0.14

114 47 11
                                    


Kini Zea duduk dengan tenang di gazebo, menikmati embun pagi dan pemandangan yang menyejukkan. Kabut tipis menyelimuti udara, Zea duduk santai menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.

 Kabut tipis menyelimuti udara, Zea duduk santai menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hingga datanglah seorang perempuan dengan dayang setianya. Dia adalah Xie ying, anak selir bernama Li Xinyi, memancarkan aura sombong dan semena-mena dalam setiap tindakannya adalah sifat turun menurun dari sang ibu, di balik keangkuhannya, tersembunyi rasa iri yang mendalam terhadap Zea Yin. Xie Ying merasa iri dengan kedekatan antara Zea Yin dan Xi'an Yi, kakak pertama mereka.

Rasa iri ini tumbuh karena Xie merasa tidak mendapat perhatian dan pengakuan yang cukup dari orang-orang di sekitarnya. Kehendaknya untuk mendominasi sering kali muncul sebagai usaha untuk mengatasi perasaan tidak aman yang merasuk di dalamnya.

Senyum Zea sirna begitu Xie ying mulai menghina dirinya, menyebarkan kata-kata pedas yang menusuk hati.

"Bagaimana bisa ayah Zheng memintamu pulang, rayuan apa yang kau gunakan hahh," ucap Xie, ia tak terima jika Zea kembali ke kerajaan. Rencana mengantikan posisi Zea sebagai anak permaisuri akan sia-sia nantinya.

"Pastinya dengan hal yang tidak bisa kau lakukan," semirik kecil tercipta. Zea menjawab dengan kata-kata yang tajam.

Pertukaran kata-kata itu menciptakan ketegangan di gazebo, namun Zea tidak gentar. Dengan berani Zea menunjukkan bahwa kekuatan bukan hanya terletak pada fisik, tetapi juga dalam kebijaksanaan dan sikap yang kokoh.

Xie ying merasa malu dengan balasan Zea, meninggalkan gazebo dengan marah, diikuti oleh dayangnya yang terkesan. Zea kembali menikmati ketenangan pagi.

~ ♡ ~

Beberapa saat Zea Merasa bosan dan memutuskan pergi mengelilingi pavilium nya,

Zea melangkah dengan berani mengelilingi paviliun yang baru ia tempati. Semua bagian sudah Zea kunjungi, hingga tiba di tempat latihan prajurit, dia menyaksikan dengan penuh pandangan kearah prajurit yang sedang berlatih.

Suasana berubah ketika Zea mendekati para prajurit. Mereka heran atas kedatangan sosok Zea.

"Ini bukan tempat minum teh nona," ucapnya mencoba menyinggung Zea, tapi Zea tidak mendengarkan omongan prajurit itu, dia mendekati tempat dimana semua pedang disusun rapi, dibedakan dari kualitas pedang tersebut.

Semua tatapan menuju padanya, para prajurit meyakinkan bahwa Zea takkan bisa mengangkat pedang.

"Apa tujuanmu kesini?" salah satu dari prajurit itu bertanya ragu, atas kedatangan sosok Zea kemari, itu menunda kegiatan para prajurit berlatih.

"Sudahlah biarkan saja, lihat apakah dia bisa mengangkat pedang itu."

"Jika memegang pedang saja tidak bisa, lalu bagaimana dia akan menggunakannya." suara tawa terdengar keras.

Mendengar bisikin-bisikan itu, Zea tanpa ragu mengangkat salah satu pedang dengan mudah. "Ternyata pedang ini ringan juga," ucap Zea tanpa memperhatikan sekitar nya.

Walaupun begitu, tertawaan dan ejekan terus mengalir dari mulut para prajurit yang meremehkannya. Zea dengan percaya diri mengajak mereka ke dalam duel. Terdengar celaan terakhir, namun salah satu prajurit akhirnya menerima tantangan itu dengan penuh kepercayaan diri.

Zea tanpa kata-kata, mengayunkan pedangnya terlebih dahulu dengan keahlian dan kehebatan yang mengejutkan semua orang yang hadir. Gerakan lincahnya, kecepatan pedang yang mempesona, dan ketangguhannya membuat para prajurit yang tadinya mencemoohnya terdiam terpana.

Melalui pertarungan yang intens, Zea membuktikan bahwa dia bukanlah sosok yang bisa dihinakan begitu saja.

Kehebatannya mengangkat pedang dan kemampuannya dalam bertarung membuatnya meraih pengakuan di antara para prajurit, yang akhirnya menyadari bahwa Zea bukanlah lawan yang bisa dianggap enteng.

Salah satu prajurit yang menerima tantangan Zea tadi, sudah tergeletak dengan lemas, pedang yang sudah terlempar entah kemana, ia mengakui kalah bertarung dengan Zea.

Sosok di depannya ini hanya tersenyum kecil, membuat semua orang yang melihatnya ngeri. Menyimpan kata hinaan nya yang akan diucapkan.

"Sekarang sudah terlihat bukan, siapa yang tidak bisa menggunakan pedang," dengan segera dia membalikkan badanya dan hendak pergi.

Perajurit yang ditantang tak tadi segera menghentikan Zea. "Saya mengakui kesalahan atas tidakan yang telah saya perbuat, jika nona berkenan mohon maafkan kesalahan saya dan para prajurit yang lainnya," ucap prajurit itu sambil menundukkan badannya.

Zea hanya melalui prajurit itu tanpa menjawab, tapi langkahnya terhenti ketika melihat sosok didepannya.

Jenderal Zheng dengan pengikutnya melihat Zea atas kejadian tadi, sebenarnya tujuan utamanya hanya untuk melihat perkembangan prajuritnya, justru melihat adegan yang membuatnya heran.

Zea yang mengetahui bahwa perbuatan nya tadi disaksikan oleh ayahnya pun hanya bisa menghela nafas pelan.

Padahal Zea tidak berniat menunjukkan kemampuannya dalam berpedang, tetapi dia tidak menghiraukan itu, memilih untuk segera berlalu pergi dari tempat itu.

Menunduk hormat saat tatapan matanya bertemu dengan sang ayah, tidak hanya itu, Zea juga melihat sosok yang pernah dia lihat sebelumnya.

Seorang pria dengan bekas luka didahinya. dia adalah Feng chao yang Zea temui beberapa hari lalu, pertemuan singkat itu ternyata menjadi pertemuan untuk yang kedua kalinya antara dirinya dan Feng.

'Dia' batin Feng dalam hati.

Zea tidak menyangka bahwa Feng adalah prajurit di Kerajaannya sendiri, memang Zea tidak mendengarkan penjelasan Feng terlebih dahulu saat mereka bertemu dihutan.

~ ♡ ~

'Menyebalkan sekali tempat ini, tidak ada satupun tempat untukku merasakan ketenangan,' gerutu Zea sembari mengayun dirinya di sebuah ayunan.

Zea tidak tau akan melakukan sesuatu, andai saja ada hal yang bisa membuat dirinya senang. Dan dia kini hanya bisa berdiam diri ditaman.

Saat Zea sibuk dengan pikirannya, instingnya merasa ada sesuatu yang mendekatinya. Dan benar saja, sebuah anak panah menuju kearahnya, akan tetapi panah itu meleset, dan Zea aman dari serangan itu.

Saat dirinya membalikkan badan, Zea melihat...

hii reader's, uda baca blom chapter 0.13 kemarin, dibaca dong pastinya, nih ucill uda up lagii, banyak yang minta bocoran endingnya nihh, sementara ini cerita kan masi setengah jalan huhu, ucill aja masi bingung loh nentuin alurnya, hadeuhh tap tapi it's okay, ucill usahain biar rajin up yaa, so kalian bisa deh nebak alurnya gimana yaa.

Thank youu

Transmigrasi tak terdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang