Part 7.

15.1K 1.7K 129
                                    








Berkali-kali Nathan menghela nafas. Lelah rasanya harus bertingkah imut setiap saat. Ruangannya sekarang sepi. Kedua orang tua Niel pergi beberapa saat yang lalu untuk urusan pekerjaan setelah melempar baran- pisau satu sama lain.

Entah dari mana pisau itu datang Nathan tak tau. Dia juga mulai terbiasa dengan cinta bahaya kedua orang tua Niel. Padahal baru beberapa hari, namun ia sudah mulai beradaptasi. Ia melirik ke bawah, baju khas milik rumah sakitnya sedikit basah karena air mata Harvin.

Anak itu menangis tanpa henti. Nathan heran dari mana datangnya air mata sebanyak itu. "Huff.. Sampai kapan aku akan begini." Menyandarkan tubuhnya dengan nyaman. Ia butuh relaksasi. Berada di tubuh Nathaniel membuat ia sedikit lupa akan permasalahannya.

Hatinya berkata untuk terus mengikuti apa yang ia mau. Apa yang membuatnya nyaman dan apa yang membuat ia bahagia. Pikirannya seolah mengatakan lupakan kenangan masa lalunya. Bagian penting bagi dirinya adalah hidupnya sekarang.

Nathan ingin menjadi bungsu... Kemudian takdir mengabulkannya. Dari sekian banyaknya manusia dan permintaan mereka. Permintaan Nathan yang di kabulkan. Permintaan diluar batas pemikiran manusia. Jika itu orang normal, ketika ia akan mengatakan ini, maka ia akan di anggap gila.

"Melamunkan sesuatu bunny?" suara serak di samping telinganya membuat Nathan terlonjak kaget.

Dia segera menjauhkan tubuhnya, memegang telinga serta menatap orang yang datang tanpa di undang. Matanya menelisik seseorang itu. Seorang pria memakai setelan jas hitam rapi, berwajah tampan penuh kharismatik.

"S-siapa?" gugup Nathan. Tatapan tajam pria itu menusuk tubuhnya.

"Abang pertamamu, Sean."

Nathan mengangguk lucu. Beda hal nya dengan dalam hatinya. Ia misuh-misuh tak jelas. Sepertinya bukan hanya pasangan gila itu yang tak waras. Tetapi semua anaknya juga tak waras termasuk Nathaniel.

Apa-apaan itu. Bunny? Apa Sean pikir dirinya ini simpanannya. Keluarga ini memperlakukan dirinya seolah simpanan om-om. Baby, bunny... Oh sial. Sampai kapan dia harus terbiasa. Apakah semua bungsu di perlakukan seperti ini. Nathan merasa memiliki hubungan gelap dengan seorang pria!

"Kamu terlihat berpikir keras. Apa ada sesuatu yang mengganggumu, bunny?" Wajah Sean berkerut. Siapapun itu, yang berani mengganggu adiknya, ia tak akan segan.

Nathan bergidik ngeri. "Kenapa harus ada bunny nya. Niel adalah Niel!" ucapnya sedikit kesal. Tanpa sadar ia mengembungkan pipi. Dia menatap garang Sean.

Sean terkekeh lalu mengusak rambut Nathan. "Panggilan itu cocok untukmu."

"Niel tidak suka bang!" suara Nathan sedikit meninggi. Tentu saja Sean tak senang dengan itu. Terlihat dari wajah yang saat ini berubah pias. Tatapan dingin ia layangkan pada Nathan.

"Suka atau tidak kau harus menerima Nathaniel." geramnya. Dia menangkup dagu Nathan, memperingati anak itu kedepannya. Ia tau jika sang adik kehilangan ingatannya.

Nathan mencebik kesal. Memangnya harus ia menyukai sesuatu yang sama sekali tidak dia suka. Kenapa keluarga Barrack begitu pemaksa. Mana ia tak bisa melawan lagi. Nathan merutuk dalam hati. Menjadi bungsu tak enak.

Yah, setidaknya lebih baik kondisinya yang sekarang dari pada dulu. Ibaratnya menjadi sulung keluarga Abimanyu seperti siksaan para serigala, menjadi bungsu Barrack seakan masuk kandang singa.

Yang membedakan dari keduanya adalah singanya jinak, serigala kebalikannya.



*



"Seharusnya kamu bersyukur karena semua orang menjagamu Niel. Tetapi kamu malah beringkah bodoh, melarikan diri dan berakhir masuk rumah sakit," celetuk seorang wanita bernama Sania. Wanita yang datang bersama suami serta anaknya. Wanita yang di kenalkan Dominic sebagai istri adik laki-lakinya.

Nathan menggaruk lehernya yang sama sekali tak gatal. "Aku tidak tau bagaimana aku bisa sampai disini. Aku sama sekali tidak ingat. Apakah aku kabur dari rumah sebelumnya?" tentu saja Nathan pura-pura tidak tau. Vonis dokter yang mengatakan jika ia amnesia sangat membantunya dalam peran baru ini.

Sania berdecak, wanita itu bersedekap dada. "Kenapa kamu tidak seperti  Catra, putraku. Dia sangat penurut dan tidak pernah melawan apalagi membangkang sepertimu!"

Okay, apa wanita di depannya ini sedang membanggakan anaknya. "Karena saya memang bukan putra anda nyonya Sania." mendadak Nathan berbicara formal. Tubuhnya menegak secara tiba-tiba. Nathan tidak suka ketika ia dibandingkan dengan orang lain.

"Hmph, lihatlah dirimu. Bagian dari mana darimu yang menarik hingga kakak beserta keluarga Barrack begitu menyayangimu. Kau tidak sopan, apakah seperti ini cara kak Berlyn mengajarimu. Anakku jauh lebih baik dari dirimu. Tetapi dia tidak pernah di perlakukan sespesial ini. " Sania memang selalu merasa heran dengan perilaku keluarga Barrack kepada Niel yang menurutnya berlebihan.

Putranya Catra jauh lebih manis dan penurut. Putranya begitu membanggakan dengan segudang prestasi. Tetapi keluarga Barrack tak pernah sekalipun melirik putranya dan malah memusatkan seluruh perhatiannya pada anak di depannya ini.

Darma yang melihat perdebatan itu segera menarik mundur istrinya. "Kita kemari untuk menjengukanya Sania. Berhenti berdebat untuk hal tak penting." Nadanya begitu datar. Inilah mengapa Darma enggan membawa istrinya menjenguk keponakannya.

Sania bedecih. "Cih, aku hanya heran saja. Dia tidak lebih baik dari putraku," ucapnya lalu mundur kebelakang.

Darma menghela nafas lalu menatap Niel. Ia memegang kedua bahu Nathan. "Keponakan paman.. Apakah tubuhmu baikan?" tanyanya dengan senyum lembut.

Nathan pun membalas senyuman itu. "Sudah baikan paman. Pak dokter selalu memeriksa Niel. Juga, Niel selalu meminum obat pait!" Seru Niel. Tak seperti respon yang ia berikan pada Sania, Nathan menjadi ceria ketika Darma bertanya.

Nathan sangat memegang penuh prinsip 'sikap seseorang tergantung sikap lawan bicara.'

"Anak pintar.. Jangan lewatkan waktu minum obat okay. Biar keponakan paman yang tampan ini cepat sembuh." Nathan mengangguk semangat. "Iya paman!" Darma tersenyum. Ia pun melangkah pergi setelah mengusap kepala Nathan.

Gantian Dominic yang mendekat. Dia berbisik pada Nathan. "Tidakkah kamu berpikir jika wanita busuk itu menyebalkan?" tanyanya. Untuk pertama kali, Nathan mengangguk setuju.

"Haruskah papa menculiknya lalu membuang tubuhnya pada Arion?" Dominic sedikit agak menjauh. Tak peduli jikakalau Sania mendengar. Dari dulu, dia sangat tak menyukai Sania. Tetapi ia menghargai keputusan sang adik ketika Darma memilih wanita seperti Sania.

Meski ia kesal, Dominic selalu berhasil menahannya ketika perkataan tak enak wanita itu layangkan pada putra kesayangannya. Karena mau bagaimanapun, Sania merupakan istri dari adiknya. Kasarnya, Sania selamat karena ia istri Darma.

Nathan menggeleng heran. Ia memukul lengan Dominic gemas. "Tidak sampai seperti itu papa. Itu perbuatan jahat. Lagi pula, siapa Arion?"

"Loh kamu tidak ingat?"

Bolehkan Nathan menjual Dominic ini ke pasar tanah abang. "Papa lupa Niel amnesia?"

"Arion adalah singa peliharaan kamu baby."

Okay fiks.. Tidak salah dia mengatakan jika Nathaniel juga gila. Muka boleh imut dan polos, peliharaannya singa. Siapa yang bisa menebak itu.
















Tbc.




Ingin cepat up? Makanya komen dan vote. Jangan komen seperti part sebelumnya. 1 orang dengan 100 komen lebih. Mana komennya sama..

Being the youngest - End - TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang