6

3K 322 21
                                    

20 Desember
1042 words
.
.
.

Zhuocheng bersandar lemas pada pohong besar di pinggir jalan, sementara Xiao Zhan masih belum sadar terbaring disampingnya.

Matanya menatap kosong kedepan dengan sebuah kertas di kepalan tangannya. Ia sudah lelah berteriak dan menangis, dalam sekejap desanya, keluarganya, tetangganya, orang tua temannya, lenyap. Dalam artian mereka meninggal dunia. Hanya tersisa dirinya dan Xiao Zhan yang entah bagaimana bisa selamat, mungkin dewa melindungi mereka.

Tangannya membuka kertas yang sudah kusut terkemas itu, Zhuocheng membacanya dengan lirih.

Tao Hua Yuan, distrik Hei Tu, Beijing.

'Apa maksudnya ini? Kenapa tuan Xiao memberiku sebuah alamat? Apakah aku harus kesana dengan Xiao Zhan?'. Batin Zhuocheng.

Ia bisa saja pergi kesana setelah matahari terbit besok dengan kendaraan umum. Tetapi mengingat temannya masih belum siuman, lebih baik Zhuocheng mengistirahatkan dirinya juga.

Bohong apabila dia bilang dia baik-baik saja, nyatanya mentalnya saat ini terguncang. Tapi Zhuocheng adalah seorang pemuda tangguh yang hobi mengumpat, setidaknya hatinya jadi kuat.

"Eungh...".

Zhuocheng menoleh mendapati Xiao Zhan yang tersadar sembari memegangi kepalanya.

"Xiao Zhan? Kau sudah sadar? Bagaimana perasaanmu sekarang?". Tanya Zhuocheng.

Xiao Zhan mengerjapkan matanya, menatap Zhuocheng dengan bingung.

"A-Cheng?". Tanya Xiao Zhan balik dengan nada yang hampir tidak terdengar.

"Iya ini aku!". Jawab Zhuocheng mantap.

"Ada apa?".

"Desa kita di serang sekelompok orang misterius, suara tadi yang kita dengar adalah ledakan bom. Orang tua kita dan warga desa habis terbantai hanya tinggal kita berdua". Jawab Zhuocheng dengan nada bergetar.

Mata Xiao Zhan memerah, air mata kembali menggenang. Tangannya kembali gemetar.

"Hei.. Hei.. Tenanglah Xiao Zhan". Zhuocheng berusaha menenangkan Xiao Zhan, ia tidak mau temannya itu kembali pingsan.

"Aku sempat bertemu dengan ayahmu, dan dia memberikan sebuah alamat. Kupikir keluarga ku selamat, tapi mereka juga tertembak". Ujar Zhuocheng.

"Alamat apa itu?". Tanya Xiao Zhan.

Zhuocheng menyerahkan kertas kusut itu kepada Xiao Zhan, sedetik kemudian kepala Xiao Zhan terserang rasa sakit kembali setelah membaca alamatnya. Pemuda maniak ungu itu kaget mendapati temannya mengerang sambil menjambak rambutnya sendiri.

Beberapa detik akhirnya Zhuocheng berhasil menenangkan Xiao Zhan.

"Lalu kita harus apa sekarang?". Tanya Xiao Zhan lemah.

"Kita pergi ke alamat ini besok pagi, sekarang kita perlu mencari tempat sembunyi". Jawab Zhuocheng.

"Tidak menguburkan dulu mereka?".

"Jangan gila, kau mau mengubur orang satu desa?".

"Orang tua kita?". Xiao Zhan tertunduk, air mata mengalir dari mata rusa yang biasanya berbinar cerah.

Zhuocheng menghela nafas.

"Mereka ikut terbakar bersama rumah, anggap saja sudah di kremasi". Jawab Zhuocheng sembari mengusap punggung Xiao Zhan.

"Ayo, sebelum seseorang menemukan kita".

Kemudian kedua pemuda itu beranjak meninggalkan desa mereka, berjalan jauh kedalam hutan.

Untitled [ YIZHAN ] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang