Part 15.

12K 1.4K 64
                                    










Nathan melihat keluar jendela kaca mobil. Pikirannya melayang ke beberapa waktu yang lalu. Mendengarkan Rafael menceritakan dirinya. Lalu menghela nafas setelahnya. Menangkup dagu dengan tangan yang di sandarkan, Nathan tampak seperti orang depresi.

"Kenapa dia mengatakan sesuatu seperti itu terhadap saudaranya yang telah mati." dia bergumam untuk dirinya sendiri. Sikap Rafael yang alih-alih sedih kehilangannya, malah menyayangkan kematian dirinya karena tak lagi bermanfaat bagi Rafael.

"Baginya.. Ikatan saudara itu apa?" Apakah untuk saling menguntungkan. Nathan kembali di buat berpikir. Tingkah Rafael  seakan tak senang dia ada di kehidupannya namun disisi lain menerima karena bisa di manfaatkan.

"Aku tidak percaya ada manusia sepertinya." manusia yang tidak tau diri dan berterima kasih. Setelah semua yang Nathan pertaruhkan hanya untuk Rafael, anak itu malah bersikap demikian. Definisi di kasih hati tapi tidak di pakai.

"Sedih sekali menjadi saudaranya. Aku senang terlahir di dalam keluarga yang menyayangi satu sama lain." Nathan melamun dan bergumam. Meratapi nasibnya. Jika Rafael seperti ini, apalagi dengan ibu dan ayahnya. Apa mereka berpesta setelah kematiannya? Nathan terkekeh miris.

Angin dari kendaraan lain yang melewati menerpa wajah. Dia sengaja membuka pintu kaca. Merubah posisi menjadi bersandar. Menciptakan suasana melankolis.

"Persetan dengan bajingan itu Niel. Kau tidak perlu memikirkan orang tidak jelas sepertinya," ucap Delvin. Rupanya ia telah lelah bersikap kalem jika nyatanya ia tak bisa diam.

Brak!

Nathan langsung terlonjak kaget. Begitu pula Catra di belakang. Dalam hati Nathan berucap ada apa dengan manusia di sampingnya.

Memukul setir Delvin pun melanjutkan perkataannya. " Sial! Padahal itu semua tidak ada  hubungannya dengan kita. Tapi si kurang ajar itu membuat adikku sedih!" Delvin marah. Karena sikap baik, adiknya merasa sedih karena orang lain. Shit! Dia tak suka!

"Mau kakaknya mati, mau kakaknya kayang.. Itu bukan urusan kita. Siapa dia berani-beraninya membuat adikku sedih. Lihat saja besok! Aku akan membuat dia membayar apa yang telah dia lakukan hari ini!" Lelaki itu menggerutu tak suka. Dalam benaknya memikirkan rencana yang cocok untuk memberi pelajaran kepada Rafael.

Nathan menampilkan mimik lelah. Mengapa dia lupa jika Delvin sama gilanya. Matanya mendongak menatap pantulan kaca dimana Catra memandang Delvin. Dalam hati dia berkata.. Semoga Catra tidak ketular gilanya keluarga Barrack.

*

Banyaknya murid yang berdatangan masuk ke SHR Scholl. Entah mengapa Nathan merasa dejavu. Biasanya, Nathan datang sebagai guru. Tetapi sekarang dia datang sebagai murid. Tidak bisa di pungkiri bahwa dia sangat rindu suasana sekolah. Rindu pada murid yang dia ajar dan didik.

Mengingat kehidupan dulu, Nathan dibuat merasakan perasaan nostalgia. Dirinya sedang berada di parkiran bersama Delvin. Pemuda itu terlihat misuh-misuh. Abang ketiga Niel itu sedang menunggu teman-temannya yang belum datang.

Nathan hanya diam saja. Ia menatap gerbang sekolah, menyaksikan seluruh siswa maupun siswi berdatangan. Hingga derungan motor yang membuat heboh. Pekikan para siswi yang tadinya kalem berubah mereog karena kedatangan 3 siswa tersebut.

Nathan menggeleng pelan. Sudah biasa baginya melihat hal ini. Para pemuda itu merupakan teman Delvin dan merupakan sekawanan yang populer. Mereka begitu di puja oleh banyaknya siswi si sekolah. Wajah tampan serta penampilan urak-urakan  menambah ketampanan mereka.

Mereka memarkirkan motor di dekat motor Delvin. Melepas helm lalu turun. Mereka bertiga mendekati Delvin dan Nathan. "Kusut amat muka lo?" tanya pemuda memiliki tinggi di atas Delvin, Celion yang biasa di panggil Lion.

Being the youngest - End - TERBITWhere stories live. Discover now