Happy reading
Jangan lupa baca notenya juga
Let's Start
*
*
*
*
*
Suasana hening menyelimuti sebuah kamar. Keadaan kamar yang gelap dengan cahaya kecil dari beberapa tempelan glow in the dark, menambah kesan suram dari kamar itu. Seakan menggambarkan keadaan hati sang empu yang saat ini tengah menopang dagu di jendela. Tatapannya sendu mengamati setiap tetesan air hujan yang menetes di luar.
Ceklek
Rezfan yang membuka pintu menghela nafas ketika melihat punggung adiknya. Ia berjalan guna meletakkan nampan yang dibawanya di atas nakas sebelum menghampiri si mantan bungsu yang sedang melamun.
"Jadid..." Jadid sama sekali tak menoleh saat merasakan sentuhan lembut di bahunya. Ia juga tak menggubris panggilan kakak keduanya, membuat Rezfan kembali menghela nafas.
"Jangan murung terus dong. Kaya bukan Jadid yang abang kenal, tau," Rezfan mencoba mengajak Jadid berbincang. Tapi masih belum ada balasan dari lawan bicara, hanya senyum tipis yang bahkan terlihat terpaksa di mata Rezfan.
"Makan yuk, udah seharian kamu belum makan, lho," bujuk Rezfan.
"Jadid nggak laper, bang," tolak Jadid lirih.
"Hah..." Rezfan menghela nafas sekali lagi. Jadid jadi begitu pemurung setelah kejadian yang menimpanya kemarin. Bahkan seharian ini remaja itu sama sekali tak mau keluar kamar. Bahkan, kalau saja Rezfan tak membuka kamar Jadid dengan kunci cadangan, pintu berwarna putih itu pasti taj akan terbuka.
Puk
Rezfan menoleh dan mendapai Mada yang baru saja pulang kerja. Dengan isyarat mata, Mada meminta Rezfan menyerahkan urusan Jadid padanya. Rezfan mengangguk dan keluar dari kamar. Tak lupa mendaratkan sebuah kecupan kecil di surai biru yang masih terlilit perban putih itu.
"Pindah kasur dulu, ya," ucap Mada. Jadid tak membalas namun juga tak menolak ketika Mada menuntunnya ke kasur. Jadid duduk bersandar pada headbed dengan tatapan menunduk, menatap jari-jarinya yang saling bertautan.
Mada mendudukkan diri disamping Jadid sambil mengusap dengan lembut surai biru itu.
"Kenapa? Kenapa murung terus, hem? Bukannya dokter bilang minggu depan Jadid masih bisa ikut turnamen?" Tanya Mada.
Dokter berkata kaki Jadid hanya terkilir saat melompat dari motor kemarin. Sedangkan untuk luka di kepalanya, Jadid dapat karena terbentur aspal cukup kuat.
Mada sudah meminta polisi menyelidiki orang yang membuat Jadid jatuh dari motor. Jadid bisa mengenali orang itu karena melihat ada stiker lambang salah satu tim basket di bagian belakang motor yang menyerempetnya. Begitu juga Satria yang kebetulan lewat di tempat Jadid jatuh, ia bahkan mengatai orang itu tolol, karena membiarkan stiker pengenal itu terlihat.
Kembali pada Mada yang masih mencoba menghibur Jadid.
"Sama aja, bang. Jadid udah nggak punya waktu lagi untuk latihan...udah pasti tim Jadid bakal kalah..." Lirih Jadid dengan suara bergetar. Sepertinya remaja itu menahan tangisannya.
"Jadid...mau kalah ataupun menang, itu hal biasa dalam sebuah pertandingan. Yang lebih penting adalah usaha yang udah Jadid kerahkan untuk melewati pertandingan itu," Mada mencoba memberi pengertian pada Jadid.
YOU ARE READING
Brother and Twins
FanfictionFollow sebelum baca yuk hehe😅 Not BxB Story only in wattpad --------------++++++++------------------- Berawal dari ketidaksengajaan berujung terjalinnya sebuah hubungan Nasib Mada dan saudaranya itu sama dengan nasib si kembar Je-Ju, hanya saja kea...