Blitzkrieg

18 0 0
                                    

#For better experience please play the song#

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

#For better experience please play the song#

Warsawa, 39

Saat ini sudah hari ketiga puluh, perang sudah dimulai pekan-pekan sebelumnya, mungkin tak bisa disebut perang jika hanya satu sisi yang digiling renyah dengan cepat.

Riuh teriakan dari para bedebah dengan seragam mereka yang penuh cipratan darah terdengar hingga ujung lahan. Jangan tanyakan perlawanan, prajurit pertahanan sudah rata dengan tanah; beberapa di antaranya bahkan jadi keset kaki bagi para penjajah. Bekas-bekas senjata, reruntuhan rumah adalah pagar yang mengelilingi Warsawa.

Warsawa telah gemetar, mendengar tawa dari para Heer. Kami bahkan tak lagi mampu mengangkat kepala, apa lagi senjata.

"Deutschland wurde von Polen angegriffen!"

Kebohongan yang dimulai pada pagi buta itu telah menebas habis enam puluh lima ribu manusia. Aku tahu betul sejarahnya, aku masih ingat jelas bagaimana Guru mengatakannya padaku tentang kekejaman para bedebah.
Masih segar rasanya di otak bagaimana aku mencaci mereka bersama dengan teman hantuku, haha.

Sejak aku buka mata, berapa banyak darah yang tumpah? Mungkin sudah jadi danau kalau dikumpulkan, kolam terlalu kecil, terlalu dangkal.
Hilangnya asa hingga suara, air mata tak tahu darah mengalir menghias tiap-tiap wajah.
Aku bahkan tak sempat berpikir keajaiban jenis apa yang membuatku terlempar ke sini.

Para bajingan itu benar kejam dan tanpa ampun.
Oh mereka tak kenal usia!
Menggilas habis semua rakyat, mereka merobohkan apa saja yang mereka lewati; harga diri Negara.

Apa yang paling menakutkan?
Gencatan senjata? Kerasnya pukulan?
Sungguh tidak ada yang lebih mengerikam dibanding pikiran manusia itu sendiri.

Lalu apa yang bisa aku lakukan? Apa yang bisa sosok manusia yang tahu segalanya ini bisa lakukan dengan pengetahuannya?
Kosong.
Perut sudah bersarang berbagai jenis peluru, kaki bahkan tak lagi menginjak tanah; menggantung menunggu habisnya darah dan hilangnya nyawa.

Sayup-sayup masih dapat kudengar tawa mereka. Menggema, menggetarkan tanah. Tanah yang tidak bisa lagi kau katakan apa warnanya.

°°°

Time and AgainWhere stories live. Discover now