4.

9 2 5
                                    

Buku anatomi mayat milik Seth menghilang sejak tiga hari yang lalu. Sudah sejak kemarin Jese, Reginald, dan Percival membantu Seth mencarinya ke seluruh sudut sekolah. Bahkan setelah mereka mengecak selokan, loteng, ladang, dan hutan buku itu tetap tidak dapat ditemukan. Seth ingat menaruhnya di nakas saat ia hendak tidur pada malam sebelum Jese pulang ketakutan bersama dasi Mr. Portman di tangannya. Mereka berempat memutuskan untuk tidak memberitahu tentang dasi itu ke pihak Institut Pascal atau Jese bakal ketahuan sudah melanggar peraturan asrama dah pergi diam-diam. Selama jasad Mr. Portman belum benar-benar terbukti hidup lagi, mereka akan tutup mulut rapat-rapat.

"Jujur saja pada kami, sebenarnya seberapa penting buku itu sampai-sampai kau ketakutan begini?" Percival menginterupsi pencarian mereka saat tengah sibuk membongkar kardus-kardus di gudang. Barangkali ia sudah muak sejak tadi bersin-bersin sebab debu-debu berterbangan tanpa ampun.

Seth menggigit bibirnya ketakutan. "Kalian ingat saat Jese membawa dasi Mr. Portman?"

Mereka kompak mengangguk ragu, ada desir ketegangan yang menguar di sekitar mereka. Percival cukup cerdas untuk segera menangkap apa yang ingin dikatakan Seth. "Jangan bilang buku itu ... dan Mr. Portaman saling berhubungan?"

Pertanyaan ragu Percival langsung diangguki Seth. "Kau benar, Percy." Seth mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan beberapa foto halaman bukunya. "Di sana ada metode kuno untuk menghidupkan mayat."

"APA?!"

Percival, Jese, dan Reginald kompak berteriak terkejut sebelum akhirnya saling bertatapan tak percaya.

"Kau tak serius, kan, Seth?" Reginald yang lebih dulu tersadar dari keterkejutan pun bertanya, mencoba menolak perkataan Jese.

Sayangnya, Seth berkata lain. "Aku serius, Reggie. Itulah sebabnya aku selalu membawa buku itu kemana-mana karena takut ada seseorang yang bakal melihat isinya dan menyalahgunakan itu." Ia kemudian jongkok dan menundukkkan kepalanya di dalam lipatan paha. Seth benar-benar sedang ketakutan. Untuk pertama kalinya, ketiga temannya melihat bagaimana anak itu menunjukkan emosi yang mendalam selain wajah datar dan tatapan kosongnya.

Percival mendekat dan memegang bahu Seth, mencoba membuatnya tenang. "Kalau begitu kita harus terus mencarinya. Kalau buku itu memang dicuri, apa kau tahu siapa yang mungkin pernah mengincarnya darimu?"

Seth mengagkat kepala sebelum akhirnya menggeleng lemah. "Tak ada orang semacam itu di sekolah ini. Itulah sebabnya aku lebih suka di sini daripada di rumahku sendiri."

Sekarang mereka semua semakin bingung. Tidak mungkin kerabat Seth akan jauh-jauh datang dari irlandia hanya untuk mencuri buku itu. Dan kenapa juga harus Mr. Portman? Kalau memang itu perbuatan kerabatnya tak mungkin malah digunakan untuk menghidupkan orang yang tak mereka kenal dengan baik.

"Sepertinya ada seseorang yang tak sengaja melihat isinya dan ingin menggunakannya untuk keuntungan pribadinya," Seth melanjutkan. Ia berdiri dan menarik napas, mencoba menenangkan diri.

"Kalau hanya menghidupkan mayat, kita bisa membunuhnya lagi, kan?" Jese akhirnya bersuara setelah berpikir kemungkinan-kemungkinan berisiko yang harus mereka lakukan, terlebih lagi ia orang pertama yang mengetahui Mr. Portman hidup lagi.

Percival dan Reginald mendelik tak percaya, mereka tak menyangka kalau pertanyaan sebrutal itu bakal meluncur dari mulut Jese. "Kau mau membunuh? Jangan gila," Percival memperingatkan.

"Kenapa? Bukankah sejak awal sudah jadi mayat?" Jese balik bertanya, menentang pemikiran humanis Percival. Bagi Jese dalam situasi semacam ini membunuh mayat bukanlah sesuatu yang salah, mereka tidak tahu mayat seperti apa yang dibuat hidup lagi. Bisa jadi ia jauh lebih berbahaya daripada kehidupannya yang pertama. "Kita tak tahu kenapa dia dihidupkan lagi. Kau pikir dia bakal jadi mayat biasa saja?"

Dies Iræ [DWC NPC 2024]Where stories live. Discover now