- PART 16 -

1K 95 16
                                    

Hai, guyssss!

Udah lama ya aku gak update cerita Risty & Arsyad?
Semoga setelah ini aku bisa konsisten update kayak dulu lagi ya^^

Oh iya, jangan lupa baca sampe bawah. Karena nanti bakal ada pemberitahuan penting lainnya.

Happy reading, guys!

***

- PART 16 -

Manusia memang hanya mampu berencana, tapi Tuhan lah yang akan menentukan segalanya.

Lihatlah Arsyad.

Awalnya pria itu sudah berencana untuk pergi ke Bali, menyusul Mayra ke sana sekaligus memenuhi titah ibunya untuk ‘honeymoon’ lagi. Tetapi, apa yang terjadi pagi ini, benar-benar di luar prediksi. Pria itu malah asyik berbagi peluh bersama Risty. Tak peduli lagi pada tiket pesawat, apa lagi jadwal keberangkatannya yang sudah hampir terlewat. Dan semua ini berawal dari Arsyad yang tadinya sudah ingin berangkat dari rumah supaya terhindar dari kemacetan sekaligus tidak terlambat sampai di bandara, tapi pria itu akhirnya menimbang-nimbang sebentar, lalu berniat menuntaskan sesuatu yang masih terasa cukup mengganjal. Hingga memutuskan untuk menemui Risty di dalam kamar tidurnya walau hanya sebentar.

Niat hati hanya ingin melihat wajah perempuan itu—dan barangkali mengucapkan sedikit basa-basi—sebelum berangkat, namun akhirnya Arsyad malah lupa pada tujuan awal. Sampai berakhir di atas ranjang tanpa sehelai benang. Sementara para ART di luar, tidak ada yang berinisiatif untuk mengetuk pintu dan mengingatkan Arsyad tentang jadwal keberangkatannya ke Bandara. Padahal sopir yang akan mengantarkan pria itu tadi sudah sempat masuk ke dalam rumah untuk mengecek sekaligus mengambil koper sang majikan.

Namun, berhubung Hasna memberi isyarat di mana keberadaan majikan mereka itu sekarang, jadi Rohman—satpam yang kadang-kadang merangkap sebagai seorang sopir itu—pun hanya berdeham, kemudian mengangguk mengerti dan memutuskan untuk segera melipir dari dalam rumah walau dengan berat hati sekaligus was-was. Karena takut jika nantinya ia yang akan disalahkan lantaran tidak memanggil sang majikan untuk mengingatkan tentang jadwal keberangkatan mereka ke Bandara, hingga mereka pun terlambat untuk pergi ke sana.

Sementara itu, Hasna dan kedua ART lainnya, walaupun terkesan tidak peduli dan tetap mengerjakan pekerjaan mereka seperti biasa, tapi diam-diam ketiganya tetap memperhatikan arah jarum jam. Hingga tak terasa, waktu sudah hampir menunjukkan pukul 11 siang. Dan tanda-tanda Arsyad yang ingin keluar dari kamar Risty masih belum terlihat.

Noni sempat cekikikan dan memancing mereka semua untuk membahas tentang hal ini, tapi segera mendapat teguran dari Hasna. Sehingga pancingan itu pun tidak mendapatkan sambutan, dan pembahasan langsung berhenti—tidak sampai melebar ke mana-mana. Meski begitu, raut wajah Noni tidak bisa menyembunyikan apa yang sedang dia pikirkan.

Di sisi lain, Arsyad tampak mengusap peluh di dahi sembari menyugar rambutnya. Ia memandang Risty sekilas sebelum bergerak mengambil ponsel dari dalam saku celana miliknya yang teronggok di lantai. Ia ingat kalau tadi perempuan itu sempat menginterupsinya dengan memberitahu jika ponselnya berbunyi yang menandakan adanya sebuah panggilan. Hanya saja, ia sama sekali tidak menggubrisnya karena berpikir jika itu pasti hanya panggilan telepon dari Rohman. Karena ia tak kunjung keluar dari kamar untuk segera berangkat.

Dan tanpa diduga, panggilan itu—kalau tidak salah—berbunyi hingga 10 kalian. Yang tadi sempat membuat Arsyad menggeram kesal, lalu melemparkan bantal dan selimut ke arah benda itu supaya suara ponsel di dalam saku celananya itu bisa teredam. Karena demi apa pun, Arsyad sedang tidak berminat untuk menerima panggilan telepon dari seseorang. Bahkan bujukan dari Risty yang menyuruhnya untuk mengangkat telepon itu pun sama sekali tidak mempan.

November RainNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ