0.18

63 10 5
                                    

Angin yang tenang berhembus di antara malam, mengusik daun-daun pohon yang berdesir lembut. Zea berjalan menikmati pemandangan malam yang memesona. Langkahnya ringan saat dia menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan.

Hingga akhirnya, dia sampai di sebuah menara yang menjulang tinggi. Tanpa ragu, Zea mulai menaiki tangga yang terbuat dari batu.

Dia ingin mencapai puncak menara, tempat di mana dia bisa menikmati keindahan rembulan malam yang bersinar begitu terang.

Pemandangan malam yang menakjubkan mulai terbentang di hadapannya, langit yang luas dihiasi oleh gemerlap bintang-bintang, dan bulan yang bersinar begitu terang, menyoroti segalanya dengan cahayanya yang lembut.

Zea duduk dengan anggun di tepi menara. Dia terpesona oleh pemandangan yang menakjubkan di hadapannya.

Sementara itu, angin sepoi-sepoi membelai wajahnya dan menyapu lembut rambutnya yang panjang.

Dengan hati yang penuh rindu, Zea mulai bersenandung pelan lagu-lagu dari masa lalunya. Lagu-lagu itu membawa kenangan manis yang membuatnya merasa hangat di dalam, meskipun dunia di sekitarnya terasa dingin.

Namun, di tengah-tengah kesendiriannya, ia tiba-tiba merasakan kehadiran seseorang di sekitarnya.

Sebuah sentuhan lembut mengusap rambutnya, membuatnya merinding. Zea berbalik perlahan, dan di hadapannya berdiri sosok pria bertopeng yang telah ditemuinya sebelumnya.

Meskipun wajahnya tertutup, Zea bisa merasakan mata pria itu menatapnya dengan penuh kehangatan. Hembusan angin semakin mempercepat denyut jantung Zea.

"Kita bertemu lagi, bukan?" bisik pria bertopeng itu dengan suara yang lembut.

Mereka saling bertatapan, dunia di sekitar mereka seakan berhenti berputar. Zea memandang pria bertopeng itu dengan tatapan tajam.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Zea sinis.

"Aku hanya ingin..."

"Tidak peduli dengan maksudmu. Kau tidak punya hak untuk menyentuhku tanpa izinku!" sahutnya.

Pria Bertopeng itu menjaga suaranya tetap tenang, Zeaea menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.

"Baiklah, aku akan melepaskanmu kali ini. Tapi jangan sekali-sekali melakukannya lagi."

Zea dan pria itu duduk bersama di tepi menara, hening tanpa banyak kata yang terucap di antara mereka. Wajah Zea terpancar rasa penasaran yang dalam.

Dirinya memandang ke kejauhan, lalu memalingkan pandangannya ke arah pria itu.

"Kau tidak mau memperkenalkan diri? Pria tersebut kemudian menatap Zea dengan dingin.

"Karena identitasku bukanlah hal yang penting saat ini."

"Panggil aku apa pun yang kau mau. Namun, nama tidaklah penting," ia mengerutkan kening, tetapi memilih untuk tidak mempermasalahkan hal itu.

"Baiklah. Aku Zea yin, kau bisa memanggilku Zea." ucap nya.

"Kau bisa memanggilku Z'an," Zea yang mendengar itu hanya mengangguk singkat, kemudian kembali terdiam.

Hening kembali menyelimuti mereka, tapi kali ini Zea memutuskan untuk tidak mengejar pertanyaan lebih lanjut.

Zea menyentuh saku roknya, dan ketika dia merogohnya, dia menemukan sehelai sapu tangan yang ia temukan. Dirinya tersenyum, menatap sapu tangan itu dengan perasaan aneh.

"Ini sapu tanganmu?. Aku menemukannya saat dalam perjalanan pulang tadi."

Z'an mendongak dan menatap Zea, mengambil sapu tangan itu dengan lembut.

Transmigrasi tak terdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang