Chap 6: Ketukan tengah malam

327 36 0
                                    

Happy reading


Let's Start

*

*

*

*

*

*

*

*

Cuaca malam ini nampaknya cukup buruk. Hujan deras telah mengguyur bagian bumi semenjak sore. Hingga menjelang isya' hujan tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Keluarga kecil bujang kita saat ini baru saja melaksanakan makan malam bersama dengan anggota yang tak lengkap.

Hanya ada Rezfan, Huda, Jadid, serta si kembar Je-Ju di rumah. Si sulung dan anak ketiga, Mada serta Jazil masih memiliki urusan di kantor dan kampus mereka.

"Huhhhh....dinginnya..." Ucap Huda sembari menggenggam sebuah gelas berisi teh panas. Panas yang menjalar di bagian gelas ia gunakan untuk menghangatkan tangannya. Ia saat ini sedang berada di ruang keluarga sembari menonton sinetron, dengan tubuh terbungkus selimut layaknya kepompong.

"Nih, abang bikin mendoan, lumayan buat anget-anget," Rezfan yang baru datang dari dapur meletakkan sepiring mendoan di atas meja. Di belakangnya ada Jadid yang membawa mangkuk berisi sambal.

"Je-Ju mana?" Tanya Jadid sambil mendudukkan diri di samping Huda. Tangannya meraih sebuah hoodie yang terlipat di atas sofa.

Huda mengambil satu buah mendoan kemudian mencocolkannya pada sambal sebelum berucap, "Ke kamar, mau liat anaknya katanya."

"ABANG HUWAAA!!" suara tangisan Juna mengurungkan niat Rezfan yang hendak melahap mendoan. Ia bergegas berlari ke lantai atas untuk mengecek keadaan si kembar.

"Je-Ju?! Kenapa?!" Tanya Rezfan panik.

Terlihat dua bocil beda warna rambut itu sedang berlutut di depan kasur Juna.

"Kenapa?" Tanya Rezfan sambil berjalan mendekati si kembar.

"Hiks...abang, piyik ndak mau gerak...hiks.." isak Juna sambil menunjuk anak ayam pink yang meringkuk di atas kasur. Rezfan memajukan wajahnya untuk melihat dengan lebih jelas.

"Kok bisa gini? Kenapa?" Tanya Rezfan sambil menyenggol anak ayam yang hanya diam itu. Bahkan sensasi basah bisa Rezfan rasakan kala jarinya bersentuhan dengan bulu berwarna pink itu.

"Tadi Juna pindahin ke kasur abang, biar anget. Tapi piyiknya malah kabur...hiks..." Jawab Juna dengan sedikit terisak.

"Di lepas dari kandang ya pasti? Tapi kok bisa basah gini?" Tanya Rezfan lagi. Ia memindahkan anak ayam itu ke kandangnya lagi. Seharusnya Juna tak perlu memindahkan anak ayamnya, karena kandang piyik sudah dipasangi lampu pijar untuk menghangatkan ayam kecil itu ketika malam.

"Tadi piyik silaturahmi sama kakan abang. Jadinya basah begitu," jawab Jena sambil menunjuk akuarium bulat di meja belajarnya. Terlihat air di dalamnya sedikit keruh, mungkin karena baru saja di masuki piyik yang kotor.

"Juna, lain kali nggak usah dipindah. Kandangnya piyik udah anget kok. Kalau Juna pindah, malah nanti eek di selimut, emang Juna mau?" Nasihat Rezfan. Ia menghela nafas lega melihat anak ayam itu masih menunjukkan tanda kehidupan.

"Hiks...ndak abang," jawab Juna sambil mengusap air matanya.

"Pinternya. Sana kalian turun, abang bikin mendoan. Biar abang gantiin air kakan dulu," kata Rezfan. Si kembar Je-Ju mengangguk. Keduanya berjalan beriringan meninggalkan Rezfan yang mengganti air cupang Jena.

Brother and TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang