02. Feira de Santana (When The Crime Ends)

6 4 0
                                    

Prompt: Bagaimana bisa semua elemen berkumpul di tempat kejadian perkara tersebut dan tidak lama kemudian kejahatan terungkap. Akuratkah TKP tersebut? Hmm.
Genre: HTM

Segala sesuatu yang hilang di dunia ini pasti ada gantinya. Tak peduli kapan atau di mana pun itu, Tuhan akan selalu berlaku adil. Aku bisa berbicara seperti ini tentu karena aku sudah mengalaminya. Skenario-Nya bukanlah sembarang rencana.

Sejak aku mendapatkan perkamen misterius di Kampung Tigarihit, aku mulai memantapkan diri untuk terus maju. Setitik harapan memberiku dorongan untuk percaya bahwa semesta tidaklah sekejam itu. Aku yakin, sepuluh tahun yang dimaksud oleh sang penulis akan menjadi saat-saat terbaikku.

Menjadi manusia dengan mata normal adalah cita-citaku.

Cita-cita terbesarku.

Aku hanya ingin melihat seperti yang mereka ceritakan padaku. Aku ingin merasakan betapa tenangnya laut biru, betapa segarnya daun berembun, dan betapa eloknya kupu-kupu beterbangan di atas hamparan bunga.

Namun, sepertinya aku harus mengubur ekspektasi itu dalam-dalam.

Ramalan dari perkamen memang terwujud, tetapi ternyata penulis memberiku sedikit plot twist di sana. Alih-alih alam dengan segala keunikannya, justru darah yang kulihat kali pertama.

Semuanya berawal ketika aku telah berusia dua puluh tahun. Perkamen yang selama ini kusimpan di laci meja belajar tiba-tiba bersinar, menerangi sepenjuru kamar dengan kerlap-kerlip cahaya mirip glitter yang ditaburkan. Aku terkesiap sebab saat itu aku baru bangun tidur.

Sebenarnya aku ingin berteriak minta tolong, tetapi rasa penasaran yang muncul membuatku urung melakukan itu. Aku memutuskan untuk memastikan segalanya sendiri, sebab sedari awal aku tidak pernah menceritakan kejadian yang sebenarnya pada orang lain.

Berkali-kali aku bergumam dan membatin, berdoa agar semuanya akan tetap baik-baik saja. Aku memberanikan diri untuk mengambil perkamen yang kuikat rapi menggunakan pita putih.

Selama aku memegang, tidak ada keanehan apa pun yang terjadi. Aku hanya termangu ketika tulisan yang seharusnya ada di dalam perkamen itu hilang sepenuhnya, tergantikan oleh goresan pena membentuk peta dunia yang tiba-tiba muncul sedetik setelah aku mengedipkan mata.

Seakan digerakkan insting, jari telunjukku bergerak menyusuri garis di atas Benua Amerika. Aku kagum pada setiap arsiran yang terlihat sangat sempurna di mataku. Tanpa sadar, tanganku berhenti di sebuah kota yang ada di Bahia, Brasil.

Feira de Santana.

Ketika aku menyebutkan nama itu, pandanganku seketika memburam. Sekelebat bayangan seseorang berjubah hitam, pisau lipat yang tajam, juga mayat di atas tanah berdebu, tiba-tiba tayang di depan mataku seperti video selang waktu.

Belum ada waktu untukku mencerna semua itu, penglihatanku serasa ditarik paksa. Aku tidak lagi melihat pemandangan kamar yang penuh dengan kertas-kertas usang, tetapi justru bangunan klasik bergaya aristektur kolonial.

Sialnya, aku juga mendapati hal mengerikan lain yang membuat pekikanku lolos begitu saja.

Ya, cairan itu, cairan merah pekat yang masih segar.

Darah dari seseorang yang tergeletak di halaman katedral.


WanderlustWhere stories live. Discover now