05

1.7K 4 0
                                    

Jangan lupa Vote sebagai uang parkir :v

Selamat membaca..


Roma, italia - 2010

Daun warna orange, kuning dan merah bertebaran di halaman.  Udara terasa sejuk, antara hangat menuju dingin. Sudah seminggu sejak kepergian orang tuanya, Kalara tampak sangat terpukul, melihat tingkahnya belakangan yang sangat tidak berkesan membuat penyesalan itu selalu mendatanginya hampir di setiap tidur. Kejadian malam itu, menyaksikan mayat berserakan di setiap sudut dan ayahnya yang mati di pelukannya, merupakan mimpi yang sangat buruk.
Kekuasaan pemimpin yang di pegang Lucas membuat keluarga Lucas pindah ke rumah Kalara, mereka mengambil alih semua hal, termasuk hak Kalara, Kini Kalara dan Rainey hanya diperbolehkan tinggal di satu kamar saja, kamar orang tua mereka tentu saja sudah diambil alih oleh orang tua Lucas. Mereka sangat tidak bebas seperti dulu. Lucas yang sangat arrogant dan perfeksionis membuat semuanya tunduk dan takut.

Kini Kalara hanya duduk di depan jendela memikirkan bagaimana harus membalaskan dendamnya, melihat satu persatu daun berguguran, mungkin sedikit menghilangkan perih di hatinya. Sejak hari pemakaman Kalara terus memikirkan perkataan Lucas tentang cara balas dendamnya yang sangat keji itu. Tidakkah ada cara lain selain itu? Memainkan perasaan.

Semuanya berkumpul di kepala gadis itu, saling beradu argumen, terasa berisik hingga Kalara pun tak dapat membendung air matanya. Isakan kecil lolos dari bibir Kalara membuat Rainey yang hampir setengah sadar dari tidurnya berusaha bangkit menggapai kursi roda. Kalara yang menyadari adiknya telah bangun terlihat menghapus air mata yang hampir membasahi pipi, menarik senyuman yang sejak kejadian itu sudah hilang dari wajahnya.

"Ada apa?" Tanya Rainey. Kalara yang berusaha memperbaiki duduk Rainey hanya menggelengkan kepala.

"Jangan berbohong, Kalara"

Kalara tidak bisa menahan semua, ia harus mengeluarkan sebagian agar hati dan pikirannya lapang.

"Bagaimana semua ini terjadi Rainey, semuanya terasa begitu cepat, orang tua kita, dan ..."

"Lihat dirimu, kau bahkan tidak bisa berjalan" sambungnya.

Tangis Kalara pecah. Ia sudah tidak bisa membendungnya lagi.

Rainey mengambil tangan Kalara berusah meyakinkannya bahwa dia baik-baik saja, membuat senyum semanis mungkin agar kakaknya tidak berfikir terlalu jauh.

"Aku tidak lumpuh total, Kalara, aku akan berjalan lagi"

"Bagaimana aku bisa membalas mereka, Rainey?" Kalara mengambil obat Rainey yang berada diatas nakas putih disana.

Ketukan pintu menyadari mereka, setelah meminum obatnya Rainey memilih duduk menghadap keluar jendela. Mungkin itu adalah aktivitas paling menyenangkan saat ini.

Kalara membuka pintu dan mendapati seorang pelayan yang sedikit menunduk.

"Anda di panggil tuan Lucas nona, di halaman depan" suara itu terdengar memilukan, bergetar seperti ketakutan.

Kalara mengangguk tanda paham ia kembali menutup pintu dan menguncinya dari luar. Itu bukanlah kejam. Mereka sudah sepakat, Kalara takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan menimpa Rainey.

Seperti berada dirumah orang lain, Kalara tak melihat adanya foto keluarga mereka terpajang lagi ditempat semula. Tangannya mengepal. Marah. Kalara bergegas menuju Lucas berada, pria itu duduk di bangku putih dengan toksedo hitam membalut tubuhnya.

"Why?" Wajah acuh dengan alis yang saling bertautan membuat siapapun yang melihatnya pasti tau itu adalah ekspresi kesal dan marah.

"Oh darling, calm down, kita akan pergi sekarang" Lucas menarik Kalara secara tiba-tiba dan paksa, menariknya menuju mobil, Kalara menolak, gadis itu berusaha melepaskan diri, tapi apakah bisa?

Vindicta - Love In RevengeWhere stories live. Discover now