Part 6.

17.1K 1.7K 116
                                    













"Kenyang ma." Nathan menjauhkan wajah dari sesendok suapan yang di berikan padanya. Ia menatap mamanya berdiri agak jauh darinya memandang dia tengah di suapi oleh pria bernama Kairo, saudara Niel dan merupakan anak kedua pasangan Dominic Berlyn.

Nadanya sedikit merengek dikarenakan merasa tak enak akan tekanan Kairo. Apalagi pria itu saat ini memandang dirinya rumit. Berlyn juga sengaja menjauh untuk memberikan peluang pada Kairo mendekati Nathan.

"Baru tiga suap. Masih belum kenyang. " Berlyn menjawab kemudian melangkah ke belakang untuk duduk. Dia memberikan waktu bagi bungsunya untuk mengenal kembali abang keduanya. Nathan mencebik, mama Niel tak membantu.

"Buka mulutmu Niel. Atau mau abang paksa hm?" ucapan dingin serta tatapan datar disertai ancaman. Nathan mengangguk, cocok sekali menjadi anak dari pasangan gila itu.

Tetapi Nathan tau, bagaimana untuk membuat keluarga ini luluh. "Niel sudah kenyang abang. Kalau Niel terus makan lalu nanti sakit perut terus muntah?!" seru Nathan sembari memasang wajah takut. "Niel ga mau muntah abang! Rasanya ga enak! Perut Niel seperti di putar-putar." Kepala Nathan menggeleng tak mau.

Tidak di ragukan lagi bagaimana tertekan Nathan setiap kali harus bertingkah imut di depan keluarga Barrack. Ini sama sekali bukan dirinya, tetapi demi kehidupan kedepannya, ia tak ingin keluarga Barrack mencurigai dirinya.

Kairo tersenyum tipis. Mendengar ucapan manja sang adik yang seperti biasa dia sedikit melunturkan wajah dinginnya. Ketika menerima kabar  jika adiknya melupakan segalanya, Kairo tak suka. Dia berniat untuk meratakan rumah sakit beserta isinya.

Yah.. Setidaknya, Rumah sakit tempat Nathan dirawat memiliki 3 ancaman sama dari orang berbeda dalam satu keluarga.

Kairo meletakkan semangkuk bubur di meja sebelah brangkar. Mengambil tissue serta segelas air dan obat untuk di minum sang adik. Mengelap sisa bubur di ujung bibir adiknya lalu menyodorkan air putih agar di minum.

Nathan menerimanya dan langsung meminumnya. Mengambil obat itu dan cepat menelan. Bertingkah seakan dia benci obat padahal jika itu Nathan, ia tak masalah meminum obat sebanyak apapun. Tetapi dia berada si tubuh Niel yang benci obat-obatan. "Ugh pait! Niel benci obat huh?!" Bersedekap dada lalu memalingkan muka. Tingkah lucu Nathan berhasil membuat pria dingin seperti Kairo terkekeh pelan.

Dalam hati Nathan berdecak. Meski tingkah laku Niel begitu lucu dan menggemaskan di mata keluarganya. Niel memiliki sisi pembangkang. Sifat Niel juga berbeda ketika berada diluar. Ia akan bersikap sok sangar serta sangat pintar memancing emosi lawan bicaranya.

"Anak pintar." Kairo menepuk kepala Nathan dua kali. Lalu berdiri dan mengecup pipi anak itu. "Abang pergi, nanti kembali saat waktu makan malam, cepat sembuh, " ucapnya lalu melangkah pergi.

Nathan membeku mendapatkan serangan tiba-tiba. Apa barusan dia di cium? Oleh pria dewasa? Dia yang dewasa di cium oleh pria dewasa seperti Kairo? Beneran? Dia sedang tidak bercanda? Ingin sekali mengusap pipinya kasar. Tetapi meski ia terkejut, dia masih memiliki sirine bahaya di kepalanya.

"Ish!" Jalan satu-satunya adalah betingkah sok polos. Mengusap pipinya kasar serta nengecurucutkan bibir agar niat akan aksinya tak di ketahui oleh Dominic dan Berlyn yang menatap nya.

"Ngomong-ngomong anak ketiga Alex bangun bertepatan dengan bungsu kita."

Berlyn bersedekap dada. "Tidak ada untungnya bagiku," Sungut Berlyn merasa jika topik suaminya tidak berguna bagi dirinya. Matanya hanya fokus pada anak manisnya tengah bermain ponsel. Sesekali bibir peach putranya maju beberapa senti. Mimik yang sering bergonta-ganti menambah kesan imut didiri Ni-Nathan. Berlyn jadi penasaran apa yang tengah di lihat kesayangannya.

"Mereka juga tengah kemari."

Berlyn sontak menoleh ke arah Dominic. Menaikkan alis dia bertanya sarkas. "Mau mengantarkan nyawa?"

Dominic berdecak. "Oh ayolah sayang. Apakah kau terus-menerus bermain-main dengan nyawa seseorang?" dengusnya. Dominic kadang heran mengapa sang istri sangat gampang berkata sesuatu yang merujuk pada nyawa dan kematian.

Berlyn memutar bola mata malas. "Tidak menerima ucapan dari seseorang yang baru saja menyuruh bawahannya untuk membunuh orang lain." Ingin sekali membuang suaminya kelautan yang dalam. Bertingkah sok suci padahal Dominic baru saja menyuruh bawahannya untuk membunuh seseorang yang telah menjadi penyebab kecelakaan Nathaniel setelah penyiksaan tiga bulan lamanya.

Dominic mengangkat bahu acuh. "Jelas berbeda. Aku melakukannya demi putraku."

"Lalu kau fikir aku melakukannya bukan karena putraku!" Berang Berlyn. Dia menatap tajam Dominic. Ia menarik kerah sang suami hingga Dominic merasa sedikit tercekik.

Dominic terkekeh rendah. Dia mengangkat kedua tangannya ke udara. "Aku bercanda sayang." mengecup kening Berlyn agar istri kecilnya tak lagi marah.

Berlyn melepas kasar kerah Dominic dan berdecih pelan. "Kau terlalu banyak bicara Dominic. Haruskah aku menyuruh Reyna menjahit mulutmu!" sinis Berlyn.

Dominic tak menjawab. Ia hanya terkekeh pelan. Jika ia terus saja menggoda sang istri. Maka ia pastikan akan ada perkelahian lagi dengan sang istri. Mereka harus menerima tamu yang akan datang sebentar lagi. "Jangan marah honey. Tamu kita datang, perbaiki mimik wajahmu. Aku tak ingin orang lain mengetahui wajah manismu selain aku. Ah tentu saja  baby kita juga." berkata manis, Dominic memeluk Berlyn sembari menciumi seluruh wajah Berlyn.

Berlyn menahan wajah Dominic. Ia tak menolak pelukan itu. Dia hanya memalingkan muka. Wajahnya sedikit memerah karena malu.

Dari kejauhan Nathan menganga tak percaya. Apa kedua orang tua di depannya itu sedang memadu kasih tanpa melihat dirinya. Apakah ia transparan? Sial, jiwa jomblo Nathan meronta-ronta. Lebih baik mereka adu skill seperti biasa dari pada harus bermesraan di depannya.

Terlebih lagi, apakah harus di depan anak mereka yang masih Belia!!

Dasar tak tau malu!

"Oh kau sudah datang Alex?" senyum Dominic berubah. Ia menatap kedatangan tamu yang sudah ia tunggu sejak tadi.

Alex datang bersama Diana dan Harvin. Ketiganya masuk setelah di persilahkan oleh penjaga di depan. Alex menjawab sapaan Dominic. Diikuti Diana yang menyapa Berlyn. Tetapi wanita itu tak ingin menyapa balik Diana.

Berlyn membuang muka dan duduk lebih dulu. Menyilangkan kaki serta bersedekap dada. Wajah dinginnya menatap Alex dan Harvin menusuk.  tetapi melihat Harvin yang celingak celinguk pun berkata. "Harvin? Pergilah ke Niel. Sapalah dia.. Dia melupakan sebagian ingatannya." ia sedikit menurunkan tekanannya tak ingin menakuti bocah seperti kucing kecil itu.

"Ah!" Harvin yang mendengar itu segera mendekati Nathan. Bagaimana mungkin temannya amensia. Apakah luka Niel lebih para dari dirinya. Itu yang ada di dalam benaknya.

Melihat kepergian Harvin. Tatapan Berlyn kembali menajam. "Aku tak ingin basa basi Alex. Aku yakin kau cukup pintar untuk mengerti situasi!"

Alex menghela nafas pelan. Kemarahan dari Berlyn sangat terlihat. Dia memang pantas menerimanya. Maka dari itu, dia berniat meminta maaf atas kesalahan dan kelalaiannya. Dia cukup tau jika Niel merupakan kesayangan keluarga Barrack.

Kedua pasangan itu memiliki topik berat. Berbeda dengan sisi Nathan dan Harvin. Harvin terlihat menangis karena kondisi Nat- maksudnya Niel. Ia tak menyangka teman yang sudah ia anggap sahabat telah melupakan dirinya. "Huwee Niel.. Kenapa kamu lupa sama aku!" Isaknya sembari memegang kedua tangan Nathan.

Nathan hanya bisa tersenyum canggung. Tak tau bagaimana membalas ucapan Harvin. Terlebih Harvin merupakan kakak dari Cello. Meski dia jarang berinteraksi, namun tetap saja ia tak biasa. Melihat Harvin seperti ini merupakan hal baru baginya. Apalagi sejak ia mengenal Harvin, anak itu selalu terlihat memasang wajah garang














Tbc.

Being the youngest - End - TERBITWhere stories live. Discover now