Chapter 96 Tawaran Gila Bu Dokter

146 7 0
                                    

Setibanya di depan kamar dengan tulisan 225, kami berhenti dan saling tukar tatap. Pria tadi melirik ke arahku, dengan penuh tanda tanya. Padahal aku hanya sekadar bermain-main aja kalau simpati pada dia, akam tetapi sepertinya dia yang bawa perasaan sampai tidak bisa membedakan antara suka maupun tidak.

Tok-tok-tok!
Ketukan pintu pun telah di layangkan, akan tetapi tidak ada repons dari dalam ruangan sana. Seraya menunggu, aku pun tidak bergerak sama sekali dan sekadar menatap apa yang di lakukan oleh pria tadi agar dapat membawa dokter itu datang ke kamar kami.

Tak berapa lama, dia menyalakan sebuah bel dari samping kanan. Suaranya seperti menggema, karena memang sudah sangat larut malam, sehingga orang di dalam tidaj ada repons sama sekali. Beberapa menit setelah itu, barulah seseorang membuka pintu. Ternyata yang berada tepat di hadapan kami adalah pria, dengan bentuk badan sempurna.

Dari ujung kaki sampai ujung kepala, tampak kalau dia sangat hebat dalam olahraga karena hanya memakai bokser warna hitam seperti celana dalam. Sangat ketat, dan wajar saja sudah malam kalau dia berpakaian seperti itu. Kali ini dia menatap kami tanpa ragu, aku pun menoleh kanan dan kiri.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu, dia pun menatap aku beberapa kali, lirikannya pun sangat aneh.

"Pak, istri saya lagi ada di dalam kamar dan butuh bantuan. Apakah bisa bertemu dengan seorang dokter di sini?" tanyaku, kemudian dia memalingkan tatapan menuju ke ruangan.

"Istri saya ada di dalam, kalau kalian enggak keberatan tunggu sebentar agar saya memanggilkan dia dengan segera," katanya, lalu kami pun mengangguk ringan.

Beberapa menit setelah itu dia berpaling dan berjalan memasuki ruangan, langkah kakinya sangat macho, serta pria yang menjadi karyawan di hotel ini seperti gerogi dan menelan ludah. Aku yang merasa penasaran, kemudian mendekat sembari menunggu dokter yang akan datang menyembuhkan istriku nanti di ruang kamar.

"Itu tadi suaminya?" tanyaku pelan, dan si pelayan pun menoleh.

Lalu dia tersenyum, sambil membuang wajah sangat aneh. Anggukan itu sebanyak dua kali, seolah mengiyakan kalau pria tadi adalah suami si dokter. "Aku rasa itu adalah suaminya, tapi berbeda dengan yang pernah aku lihat," jawab lawan bicara.

"Oh, berarti perempuan itu banyak sekali mendatangkan pria-pria tampan di hotel ini, ya?" tanyaku sangat pelan, bukan bermaksud bertanya pada lawan bicara.

"Entahlah, aku pun tidak tahu yang mana satu. Soalnya ... semua tampak macho dan membuat aku tak tahan kalau berada di dekat sini," jawab karyawan itu.

Karena dia sudah berkata sangat aneh, kemudian aku menyentuh bagian belakangnya. Seketika dia menatap aku, dan hanya sekadar diam. Tarikan napasnya terasa sampai lubang hidungku, sepertinya laki-laki di hadapanku adalah Uke yang seperti di katakan oleh kaum pelangi.

"Mas, kamu jangan pegang-pegang nanti ada yang lihat malu, loh," ucapnya sambil tersenyum, dia tak mau kalau di sentuh.

Akan tetapi, tangannya malah memegang tanganku tanpa mau melepas. Aku pun tersenyum, melihat tingkahnya yang sangat manja. Padahal kami belum kenal, aku hanya sekadar menguji apakah dia benar pelangi atau tidak. Ternyata dugaanku benar, dia secara terang-terangan mengatakan kalau suka pada pria yang sangat gagah sepertiku dan pria tadi.

Dari arah dalam, kemudian ke luar seseorang wanita dan aku pun melepas sentuhan tangan dari karyawan tadi. Wanita bersanggul itu menemui, dia membawa beberapa peralatan di sana. Kemudian kami pun saling tukar tatap, karena aku tidak kenal padanya.

"Lelaki macho, ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu.

"Begini, Bu, di kamar ada istri saya yang gak sadarkan diri, sejak beberapa menit kami melaksanakan aktivitas malam dia tak bisa apa-apa, apakah ibu bisa periksa dia sakit apa?" tanyaku, sangat jujur dan polos.

"Boleh bawa saya bertemu dengan istri kamu, Pak?" Dia pun mendongak, aku sepontan megangguk. "Baiklah, kita ke sana saja sekarang sebelum terlambat."

Kami pun ke luar dari lokasi ini dan segera turun ke lantai tiga dengan menaiki lift. Aku berada di samping karyawan tadi, sementara di wanita berada di hadapan. Kami berdua pun turun di lantai tiga, akan tetapi karyawan itu tetap lanjut ke lantai satu untuk bekerja lagi.

Setelah berjalan beberapa menit, tibalah kami di dalam kamar. Dengan cepat aku membuka pintu, "silakan masuk, Bu," suruhku seraya membuka pintu.

"Ya, terima kasih, Pak," jawabnya.

Kami pun masuk ke dalam kamar, kemudian dokter wanita itu melihat sang istri yang sudah berada di dalam kamar tanpa bergerak sama sekali. Lalu, dia memeriksa seluruh badan dari denyut jantung dan beberapa nadinya. Sampai dia menyalakan alat yang telah dia kalungkan di leher, namanya stetoskop.

"Awal mula Istri Bapak ini seperti sekarang kenapa, Pak?" tanyanya sambil memeriksa.

"Kami hanya melakukan hubungan satu kali saja, Bu. Tapi ... memang durasinya hampir tiga jam, dan saya tidak berhenti untuk bergoyang," jawabku polos.

"Apa!" teriaknya. Kemudian dia mengimbuh, "ini sangat gila, kamu bisa tiga jam melakukan ini pada wanita. Hmm ... aku gak pernah bisa membayangkan hal itu," lanjutnya.

"Emangnya kenapa, ya, Bu. Kan, itu adalah hal wajar untuk pria." Setelah berkata, aku pun pindah posisi ke kiri.

Lalu, si dokter membuka celana yang di pakai oleh Innayah. Dia melihat sesuatu dari area itu, ternyata masih basah dan sangat banyak. Seisi ruangan sangat tercium bau aroma cinta, karena kami baru saja selesai melakukan hal demikian.

"Bentuknya jadi seperti ini, tapi bukan masalah. Yang aku tangkap dari keadaan istri Bapak, dia baik-baik saja. Hanya saja, dia kelelahan dan kehabisan stamina. Mungkin besok sudah sadarkan diri," jawabnya sangat gemetar.

Dokter itu pun berdiri di hadapanku, lalu dia melihat badan ini dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Kemudian, dia menarik napas panjang.

"Kalau boleh tahu, Bapak pekerjaannya apa, ya?" tanyanya, membuat aku mengernyit.

"Saya tentara angkatan darat, Bu, kenapa emangnya?" tanyaku balik.

"Ups, pantas saja perkasa banget. Aku sudah tebak, pasti Bapak adalah angkatan kalau bukan pasti Mafia. Tapi ini adalah hal yang wajar, sih, karena seorang tentara memiliki fisik yang begitu macho sampai-sampai begini."

"Hmm ... saya khawatir kalau istri saya kenapa-kenapa, Bu, ini adalah pertama kami saya melakukan. Kalau misalnya ada apa-apa, Ibu akan saya panggil lagi," jelasku sangat takut.

"Ah, Bapak ini takut banget. Pas tadi menggoyang sampai lama gak ada rasa takut. Tetapi giliran istrinya pingsan, malah takut. Ya, udah, kalau gak mau takut sama saya aja biar kita cobain," jelasnya.

"Ma-maksudnya gimana, ya, Bu, saya gak paham," kataku menjawab.

"Lupakan, tadi hanya intermezo. Oh, ya, kamu akan menjadi ayah yang perkasa buat anak-anak kamu." Wanita itu memegang pundakku sebelah kiri. "Kalau kamu kesepian, silakan hubungi nomor ini, selalu aktif dua puluh empat jam dan bisa kamu goyang sampai pagi, Mas!" katanya sambil memberikan kartu nama.

"I-iya, terima kasih kalau mau di goyang," jawabku keceplosan.

"Kalau begitu saya permisi dulu, dan selamat malam tampan ... oh, ya, satu lagi, jaga istrinya baik-baik ya karena dia adalah perempuan yang memiliki badan lemah," ungkapnya kemudian menutup pintu.

Bersambung ...

Seleksi Calon Bintara (SEASON II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang