Pertemuan pertama

1.2K 58 0
                                    


Maaf book ini buna republish
New book is begin!
Ayo vote sebelum baca
Buna kembali dengan book brothership












Let's start!





"Jazil ambil beras,"

"Huda ambil minyak,"

"Jadid ambil sabun,"

Ketiga pemuda yang disebut namanya segera melaksanakan tugas sesuai yang diperintahkan kakak kedua mereka. Rezfan Assyauqi, anak kedua dari lima bersaudara yang saat ini sedang berjalan menuju stan sayur dan juga daging. Dibelakangnya ada sang kakak tertua, Armada Azzikri, yang mendorong troli belanja mereka. Kelima bersaudara itu sedang berbelanja kebutuhan bulanan mereka di sebuah supermarket.

"Bang Mada mau beli semangka lagi?" Tanya Rezfan sambil melirik sang kakak yang sedang memilih buah semangka.

Mada mengangguk, "Abang mau coba yang kuning, Fan. Sekali-kali coba yang beda," jawab Mada dengan tangannya yang memasukkan dua buah semangka. Rezfan hanya mengangguk saja mengiyakan ucapan sang kakak.

Drttt drtttt

"Kenapa Did?" Tanya Rezfan saat mengangkat panggilan dari Jadid, adik bungsunya.

"Bang Rez, ini sabun cuci piringnya mau yang mama lemon atau papa lemon?"

Dahi Rezfan mengernyit mendengar pertanyaan Jadid.

"Terserah lo deh, Did," jawab Rezfan yang terlalu malas meladeni pertanyaan random adiknya.

"Jadid beli dua-duanya ya, bang. Kasihan biar nggak jadi janda sama duda,"

"Terserah lo ah, nggak usah lama-lama. Awas lo kalo telat," Rezfan pun segera mengakhiri penggilan. Setelah merasa cukup membeli sayuran dan daging, Rezfan mengajak Mada mengantri di kasir sembari menunggu ketiga adiknya.

"Ini mereka kemana sih?" Gerutu Rezfan yang mulai kesal.

Tak lama, Jadid dan Jazil datang dengan membawa barang yang dipinta Rezfan tadi. Kini mereka tinggal menunggu Huda yang tak kunjung-kunjung mendekat.

"Ketemu Huda nggak tadi?" Tanya Razfan oada Jazil.

"Tadi gue liat dia lagi milih minyak bang. Tapi nggak tau sekarang kemana," jawab Jazil sambil mengangkat bahunya.

"BANG MADA!!"

"Astaga Hudaaa!!" Ucap Mada kaget melihat Huda yang datang  dari luar dengan raut wajah cemas. Bukan hanya Mada, Jazil, Jadid, dan Rezfan pun ikut terkejut melihat sesuatu di kedua tangan Huda.

*"""""*

Suasana hening mendominasi diruangan serba putih itu. Mada duduk bersandar disofa. Tatapannya mengarah pada buntalan lemak di sampingnya. Tangannya mengusap lembut pipi yang cukup gembul dari balita yang sedang tertidur itu.

"Hiks...hiks..." Isakan lirih masih terdengar dari bibir mungil Semerah ceri itu. Mada berinisiatif menepuk pelan pantat balita itu untuk menenangkannya.

"Bang, mereka kasihan, ya," Mada menoleh menatap Huda yang sedang duduk disamping brankar. Tatapannya menatap prihatin ke arah balita mungil yang terbaring diatas brankar dengan jarum infus yang menancap di tangan gempal itu.

Kedua balita itu lah yang menjadi sebab Huda dan Mada berada disini. Saat berbelanja tadi, Huda memergoki seorang balita yang sedang berusaha mengambil sebungkus roti. Setelah di amati, Huda menerka bila umurnya masih lima tahunan. Huda berniat membantu balita itu mengambil roti yang diinginkannya. Namun baru saja Huda menyapa, balita yang sudah berhasil mengambil roti itu justru berlari menjauh. Huda terkejut melihat balita itu berlari keluar. Entah karena apa, Huda berlari menyusul balita itu. Dilihatnya balita itu memasuki sebuah gang disamping supermarket. Karena penasaran, Huda pun diam-diam mengintip ke arah gang itu. Betapa terkejutnya ia melihat balita yang mengambil roti tadi sedang menangis sambil memeluk balita lain yang sudah tak sadarkan diri. Bergerak cepat Huda mendekati kedua balita itu. Ia menggendong balita yang tak sadarkan diri serta menuntun satunya. Ia berjalan cepat kembali memasuki supermarket untuk menghampiri kakaknya.

"Iya kasihan sekali, kira-kira dimana orang tuanya?" Gumam Mada yang masih bisa didengar oleh Huda.

"Eungh..." Lenguhan kecil dari balita yang tertidur di atas brankar menarik perhatian Huda dan Mada. Dengan sabar Huda menanti sepasang mata itu terbuka. Mata jernih dengan iris mata coklat madu itu menatap sekitar. Tatapannya terhenti pada sosok remaja yang sedang mengulas senyum manisnya.

"Hai adik kecil, butuh sesuatu?" Tanya Huda lembut.

"Je...Je...hiks...Je....hiks..." Huda gelagapan saat balita itu malah menangis. Huda menoleh ke arah Mada meminta bantuan. Mada segera bangkit mendekat. Dengan perlahan, Mada mengangkat balita itu ke gendongannya. Menepuk pelan punggung sempit sambil mengayunkan perlahan ke kiri dan ke kanan.

Ceklek

Huda dan Mada serempak menoleh begitu mendengar pintu terbuka. Dilihatnya ketiga saudaranya yang lain sudah datang dengan sebuah rantang makanan di tangan Razfan. Razfan mendekati Mada yang masih menenangkan balita itu, sedangan Jadid dan Jazil mendekati balita satunya.

"Gimana kata dokter bang?" Tanya Razfan.

"Yang ini agak demam, imunnya lemah. Yang itu kecapean dari tadi nangis terus. Kata dokter keduanya kekurangan gizi dan mungkin kelelahan," jawab Mada. Razfan menatap sendu ke arah balita yang sedang meletakkan kepalanya di pundak Mada itu.

Jadid dan Jazil yang mendengarnya ikut menatap ke arah balita di sofa. Balita itu bergerak gelisah saat jari Jadid menusuk-nusuk pipi itu. Tak lama sepasang mata itu terbuka memperlihatkan manik mata sebening madu yang sama persis dengan balita di gendongan Mada. Melihat ada orang asing disekitarnya, mata balita itu seketika berkaca-kaca dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Hiks....huweeeeeeee!!!" Tangis keras balita itu mengangetkan mereka. Jazil dengan spontan mengangkat balita itu kedalam gendongannya. Tak lupa memberikan tatapan tajam pada adik bungsunya yang malah tersenyum tanpa dosa.

Tangisan dari balita itu mengundang balita satu lagi untuk ikut menangis keras. Mereka berlima kelimpungan mencoba menenangkan kedua balita yang menangis keras. Bahkan saking kerasnya, beberapa pasien dari ruang sebelah sampai datang untuk melihat apa yang terjadi.

Dan itulah awal mula dari pertemuan kelima saudara itu dengan dua balita yang kelak menjadi bagian dari keluarga kecil mereka. Tanpa sosok ayah maupun ibu, hanya ada mereka satu sama lain yang saling melengkapi.




Brother and TwinsWhere stories live. Discover now