Kelas Bonheur

10 1 0
                                    


°°°

Hari ini hari Selasa, setelah menyanyi bersama pada pagi hari, anak-anak punya waktu bebas untuk bermain sebelum kelas berhitung. Beberapa anak mulai berkumpul mulai sibuk dengan mainan masing-masing hingga seorang anak laki-laki berambut cokelat gelap dengan warna mata senada, yang duduk di depanku, namanya Leonore. Kami memanggilnya Leo, anak yang selalu balas menyapa dengan lantang. Dia bilang bukan laki-laki namanya kalau tidak bisa lantang dan tegas seperti Ayahnya yang bekerja di kepolisian. Aku bersyukur saat dia bilang aku adalah pengecualian, meski tidak tegas dia masih menganggapku laki-laki.



Leo, "Pak Guru!"



"Ya?" Aku menoleh ke arah Leo dengan penuh semangat dan juga suara yang lantang. Aku tidak mau dia berubah pikiran nantinya.



Leo, "Pak Guru bisakah gambarkan aku hewan besar yang ditakuti!"



Aku tersenyum lebar lalu mengangguk, segera aku ambil satu lembar kertas dan pensil. Aku sudah berencana akan membahas ini pada anak-anak, dan menggunakan gambar adalah awal yang bagus! Leo sungguh dapat diandalkan!



"Tentu saja! Pak Guru sedang menggambar hewan besar yang ditakuti orang-orang! Hewan yang sudah punah!" Aku menjelaskan penuh rasa gembira sesaat sebelum menunjukkan pada Leo hasil gambaranku.



Leo, "Pak Guru apa Kangguru sudah punah? Kangguru juga ada yang besar!?"



Hm? Aku mengerjapkan mata, rasanya ada yang salah.



Pedro, "Salah Leo! Minta maaf dengan Pak Guru! Itu bukan Kanguru tapi itu Ayam raksasa dengan dua tangan! Benar, 'kan Pak Guru?"



Anak laki-laki dengan rambut merah bata ini namanya Pedro. Dia selalu merasa jika dia adalah anak laki-laki paling dewasa di dalam kelas ini, hanya karena dia bisa membaca kata "Please Be Carefull" pada papan peringatan di gerbang luar sekolah tanpa salah. Ayahnya bekerja di Kedutaan asing Negara, jadi ia sudah sering belajar bahasa asing.



Vivi, "Tidak ada Ayam punya tangan! Kalian sungguh tidak tahu apa-apa, anak laki-laki bisanya hanya main bola saja. Sudah jelas ini adalah Kadal raksasa."



Pedro, "Kadal juga tidak punya tangan."



Vivi, "Itu kaki! Tapi Kadalnya terlahir tidak sempurna, karena itu kakinya kecil. Kasihan, 'kan? Iya, 'kan Pak Guru?"



Yang sedang bertanya padaku ini adalah anak perempuan dengan rambut cokelat muda yang ditata berbeda setiap paginya, kedua matanya bersinar terang sekali saat bertanya padaku tentang penampilannya. Gadis kecil ini namanya Viorell, kami memanggilnya Vivi. Setiap hari dia akan menanyakan tentang penampilannya, bukan karena dia ingin menunjukkan hasil karya Ibunya yang seorang penata rias profesional. Saat ini ia sedang menunggu jawabanku untuk memutuskan apa aku sudah cukup dewasa untuk menerima cintanya atau belum. Tidak, kalian tidak salah baca.



Aku tersenyum pahit. Aku senang sekali anak-anak ini bisa berimajinasi dengan luar biasa baik, tetapi ada sesuatu yang memukul dadaku dan rasanya sesak. Tenang saja, aku tidak akan menangis.



Marshy, "Tidak apa-apa tidak sempurna. Ayah bilang, kalau sempurna itu tandanya robot."



Aku tertawa kecil karena celetukan anak laki-laki berambut hitam dengan warna mata lebih terang, yang tidak suka pagi hari. Namanya Marshall, kami memanggilnya Marshy. Dia tidak suka pagi hari karena Ayahnya yang seorang pengusaha ternama itu harus bekerja di pagi hari, dan tentunya dia harus sekolah di pagi hari.



"Ayah Marshy benar, tidak apa-apa tidak sempurna, karena semua orang itu punya bakat masing-masing. Namun, sayangnya kalian semua salah! Haha. Ini adalah gambar Tyrannosaurus, salah satu Dinosaurus yang sudah punah dan ditakuti banyak orang." Aku tatap anak didikku satu-satu, pandangan mata mereka kosong seolah sedang menerima omong-kosong yang tidak masuk akal. Aku tahu aku tidak pandai dalam menggambar, tapi tidak seburuk itu juga harusnya. Iya, 'kan?



Vivi melangkah mendekatiku dan menepuk pundakku berulang kali.



Vivi, "Tidak apa-apa Pak Guru. Gambar Vivi juga tidak bagus."



Marshy, "Iya. Pak Guru tetap hebat meski tidak punya bakat dalam menggambar!"



Leo, "Maaf Pak Guru! Jangan sedih! Aku tidak tahu itu Dinosaurus karena tidak mirip! Maafkan aku! Jangan menangis!"



Pedro, "Menggambar memang sulit. Kami mengerti."



Aku benar-benar ingin menangis.


°°°



Sekolah buka pukul sembilan pagi, dan anak-anak akan mulai masuk kelas pukul 09.30 pagi.



Ada macam-macam yang dilakukan setiap harinya, mulai dari berkebun, menggambar dengan kapur tulis dan terkadang kami belajar di luar ruangan agar anak-anak tidak jenuh dan lebih mengenal alam juga lingkungan.



Lalu akan ada jam makan siang dan jam tidur siang, anak-anak dalam masa pertumbuhan memang tidak kenal lelah. Tapi bukan berarti mereka tidak butuh istirahat.



Setelahnya kelas akan berakhir pada pukul 03.00 sore. Anak-anak akan bersiap menunggu jemputan orang tua mereka di teras sekolah seperti sekarang ini.



Luci, "Sampai besok Pak Guru, Luci akan datang pagi-pagi agar Pak Guru tidak kesepian."



Vivi, "Sampai besok Pak, aku akan lihat apa Pak Guru bertambah dewasa atau tidak."



Marshy, "Sampai besok ... aku memang benci pagi hari. Tapi aku senang bertemu dengan Pak Guru."



Leo, "Aku pulang Pak Guru! Aku akan datang lagi besok!"



Pedro, "Terima kasih untuk hari ini, aku harap besok Pak Guru masih bersemangat."



"Hati-hati di jalan! Sampai jumpa besok pagi!"



Aku tersenyum lebar dan melambaikan tangan ke arah mereka yang mulai meninggalkan gerbang sekolah.



Katakanlah, menjaga anak-anak memang terkadang melelahkan. Tapi juga membahagiakan, bahkan sangat membahagiakan.


°°°

Time and AgainWhere stories live. Discover now