Sembilan

935 103 22
                                    

"Velia!"

Suara papanya memanggil dengan menggelegar, membuat Velia yang tengah mengerjakan tugasnya langsung berhenti. Gadis itu menghela napasnya kesal lantaran harus diganggu saat mengerjakan tugas.

Kemudian suara papanya kembali terdengar memanggilnya, membuat Velia dengan gerakan cepat keluar dari kamarnya, menghampiri papanya yang memanggilnya di lantai bawah. Kala Velia sampai di depan papanya, mata papanya menatap Velia tajam.

"Kenapa—"

Belum selesai Velia bertanya, kini tamparan dari Vero mengenai pipinya, sudut bibirnya bahkan sobek dan mengeluarkan darah. Sementara Yona yang melihat itu terkejut, Velia sudah cukup sering ditampar oleh suaminya, tapi jarang Yona melihat Velia dipukul sekencang ini hingga sudut bibirnya berdarah.

"Mas!" pekik Yona dan langsung menghampiri Velia, memegang pipi Velia, meneliti bibir Velia yang berdarah.

Gadis bertubuh gempal itu tersenyum kecil, kemudian menepis pelan tangan mamanya, dia tak suka diperhatikan seperti ini, karena nyatanya kedua orang tuanya jarang memperhatikan dirinya.

"Kamu gak pa-pa, 'kan?" tanya Yona.

Sekali pun Velia tadi menepis tangannya, Yona tetap bertanya, matanya juga menatap Velia khawatir.

"Aku rasa, Mama pasti senang lihat aku kayak gini," kata Velia.

Yona menggeleng pelan, dia tak senang melihat anaknya seperti ini, dia tak suka lihat anaknya ditampar seperti ini. Namun Velia, dia tak peduli dengan mamanya yang khawatir, percuma khawatir seperti ini, ujung-ujungnya dia akan disalahkan.

Gadis itu kemudian menatap papanya tak kalah tajam, dia kini tak peduli akan dosa, asal bisa membalas tatapan tajam papanya.

"Udah puas mukul aku? Papa senang?" Velia bertanya, membuat papanya kembali mengangkat tangannya, siap untuk memukulnya.

Velia sama sekali tak gentar, dia masih menatap papanya, menunggu papanya memukulnya lagi, tetapi papanya malah menahan tangannya.

"Pukul aja sepuasnya, Pa. Aku ikhlas, toh aku anak gak tahu diri, anak yang bisanya ngebantah mulu," ucap Velia membuat Vero menggeram kesal.

"Kenapa kamu pulang? Hah? Acara belum selesai, Velia!"

Suara papanya yang keras sama sekali tak membuat Velia takut, dia sudah sering mendengar papanya memarahinya bahkan membentaknya. Pertanyaan papanya yang mengalihkan pembicaraan membuat Velia tertawa kecil, hal itu membuat Vero mengepalkan tangannya.

Kalau saja di sini tak ada Yona, bisa saja Vero memukul Velia lagi, mungkin hingga Velia sadar akan kesalahannya.

"Aku gak dianggap, untuk apa aku terus-terusan di sana?" kata Velia membuat Vero kesal.

"Gak dianggap apa? Hah? Kamu sendiri yang merasa gak dianggap," balas Vero.

"Iya, kah? Yakin Papa anggap aku di sana? Sepanjang acara, Papa sama sekali gak ngenalin aku ke siapa pun, Mama cuma sibuk dengan teman-teman sosialitanya. Papa lebih pilih mengenalkan kak Sarah yang cantik jelita pada teman-teman papa daripada mengenalkan aku. Aku juga sadar diri, udah jelek, gendut, masih mau berharap dikenalkan? Papa pasti malu." tutur Velia.

"Gak ada yang malu, Velia!" pekik Vero. Dia tak suka mendengar anaknya berkata seperti itu.

"Tapi nyatanya Papa sama Mama malu," balas Velia.

Hal itu membuat Yona menggeleng pelan, dia sama sekali tak malu memiliki anak seperti Velia. Sedangkan Vero menghela napasnya kesal.

"Alah, itu cuma firasat kamu aja," ucap Vero memutar balikkan fakta.

"Apa benar Papa sama Mama gak malu?" tanya Velia, dia menatap mama dan papanya bergantian, membuat mamanya kini menangis di pelukan kakaknya.

Sarah hanya diam saja, dia tak mau ikut campur saat ini, dia tahu pasti Velia tak ingin dia bersuara, Sarah membiarkan Velia untuk mengeluarkan uneg-unegnya, agar dia bisa tahu apa yang membuat adiknya itu sering sekali membangkang bahkan hingga kasar pada kedua orang tuanya kadang kala.

"Papa malu punya anak gendut seperti aku, bahkan sampai paksa aku untuk diet tanpa dasar apa pun. Mama juga gitu. Kalian berdua selalu bandingkan aku dengan kak Sarah, selalu anggap kak Sarah lebih baik dari aku, lebih cantik, lebih putih, lebih bisa segalanya. Sedangkan aku, anak paling jelek di keluarga sempurna ini, pastinya hanya akan membuat kalian malu."

Velia menjeda perkataannya, dia menelan ludahnya susah payah lantaran menahan tangis, tenggorokannya terasa begitu sakit, begitu juga dadanya yang sesak lantaran dia bisa mengeluarkan semua apa yang dia pendam.

Kalau seandainya dadanya bisa berbicara, maka Velia akan mendapatkan banyak omelan karena sudah memendam banyak hal yang membuatnya sering kali tersakiti.

"Aku gak dikenalkan sebagai anggota keluarga, aku gak pernah diajak ke mana pun, bahkan sama sekali gak dijadikan salah satu pewaris keluarga ini. Bukankah itu sudah menunjukkan kalau aku gak dianggap di sini?"

Dada Velia kembang-kempis, sementara Vero hanya bisa diam mendengar perkataan Velia yang panjang lebar. Vero sama sekali tak sadar akan hal itu. Apakah benar dia tak mengenalkan Velia sebagai anaknya? Apakah benar dia tak pernah mengajak Velia?

Tak ada anak yang tak dianggap di sini, Sarah dan Velia sama-sama anaknya.

"Kamu ngomong apa, hah? Kamu sama Sarah itu sama-sama anak Papa dan Mama," balas Vero karena tak suka mendengar perkataan Velia.

"Enggak, aku sama kak Sarah beda. Kak Sarah cantik, aku jelek. Kak Sarah bisa segalanya, aku enggak. Kalian tahu gak, apa yang kalian lakukanlah itu buat mentalku hancur sehancur-hancurnya."

Vero menggeleng pelan, begitu juga dengan Yona yang menggeleng. Apa pun yang dikatakan Velia tak benar, kedua anak mereka sama-sama cantik.

"Pikiran kamu yang buat kamu hancur, Velia."

Sarah ikut bersuara, dia tak suka kala Velia membawa-bawa namanya dalam pertengkaran ini. Menurut Sarah, pikiran Velia lah yang membuat dia sering kali merasa tak dianggap.

"Bukan pikiran aku, tapi sikap kalian pada aku. Apa kalian tahu kalau aku insecure? Apa kalian tahu kalau aku sering kali dibully di sekolah? Apa kalian tahu kalau aku sering sekali dihina? Apa kalian tahu itu? Hah? Kalian gak tahu, kalian gak tahu semuanya. Mama sama Papa lebih perhatian sama kak Sarah, melupakan aku, seolah-olah aku bukan anak kalian," tutur Velia lagi membuat ketiga orang itu terdiam.

Vero terkejut mendengar pengakuan Velia, dia sama sekali tak tahu kalau selama ini anaknya mendapatkan perundungan di sekolah, dia sama sekali tak tahu kalau anaknya mendapatkan hinaan di sekolah.

"Velia—"

"Kalian gak akan tahu, karena kalian sibuk nyuruh aku untuk jadi seperti kak Sarah. Kalian semua lebih mikirin cara biar gak malu. Kalian egois, semuanya egois. Papa, Mama, kak Sarah, kalian egois."

Tangis Yona kini pecah sudah, Sarah sendiri memilih diam tak lagi mau berbicara, dan Vero diam saja. Dadanya terasa ngilu setelah mendengar perkataan anaknya, dia tak tahu kalau selama ini anaknya menderita, mengalami hal yang sama sekali tak dia bayangkan.

Apakah dengan hal ini anaknya bisa memaafkan mereka?

***

Alhamdulillah aku up juga

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

I'm (Not) FatWhere stories live. Discover now