Doctor Who?

35 2 2
                                    


°°°

Pagi ini, aku dibangunkan oleh suara rusuh dari arah luar kamar. Aku mengembuskan napas perlahan, sedikit kesal rasanya karena aku baru saja tidur.

Aku memaksa mata untuk terbuka, memerhatikan sekitar dan mendapati saat ini baru pukul tujuh pagi.

"Yang benar saja," gerutuku pelan. Aku mengusap wajah beberapa kali sebelum akhirnya beranjak dari kasur, menggeret diri menuju kamar mandi untuk mandi dan ganti pakaian. Aku tatap muka di cermin; dua mata, satu hidung, dua telinga dan satu bibir. Tidak ada yang kurang. Aku baik. Aku mulai membersihkan diri, aku mulai terbiasa membersihkan diri akhir-akhir ini, mengingat aku yang biasanya hanya akan mandi setiap akhir pekan. Mau bagaimana lagi? Semua hal berubah, dan semua aspek dalam hidupku juga berubah sejak aku menginjak rumah perawatan ini.

"Dokter?"

Tok-
Tok-

"Dokter apa Anda sudah bangun?"

Aku mengerjapkan mata karena suara panggilan dari luar; suara wanita yang mulai aku kenali. "Aku sedang mandi, bisa tunggu sebentar? Aku akan temui kau sebentar lagi." Aku menjawab setengah berteriak agar ia mendengar jawabanku.

"Baik, Dok!"

Aku mengangguk sendiri, lega, karena tahu ia mendengarku. Beda sekali ketika aku berada di Rumah Sakit, tidak ada satu juga yang mau mendengar, mereka semua seperti batu. Setelah memastikan tubuhku bersih, aku ganti pakaian dan bersiap lalu segera keluar kamar mandi. Aku tatap lagi diriku di cermin yang lebih besar; berpakaian lengkap, rapi dan tidak ada bau. Rambut juga sudah disisir dan tidak tertempel apa pun. Aku baik.
Aku melangkah menjauh dari cermin, membuka pintu dan segera menatap pada seorang gadis dengan seragam serba putih dan wajah asingnya.

"Selamat pagi," sapaku.

"Selamat pagi Dokter. Saya minta maaf karena harus membangunkan Anda pagi-pagi sekali meski saya tahu Anda baru tiba, hanya saja saat ini kami benar-benar butuh Anda," jelasnya dengan mimik muka penuh rasa bersalah. Aku diam memerhatikan, aku ingat, katanya jika seseorang memasang wajah seperti ini tandanya ia sedang merasa bersalah dan butuh dibantu. Karena aku Dokter yang baik, maka aku tentu saja akan membantu.
Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Tidak masalah, lagi pula perjalananku tidak begitu berat. Apa yang bisa aku bantu?"

"Terima kasih Dokter! Ah, apa Anda ingat beberapa pasien yang datang bersama Anda kemarin? Salah satunya membutuhkan pemeriksaan lanjutan lebih awal untuk dipastikan apa bisa disembuhkan atau harus dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya."

°°°

Aku menatap seorang pria yang tingginya sama denganku, memiliki warna rambut yang sama denganku dan sepasang mata berwarna hijau yang sama denganku. Dalam sekilas, rasanya kami mirip.

Hanya saja saat ini, pria yang ada di hadapanku tengah diikat kaki dan tangannya, tengah diawasi dan akan diputuskan bagaimana kelanjutan hidupnya. Kasihan, menurutku. Kalau saja ia lebih sergap, ia tidak akan berakhir dalam keadaan begini.
Aku mengembuskan napas perlahan, dan setelah mendiamkanku selama beberapa menit, dapat aku lihat ke mana arah matanya memandang; lencana yang aku kenakan di seragam. Lencana yang menunjukkan jika aku adalah salah satu Dokter pengawas dalam rumah perawatan ini.

"Bagus?" tanyaku sembari menatap ke arah matanya.

Ia mengangguk dan tidak berkata-kata. Ia masih bergeming, masih menatap pada lencana berwarna keemasan yang tertempel di bagian dada kiriku. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi lalu menatap wajahku. "Apa mereka tahu kalau itu hasil curian?"

Aku tergelak karena pertanyaan tersebut.

"Darimu? Tidak. Tidak, sayangnya."

Aku tergelak lagi, kali ini lebih kencang karena tengah mengingat bagaimana kejadian saat itu.

°°°

Time and AgainWhere stories live. Discover now