Sepuluh

222 46 11
                                    

Setelah kejadian semalam, saat Velia mengungkapkan segala uneg-unegnya, saat pagi pun semua anggota keluarga diam, terutama pada papanya yang dulu sering sekali berbicara saat makan walau itu hanya sekadar untuk membandingkan dirinya dengan kakaknya.

Kalau sarapan biasanya Velia akan memakan banyak nasi, maka pagi ini Velia hanya meminum susu yang sudah dibuatkan untuknya. Gadis bertubuh gempal itu tak banyak bergerak, dia hanya duduk kemudian meminum susunya hingga tandas.

Setelah selesai pun, Velia juga tak banyak bicara, tak pamit dan langsung pergi begitu saja. Hal itu jelas membuat ketiga orang yang masih berada di meja makan itu langsung menghentikan makan mereka.

Vero sudah tak menegur Velia seperti dulu, sudah tak memarahi Velia apabila tak sopan. Vero sadar, apa yang dia lakukan pada anaknya membuat anaknya tertekan, tetapi dia masih tak tahu bagaimana caranya untuk meminta maaf pada Velia. Apakah permintaan maaf darinya akan diterima setelah mengingat segala macam kesalahan yang sudah dia perbuat?

Tak jauh beda dengan Yona, dia sering kali mengikuti perkataan suaminya, sering kali juga membandingkan Velia dengan anak pertama mereka. Yona tak menyangka kalau selama ini Velia memendam semuanya, saking dia lebih peduli pada Sarah, dia dan suami sampai tak peduli dengan apa yang terjadi pada Velia baik itu di sekolah, di luar, atau pun di rumah.

Ketiga tempat itu menjadi neraka bagi Velia, tetapi Velia masih tetap bertahan, walau sebenarnya mentalnya sudah dibuat hancur.

"Aku mau minta maaf sama Velia, secara gak langsung, penyebab Velia seperti ini karena aku, Pa, Ma," ungkap Sarah dengan suara pelan dan tersedikit lirih.

"Apa Velia bakal maafin kita?" tanya Yona pesimis, dia sudah putus asa. Wanita paruh baya itu membayangkan Velia yang tak mau memaafkan mereka.

"Ma, Velia pasti maafin kita," ucap Vero tak ingin putus asa. Mereka hanya perlu memperbaiki semuanya.

"Papa gak capek?" tanya Yona pada sang suami, membuat Vero mengernyit heran mendengar pertanyaannya.

Kalau dibilang capek karena bekerja, jelas saja, Vero capek. Dia butuh istirahat, tetapi tak bisa bermalas-malasan untuk bekerja mengingat ada anak dan istrinya. Namun, kalau Yona bertanya capek dalam hal lain, maka Vero tak tahu harus menjawab apa.

"Capek karena terus-terusan maksa Velia jadi apa yang Papa mau," tutur Yona menjelaskan pada Vero.

Sontak perkataan Yona membuat Vero terdiam seribu bahasa. Velia sepertinya tertekan karena keinginannya, keinginannya Vero yang mau anaknya menjadi wanita cantik, yang mau anaknya dilihat sebagai orang yang paling cantik, sampai tak sadar kalau itu malah membuat salah satu anaknya menderita. Pria paruh baya itu menunduk, matanya menatap pada piring yang masih terisi dengan makanan, menyadari segala kesalahan yang sudah dia perbuat sehingga anaknya menderita.

***

Sarah celingak-celinguk mencari keberadaan Velia, sejak tadi Sarah berkeliling di sekolah Velia, mencari keberadaan Velia yang masih belum dia temukan keberadaannya. Namun, adiknya masih juga belum dia temukan, beberapa kali bertanya kepada siswa, ada yang mengenal Velia dan ada yang tidak mengenal Velia. Jelas saja itu membuat Sarah harus ekstra bertanya.

Gadis itu telah berada di kelas Velia, seperti kata siswa yang tadi dia tanyakan, tetapi keberadaan adiknya itu nihil, Sarah tak menemukan keberadaan Velia.

"Cari siapa?"

Sarah terlonjak kaget, mendengar pertanyaan yang tiba-tiba terdengar di belakangnya. Dia langsung tersenyum kecil pada pria remaja yang bertanya padanya, sepertinya ini kesempatan besar untuk bertanya keberadaan Velia.

"Kamu teman sekelas Velia?"

"Iya, saya Galen."

Pria yang tak lain Galen itu menjawab pertanyaan Sarah, tetapi mata Galen tak berhenti memperhatikan Sarah, mulai dari wajah hingga bobot tubuh Sarah. Wajah Sarah terlihat agak mirip dengan Velia, begitu juga dengan warna matanya yg sangat mirip, hanya saja bobot tubuh gadis di depannya ini berbeda dengan Velia.

"Tahu Velia di mana? Dari tadi saya cari tapi gak ketemu," kata Sarah memberikan Galen menelan ludahnya susah payah.

Galen ingat dengan Velia beberapa hari yang lalu menolongnya, seandainya Velia tak ada, mungkin saja Galen tak bisa pulang ke rumah. Namun, sampai sekarang pria itu masih belum mengucapkan terima kasih pada Velia, dia gengsi, malu juga kalau ada yang melihat atau mengetahui kalau dia mengucapkan terima kasih pada Velia.

"Velia—" Galen hanya menyebut nama Velia, matanya melirik pada teman-teman sekelasnya yang melihat dia berinteraksi dengan gadis yang mirip Velia.

Tapi, belum selesai Galen berucap, gadis di depannya langsung tersenyum lebar dan meninggalkan dirinya.

"Velia!" teriak Sarah, membuat Velia yang tadinya berniat untuk bersembunyi urung saat melihat kakaknya.

Tadi setelah makan siang di belakang sekolah, Velia kembali ke kelasnya, tetapi malah melihat kakaknya mengobrol dengan Galen.

"Kakak cariin kamu dari tadi, masuk kemari udah izin sama guru juga, kakak mau ngajak mau ke suatu tempat," tutur Sarah sama sekali tak direspon oleh Velia.

"Ngapain kak Sarah ke sini? Gak usah ajak aku kemana-mana deh," balas Velia. Dia sungguh tak suka melihat keberadaan kakaknya di sini, belum lagi kini beberapa pasang mata melihatnya dan Sarah.

Oh, mungkin saja orang-orang berpikir kalau perbandingan dia dan sang kakak bagai langit dan bumi.

"Pulang aja, Kak. Aku masih ada jadwal siang ini."

"Kakak mau ngajak kamu—"

"Mau ngajak aku dalam rangka apa? Gak mungkin sebagai penebus dosa, kan? Udah lewat juga, sadarnya baru sekarang."

Balasan Velia membuat Sarah terdiam, bukankah memang ini seolah-olah dia mengajak adiknya sebagai penebus dosanya? Padahal sebenarnya tidak, hanya saja Velia atau mungkin orang lain berpikir seperti itu.

***

Yahoooooo

Aku update lagi setelah kemarin-kemarin aku lembur.

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Jangan lupa Check Out novel KALILA di Shopee atau Tiktok

Bye bye

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I'm (Not) FatWhere stories live. Discover now