7. Quando judex est venturus

6 1 0
                                    

Percival bukannya terobsesi dengan belajar, ia hanya ingin mewujudkan cita-citanya untuk mati dalam keadaan belajar, seperti moto keluarganya; belajarlah sampai mati. Tetapi hari ini ia tak dapat memastikan bisa mati sambil menulis esai hegemoni maskulinitas yang masih ia kerjakan, sebab perjalanan menemani Seth pulang ke Irlandia tak memberi waktu membuka drafnya sedetik saja. Rumah Seth bukan di pusat kota atau tempat ramai, letaknya sangat jauh di sebuah kota mati yang menghadap ke pantai setelah ribuan pohon raksasa memisahkannya dari peradaban modern.

"Apa keluargamu masih berburu dan meramu?"

Seth menyibak dahan pohon yang tumbuh ke bawah, mengahalangi jalan mereka. Ia mempersilakan Percival untuk melewatinya lebih dulu. "Ya, kadang-kadang." Ia menjawab dengan lempeng seolah itu seperti sesuatu yang sudah biasa mereka lakukan.

Padahal Percival hanya berniat sarkas, ia tak menyangka keluarga Seth masih benar-benar primitif. "Kau serius?"

Seth mengangguk. "Maksudku, berburu manusia dan meramu tanaman beracun," lanjutnya dengan nada tajam yang membuat Percival terbingung sesaat sebelum memahami ada peringatan dalam kata-katanya agar ia lebih berhati-hati ketika tiba di rumah Seth nanti.

"Kenapa kita tidak langsung teleportasi ke rumahmu saja?" Percival bertanya-tanya mengenai keputusan Seth yang mendaratkan mereka di tengah hutan, menyebakan mereka harus tahan dengan nyamuk yang merambati badan di sepanjang jalan.

"Halligan Manor sangat berbahaya dan mereka akan curiga jika aku muncul tiba-tiba."

"Memangnya kenapa kalau kau muncul tiba-tiba?"

Seth menepuk bahunya sendiri yang terasa dihinggapi nyamuk. "Mereka akan tahu aku kenal sang Ruang."

Percival mengerutkan kening bingung. "Apakah keluargamu berebut entitas astral atau kau memang lebih suka tidak kelihatan mencolok?" Ia mengikuti langkah Seth yang menyusuri jalan setapak baru, sepertinya mereka sudah dekat.

"Keluargaku saling berebut entitas astral, tetapi ada beberapa entitas yang cukup pilih-pilih dan tidak mudah dipanggil," jelas Seth sembari menyentuh ukiran lumut di pepohonan. "Misalnya sang Ruang, dia tak suka bau adik-adiknya ayahku."

Percival nyaris terpeleset kalau saja Seth tak segera memegang pinggangnya, seperti sedang melakukan waltz atau balet berpasangan. Keduanya bertukar tatapan canggung sebelum akhirnya saling berjauhan. Itu adegan yang sangat aneh!

Percival berdeham untuk memecah suasana. "Kenapa tidak suka baunya? Memangnya bau apa yang ia maksud?"

"Bau jiwa," kata Seth. "Bau jiwa mereka kurang terkutuk."

Percival tersedak ludahnya sendiri dan nyaris terpeleset lagi kalau saja pemandangan di depannya tak tiba-tiba membuat kedua netra madunya melotot terkejut. Pikirannya mulai kalut, apa pun yang disaksikannya saat ini bukan sesuatu yang wajar. Ia beringsut menjauh dari Seth setelah sadar dengan apa yang dikatakan anak itu beberapa saat lalu. Jika bau jiwa keluarga Seth kurang terkutuk, bagaimana dengan bau jiwa Seth?

Seth membiarkan Percival bereaksi demikian, ia hanya melambaikan tangan agar Percival tetap mengikutinya. "Jiwaku terkutuk bukan berarti aku bernafsu membunuhmu," katanya lugas. Kali ini ia tak akan membiarkan prasangka orang lain terhadapnya, terlebih lagi ini Percival, orang pertama yang mengajukan diri menemaninya kembali ke Halligan manor. Tempat yang sangat ia hindari, dan membuat sekutunya ketakutan tak akan menguntungkannya di sini.

Setelah berdebat dengan pikirannya, Percival mulai mengikuti langkah kaki Seth yang berjalan dengan hati-hati melewati tulang-belulang yang berserakan di ujung hutan. "Kau bisa membuktikan ucapanmu?" Bohong kalau ia bilang tak takut dengan Seth, pikirannya mulai membuat skenario-skenario gila untuk kabur dari Seth jika anak itu mengkhianatinya.

Dies Iræ [DWC NPC 2024]Where stories live. Discover now