Pain

1.1K 113 5
                                    

Kedepannya, novel ini akan disajikan dalam sudut pandang pihak ketiga.

~~//~~

Situasi mansion Aquillio nampak ramai, para pekerja mansion berangkat membawa sebuah gerobak di bawah bada salju yang untungnya tidak terlalu lebat.

Mereka kembali, dengan gerobak yang di dalamnya terbaring jasad seorang wanita. Dari penjelasan salah satu pekerja, wanita ini hanya hidup bersama putrinya yang masih berusia empat tahun. Dan anak kecil itu saat ini sedang dirawat di mansion.

"Bersihkan jasadnya, dan lakukan persiapan penguburan" ucap Leon memberi perintah.

Leon pun berbalik hendak menuju kamar dimana anak kecil itu dirawat. Dari laporan Dion yang ia dapat, Ariel tiba-tiba terserang heat. Jadi Leon tidak bisa dekat-dekat dengan Ariel sementara waktu.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Leon pada tabib yang memang selalu siaga di dalam mansion ini.

"Sudah lebih baik tuan, sedikit istirahat dan dia akan sembuh. Semuanya berkat tuan Dion" ucap tabib itu menatap Dion yang tengah duduk di sudut ruangan.

Leon mengangguk, "Kau boleh pergi" tukasnya pada tabib itu seraya berjalan menuju Dion. Tabib tersebut pun menunduk hormat sebelum berjalan keluar dari kamar itu.

Kini keduanya tengah duduk di kursi yang saling bersebrangan, menghadap keluar jendela. "Ariel, kau apakan dia?" tanya Leon.

"Tidak ada, hanya menekan hasratnya sedalam yang saya bisa. Meski efek sampingnya mungkin bisa membuat Ariel tidak sadarkan diri beberapa hari"

Leon menoleh cepat ke arah Dion dan menatapnya tidak percaya. Namun Dion menyadari tatapan Leon itu, "Tenang saja, itu tidak berbahaya. Hanya seperti tertidur" ucap Dion.

Leon menghela nafasnya seraya menyandarkan punggungnya ke kursi, "Entah apa yang dipikirkan anak itu" keluh Leon yang sudah tidak habis pikir dengan tingkah adiknya.

Dion mengangguk pelan, "Ya, saya juga tidak habis pikir" ucap Dion yang juga ikut menyandarkan punggungnya.

Beberapa saat sebelumnya, di kamar Ariel.

"Kau akan menyesali ini Ariel" ucap Dion geram dengan suara seraknya.

Ariel tidak menjawab, ia hanya menatap Dion dengan mata yang sudah berkabut. Nafasnya terengah-engah dan wajahnya memerah. Jika pria yang berada di depannya saat ini bukan Dion, mungkin dia sudah dinodai.

DUG

Tangan Dion terangkat memegang kepala Ariel, cebuah cahaya terang muncul dari tangannya. Dion sedang mencoba menekan nafsu yang ada di dalam tubuh Ariel, seperti saat Ariel pertama kali terkena heat.

Sekitar lima belas menit berlalu, Ariel pun jatuh tertidur. Dion pun menuntaskan apa yang ia lakukan. Menghela nafasnya panjang seraya menatap Ariel lamat.

"Kau ini, selalu saja, merepotkan sekali"

~~//~~

"Bisa-bisanya anak itu melupakan obatnya. Padahal kami berencana tinggal disini selama satu tahun" ucap Leon tidak habis pikir.

I Wrote This StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang