran Arsyad memang sangat tajam.

“Apanya yang gak bisa?“ tanya pria itu dengan galak setelah membuka bantal yang sejak tadi menutupi wajah.

Risty yang masih terduduk di tempat semula, yaitu di samping tubuh Arsyad yang sedang berbaring telentang dengan bertelanjang dada serta celana pendek yang masih tersisa, sontak meringis pelan begitu mendengar pertanyaan pria itu barusan. Apa lagi Arsyad yang sedang bersamanya ini sangat berbanding terbalik dengan sosok Arsyad ketika pria itu sedang berinteraksi bersama Mayra.

Risty jadi takut berhadapan dengan Arsyad.

“Saya ... saya enggak bisa,“ Rasanya Risty hampir menangis sekarang. Padahal ia sama sekali tidak kesakitan. “Saya enggak ngerti mau ngapain,” sambungnya lagi dengan suara tertekan. Lalu menunduk, dan menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.

Ia merasa begitu bodoh, karena sempat gegabah dalam mengambil keputusan.

Namun, malam itu, saat ia menumpang memakan mie instan di tempatnya Karlina, sebenarnya ia sudah cukup lama ditagih utang oleh salah satu penghuni rumah susun lantai bawah setelah sempat beberapa kali meminjam beras kepada keluarga itu untuk makan. Belum lagi, ia juga sudah mendapatkan surat panggilan dari sekolah adiknya karena bayaran sekolah mereka sudah menunggak beberapa bulan.

Selain itu, ibunya juga sedang sakit karena keseringan terlambat makan.

Semua masalah seakan menumpuk, dan itu adalah puncaknya. Sehingga untuk kesekian kalinya, Risty merasa jika Karlina adalah harapan satu-satunya. Hanya saja, perempuan itu juga sedang sepi job dan tidak menyimpan banyak uang. Bahkan uang 50 ribu milik perempuan itu sudah direlakannya supaya Arda, Adel, dan Kasih bisa membeli bahan makanan.

Sebelumnya Risty bahkan sudah sempat beberapa kali menawarkan dirinya untuk mengikuti jejak Karlina. Ia meminta bantuan kepada sepupunya itu untuk menjual dirinya. Tetapi, perempuan itu langsung melarang sekaligus menolak keras keputusan yang baru saja ia buat. Lalu berjanji akan segera mencarikan pinjaman uang kepada beberapa temannya.

Namun, sayang. Risty harus menunggu sekitar dua mingguan lagi, atau saat awal bulan sekalian. Sementara kartu ujian kedua adiknya masih ditahan. Padahal tinggal beberapa hari lagi mereka akan segera melaksanakan ujian.

Walaupun Adel maupun Kasih tidak memaksa, bahkan terlihat pasrah, tapi Risty mengerti kalau kedua adiknya itu sangat berharap kepada dirinya. Supaya ia bisa segera melunasi uang bayaran sekolah mereka yang sudah menunggak selama beberapa bulan lamanya.

Terlebih lagi Kasih, adiknya itu sudah kelas 6. Jika ia tidak mengikuti ujian semester ganjil, dan nilainya kosong satu semester, sudah pasti anak itu tidak akan lulus.

November Rainحيث تعيش القصص. اكتشف الآن