Dua

546 65 7
                                    

Tak ingin kejadian seperti kemarin terulang lagi, Velia memilih makan di tempat sepi di sekolah ini, lebih tepatnya di belakang sekolah dekat toilet yang sudah tak terpakai.

Sebenarnya di sana cukup bau, siapa saja pasti tak mampu dekat-dekat di sana, hanya saja Velia hanya menemukan tempat itu yang cocok untuknya. Gadis bertubuh gempal itu melangkah menuju belakang sekolah, di tangannya sudah ada sekolah bekal yang dia siapkan sendiri dari rumah.

Kalau biasa yang menyiapkan bekal untuk anak-anaknya adalah seorang ibu, maka berbeda dengan Velia yang menyiapkan bekal sendiri. Mamanya jarang menyiapkan bekal untuknya, lebih sering kakaknya. Alasan mamanya pasti selalu kakakmu ke kampus, pulangnya lama.

Velia kadang berpikir, benarkah dia bagian dari keluarga? Kenapa perlakuan mereka agak berbeda? Terutama ayahnya yang lebih sering mengajak kakaknya ke mana-mana.

Setibanya di belakang sekolah, Velia terkejut dengan keberadaan pria kemarin di sana, sedang merokok dengan kedua kakinya dinaikkan ke meja.

Sementara Raka, menyadari kedatangan seseorang, dia langsung menoleh, mendapati Velia yang tengah berdiri dengan tubuh tegap serta kaku.

"Lo ternyata. Kenapa?"

"Eh—"

Jantung Velia berdetak kencang, dia belum pernah merasakan hal seperti ini, belum pernah mengobrol dengan pria sedekat ini dan biasa saja seperti ini, tanpa embel-embel dipanggil gendut atau apa pun itu sejenisnya. Belum pernah sama sekali, sehingga membuat Velia merasakan gugup.

Gadis itu semakin merasakan gugup tiada tara saat pria itu bangkit dari duduknya dan menghampirinya. Oh, jantungnya semakin berdetak kencang saat  Raka maju lebih dekat sehingga posisi Raka tepat di depannya, dengan jarak mereka yang hanya dua langkah.

"Mau makan, ya?" tanya Raka dengan mata tertuju pada kotak bekal yang Velia pegang.

Mendengar pertanyaan itu, Velia cuma bisa mengangguk kaku, bibirnya seakan terjahit sehingga tak bisa dibuka untuk mengeluarkan suara. Efek berhadapan dengan Raka membuat dia jadi seperti ini, kaku dan tak tahu harus berbuat apa.

"Di sini bau, emang lo mampu?" tanya Raka lagi, walau sadar kalau Velia tak akan mengeluarkan suaranya. Pria itu masih juga bertanya.

Hanya saja, berbicara dengan Velia rasanya lebih mending daripada berbicara dengan orang-orang di sekolah ini. Sekolah swasta seperti ini ternyata banyak juga orang yang suka membully, Raka pikir hanya ada di sekolah negeri saja. Sama saja rasanya baik dia di sekolah lamanya dan sekolah barunya, tak ada yang berbeda.

Pertanyaan Raka sama sekali tak dijawab oleh Velia, dia jelas heran melihat Velia yang hanya diam saja saat dia ajak mengobrol. Hal itu jelas membuat Raka mengernyit heran, dia sama sekali tak berbicara kasar, tapi kenapa gadis di depannya itu malah terlihat ketakutan? Apa dia terlihat menakutkan? Apa mungkin Velia takut melihat wajahnya?

"Lo takut sama gua?" tanya Raka membuat Velia seketika mendongak menatap wajah pria itu. Velia tak takut, hanya saja tak biasa berbicara seperti ini dengan orang, dia serasa dihargai.

Mata gadis itu menatap wajah Raka yang sama halnya seperti kemarin, wajah Raka juga lebam. Velia tak tahu kenapa bisa wajah pria itu lebam, bahkan lebamnya di tempat yang berbeda. Apa mungkin pria ini suka berantem dengan orang?

"Bukan, gue ... gue kaget ada yang mau ngobrol sama gue," ungkap Velia.

Ungkapan itu membuat Raka mengernyit heran, memangnya ada yang salah mengajak Velia mengobrol? Bukankah ini hal biasa? Apa saja yang dilalui gadis gemuk ini selama sekolah di sini?

"Gue gak ngerti lo ngomong apa," ucap Raka.

Dia sama sekali tak paham dengan pernyataan Velia, tak mungkin orang di sekolah ini berbicara kasar padanya. Raka saja yang dulu sangat nakal di sekolah lamanya, masih ada yang mengajak mengobrol.

"Oh, itu—"

"Lo kayaknya kaku kalau ngomong sama gue, kenapa? Perasaan gue gak ngapa-ngapain lo, deh," tutur Raka memotong perkataan Velia. Sungguh, Raka tak suka mendengar Velia berbicara seperti orang ketakutan padanya.

"Mau kenalan dulu? Tenang, gue gak akan ngapa-ngapain lo, kok. Gue gak kayak cewek kemarin. Gue Raka," imbuh Raka menyodorkan tangannya pada Velia.

Sedikit takut berkenalan dengan Raka tak sesuai ekspektasinya yang berharap tak sejahat teman sekelasnya, Velia menerima uluran tangan Raka.

Gadis itu berkata, "Gue Velia."

"Nama lo cantik," ujar Raka setelah mengetahui nama Velia.

"Tapi orangnya gak cantik," balas Velia sontak membuat Raka mengernyit heran.

Pria itu meneliti wajah Velia yang memang berjerawat. Sekali pun wajah Velia berjerawat, tapi wajahnya tak hitam, mungkin hanya tubuh gadis ini yang sedikit berisi sehingga dia sering dibully.

"Siapa yang bilang lo jelek?" tanya Raka.

Pria itu menarik tangan Velia untuk duduk di tempatnya tadi duduk, sementara dia duduk di meja tepat di depan Velia. Tak nyaman rasanya berbicara sambil berdiri, belum lagi waktu masuk kelas sisa lima belas menit, sedangkan Velia belum juga makan.

"Banyak, gue jelek. Jerawatan, hitam, terus gendut juga," jawab Velia sukses membuat Raka tertawaan kecil.

"Jerawatan itu wajar, gue aja dulu sering jerawatan. Sering-sering aja cuci muka, biar bersih dan jerawatnya gak muncul lagi. Banyak orang jerawatan, tapi tetap cantik," kata Raka memberikan saran.

Menuru pria itu, tak seharusnya masalah jerawat seperti itu dipermasalahkan, toh semua orang juga merasakan yang namanya jerawat.

"Tapi gue gendut," cicit Velia.

"Gemoy, bukan gendut. Mereka yang bilang lo gendut itu, berarti matanya katarak. Bahkan ada yang lebih gendut dari lo," balas Raka lagi mencoba membuat Velia percaya diri akan tubuhnya saat ini.

"Tapi—"

"Udah, mending makan aja. Gak usah mikirin perkataan orang-orang, yang jalanin hidup itu lo, bukan mereka. Kalau mereka cuma ngejelekin, itu berarti mereka iri sama lo."

Mata Velia berbinar mendengar perkataan Raka, tak biasanya ada orang yang memberikan dia motivasi seperti ini, yang selalu dia dengar hanya makian dari teman-teman sekelasnya.

"Makan yang banyak, Gemoy. Gak usah dipikirin, nanti sakit. Lebih bagus mulutnya dipake makan daripada dipake buat nyinyir orang," pungkas Raka.

Panggilan gemoy dari Raka membuat pipi Velia bersemu merah, belum pernah dia merasakan dihargai seperti ini, belum pernah dia diberikan berbagai kata motivasi. Velia benar-benar tak menyangka, masih ada yang peduli padanya, masih ada yang memberikan dia motivasi untuk membiarkan mulut-mulut jahat menghinanya dan orang itu adalah Raka, orang yang baru saja Velia lihat kemarin dan baru tahu namanya hari ini.

Gadis itu berharap, Raka bisa memberikan dia motivasi yang lebih dari ini agar dia bisa menghadapi banyaknya cacian dari orang-orang yang membencinya.

***

Halooo

Akhirnya aku bisa update lagiiiiiii

Siapa yang nungguin Velia update?

Yuk jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

I'm (Not) FatWhere stories live. Discover now