Hex

11 2 0
                                    

°°°

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.


°°°

Klik-



Nolan spontan mengangkat kedua tangan dengan posisi kaki yang sedikit diangkat ke atas sebagai tindak perlawanan sebelum ia melihat sosok asing di hadapannya; seseorang yang mengenakan setelan jas berwarna hitam lengkap dengan balutan dasi berwarna sama. Namun, sosok asing yang tengah mencondongkan senjata tipe AR 15 padanya ini tidak dapat Nolan lihat wajahnya.



"Selamat datang," ucapnya sembari menyingkirkan senapan dengan berat hampir tiga kilogram tersebut santai ke arah pundak, sementara satu tangannya lagi melepas topeng berwarna putih yang dipakai untuk menutup wajah. Dapat Nolan lihat sepasang bola mata berwarna gelap. Nolan bergeming, sepanjang tahun mempertahankan hidup dan sibuk saling membunuh tidak serta merta membuat Nolan menjadi sigap atau tidak takut pada kematian, sungguh saja, Nolan masih takut mati. Ia tidak ingin segera dimakamkan di dalam tanah dan digerogoti Cacing, terutama saat ini Nolan tengah menghadapi pria dengan senapan semi otomatis yang dapat menghancurkan otaknya dalam hitungan detik.



Nolan menelan ludah samar, ia tak mendengar suara dari arah belakang yang artinya Jenna pun tidak bergerak sama sekali.



"Masuklah, jangan berdiri di depan pintu. Liburannya sudah dimulai sejak tadi," tambahnya santai. Pria dengan tinggi badan yang hampir mencapai dua meter ini melangkah mundur, tatapan matanya tak lepas dari Nolan. Nolan melirik lambat ke arah belakang, memastikan jika Jenna masih berada di sana dan tidak melakukan hal lucu; mengkhianati Nolan misalnya?


Gadis yang menyambut kedatangan Nolan itu balas menatap Si pria dengan tatapan diam dan tanpa ekspresi, keringat sudah membasahi tiap inci kulit putihnya. Tidak pernah Nolan lihat Jenna seperti ini, kemungkinan terbesar pria tidak waras yang ada di hadapan mereka adalah tamu tak diundang yang tidak tahu datang dari mana. Skenario terburuknya, Nyonya Mori sengaja menyewa pembunuh mahir untuk menghabisi mereka semua karena sudah bosan.



"Apa aku tidak boleh tanya?" Nolan memberanikan diri bertanya.



"Kau akan tahu," jawab Si pria. Nolan menahan napas, kakinya mulai melangkah perlahan masuk ke dalam rumah menuju ruang tamu di mana semua hal akan dimulai. Rumah ini didesain khusus agar kedap suara, sehingga berisik seperti apa pun suara yang timbul tidak akan terdengar dari arah luar. Bisa gawat jika ada tetangga atau Polisi yang sedang berjaga mendengar teriakan atau hal aneh lainnya. Belum sampai ke ruang tengah kaki Nolan terasa begitu lemas, napasnya tercekat seolah ada yang mencekik lehernya saat ini, ia tak percaya apa yang dilihat oleh matanya; Nyonya Fransesca Mori tergantung dengan bagian perut menganga. Tetesan darah sudah menggenang di bagian bawah, dan ada sesuatu seperti gumpalan darah kering atau mungkin bagian organ yang terpotong terselip di antara belahan perutnya. Nolan muntah.



Bukan, bukan karena Nolan takut darah.



Sudah belasan tahun Nolan berkutat dengan darah dan hal sadis lainnya. Namun yang membuatnya mual adalah fakta di mana wanita tua yang selalu ditakuti semua saudara termasuk dirinya, wanita tua yang membuat mereka semua berkumpul, wanita tua yang memerintahkan mereka saling membunuh satu sama lain, wanita tua yang merupakan Ibu kandungnya sendiri habis napas tanpa aba-aba.



"Astaga, sudah saya katakan menggantungnya di sini adalah ide buruk. Lihat, pria malang ini? Saya sungguh tidak paham dengan konsep seni yang dimaksudkan."



Nolan terengah, mendongakkan kepala untuk melihat suara asing yang baru saja mendekat; pria dengan penampilan glamour dan memiliki sepasang bola mata berwarna merah.



"Halo. Anda pasti sangat terkejut ya? Maafkan saya, Anda baik-baik saja? Apa masih sangat mual? Ah. Saya Rucardius, senang bertemu dengan Anda Tuan Nolan." Pria yang mengaku bernama Rucardius itu mengulurkan tangan, Nolan masih bergeming. Matanya melirik ke arah genangan darah dan berpindah lambat ke bagian dalam ruangan, terlihat jejeran kaki yang disusun sedemikian rupa. Nolan spontan menatap Rucardius dengan tatapan horor. "Ya? Oh? Mereka? Mereka semua adalah sisa saudara Anda, Tuanku. Haha. Rosevalt selalu gunakan cara singkat dan tidak mau memberi waktu, dia adalah salah satu orang saya yang sulit sekali diatur. Maafkan anak ini, dia hanya ingin pekerjaan lebih cepat selesai."



"Kalian ... siapa?"



"Hex. Kami adalah Hex Tuanku, kami adalah kelompok yang menjajakan jasa. Dan kali ini, kami disewa untuk melenyapkan seisi rumah. Kabar gembiranya, Nona penyewa ingin bicara dengan Anda lebih dulu." Rucardius tersenyum lebar sebelum matanya teralih ke arah Nolan atau lebih tepatnya ke arah belakang Nolan.



"Selamat ulang tahun, Nolan." Jena berjongkok di samping Nolan, menatapnya lurus dengan senyuman manis. "Aku tidak ingin kau mati tanpa mendengar ucapan selamat, dan sebagai informasi saja, aku tidak benci kau atau yang lain. Aku hanya muak dan ingin kita semua mati bersama." Jena menepuk-nepuk pelan kepala Nolan sebelum beranjak dari posisinya, "selamat tinggal Nolan, aku akan menyusul."




Dor-



°°°

Time and AgainDove le storie prendono vita. Scoprilo ora