Chap 3: Bully

394 35 0
                                    

Happy reading








Let's Start

*

*

*

*

*

Brukkk

"JENAAAA!!" Pekik Juna begitu melihat kembarannya jatuh terduduk. Jena meringis merasakan sakit pada bokongnya. Juna menatap tajam tiga orang siswa yang menjadi sebab kembarannya terjatuh. Juna membantu Jena berdiri kemudian membersihkan bagian belakang celana Jena yang terkena debu.

"Jena oke?" Tanya Juna cemas.

"Oke," jawab Jena sambil tersenyum. Ia beralih menatap ketiga siswa yang merupakan kakak kelasnya. Raut wajahnya berubah suram. Ia menghela nafas lega saat mengetahui bekal makan siangnya masih aman.

Saat ini Je-Ju hendak menuju ke kantin. Niatnya mereka ingin makan siang di sana. Tapi, ketika melewati lorong kelas 4 yang sepi, ketiga kakak kelasnya ini malah menghadang jalan mereka.

"Eh, eh liat deh. Warna rambutnya kaya arumanis gitu, hahaha," ucap salah satu siswa dengan nada penuh ejekan.

"Kebagusan kalo arumanis, Bim. Itu namanya rambut nenek, hahaha," timpal siswa bertubuh gempal sambil tertawa.

"Jangan-jangan mereka aslinya botak, terus di tempelin rambut nenek biar nggak keliatan botaknya," tawa mereka kembali pecah setelah mendengar ucapan satu siswa yang belum menyuarakan suaranya tadi.

Juna hanya menatap tiga orang itu malas, sedangkan Jena sudah mati-matian menahan air matanya. Jena memang lebih sensitif dibandingkan Juna, dan Juna tau akan hal itu. Seakan merasakan perasaan tak nyaman kembarannya, Juna lantas menarik tangan Jena untuk berbalik meninggalkan ketiga siswa tadi.

"Ndak usah di dengerin Jena. Tau ndak, kemarin ada orang salah makan cemilan. Harusnya makanan buat burung malah dimakan, jadinya ngoceh ndak jelas sekarang," sarkas Juna. Juna memang pendiam, tapi ucapannya bisa sangat menusuk apalagi jika ia dan kembarannya di ganggu. Ucapan Juna membuat Jena langsung menatap adik kembarnya dengan tatapan bingung.

"Emang itu bisa di makan manusia, ya?" Tanya Jena penasaran.

"Bisa aja. Tapi cuma berlaku buat orang yang ndak bisa bedain mana cemilan mana bukan," Juna mengalihkan tatapannya pada ketiga kakak kelas yang kini menatap mereka kesal. Juna mengangkat salah satu sudut bibirnya ke atas. Jena yang melihat ekspresi kembarannya pun melongo. Ia ingat sering melihat Jazil mengeluarkan ekspresi seperti itu. Kenapa adiknya bisa?

"Kok bisa? Berarti orang itu ndak bisa liat ya?" Tanya Jena dengan polosnya. Juna merubah senyumnya menjadi senyuman manis saat menatap kembaran polosnya ini. Sebelum Juna menyahut, ucapannya sudah terlebih dulu di potong.

"Maksudnya apaan nih?!" Tanya siswa yang mengganggu mereka tadi dengan sewot. Sebut saja dia Bima. Juna menghentikan langkahnya begitu juga dengan Jena. Juna kembali menatap Bima dan kawan-kawannya.

Juna menatap Bima dengan alis berkerut, "Lho? Kak Bima ikut dengerin juga?"

"Kamu nyindir kita ya?!" Tanya Sandi, si bocah gempal, dengan kesal.

"Nyindir? Kapan Juna nyindir kalian?" Tanya Juna bingung. Ia memiringkan kepalanya, soalnya kalau mau ngikutin Jazil ngangkat satu alisnya ia belum bisa.

Brother and TwinsWhere stories live. Discover now