BUTTER #3

154 22 0
                                    

Kata Bapak, Belle ame mulai berhenti bekerja sama dengan Buttercream sejak ibu meninggal dunia dan usaha ini diambil alih oleh Tante Ratih. Katanya lagi, kualitas Buttercream jadi menurun baik dari menu maupun pelayanan. Namun, hubungan Sandra Reinoff dengan ibuku yang tidak hanya sebatas rekan bisnis membuat Bu Sandra tidak lantas memutus silaturahminya dengan keluarga kami begitu saja. Ibu dan Bu Sandra juga berteman dekat dan kerap pergi bersama di luar urusan pekerjaan.

Karena itulah aku sekarang berada di sini. Di depan sebuah bangunan bergaya modern minimalis di daerah Radio Dalam. Diberi titah oleh Bapak untuk mengantarkan Black Forest hasil buatanku sebagai bingkisan yang sekarang sedang kutenteng di dalam sebuah tas kertas besar berwarna coklat. Atas nama menjalin silaturahmi Flo, mari masuk, selesaikan segera urusan, lalu pulang.

Seorang resepsionis dengan alis on point dan senyum mengembang ramah menyambutku. "Selamat pagi," sapanya dari balik front desk.

Aku sempat melirik name tag yang tersemat di dadanya. Ika, namanya.

"Pagi, Mbak." Aku hampir keceplosan menyebut namanya, untung urung kulakukan. Kesannya SKSD sekali. "Saya mau ketemu Bu Sandra, bisa?"

"Sudah ada janji?" tanyanya.

"Hmm, belum sih."

"Oke, kalau gitu, tunggu sebentar ya. Dari siapa?"

"Flo. Florissa dari Buttercream."

"Buttercream? Oh katering yang itu," sahutnya dengan senyum yang lebih lebar.

Katering yang itu, yang bagaimana? Aku mengangkat alis melihat respons si resepsionis. Ika—oke kusebut saja namanya ya—berbicara dengan seseorang melalui pesawat telepon pararel mengenai kedatanganku. Setelah selesai berkoordinasi, ia mempersilakanku duduk di sofa tunggu di depan mejanya.

"Tunggu sebentar ya, Mbak Flo," katanya.

Tidak lama kemudian, seorang wanita mengenakan setelan kerja rapi dengan rambut disanggul dan sepatu hak tinggi muncul dari dalam dan menghampiriku dengan senyum lebar. Apakah senyum lebar dan ramah adalah bagian dari job desc karyawan di kantor ini?

"Mbak Flo ya? Saya Mila, asisten Bu Sandra. Yuk ikut saya masuk," ucapnya sambil mengulurkan tangannya mengajakku bersalaman.

Aku bangkit dari sofa dan mengikuti Mila. Begitu masuk ke bagian dalam kantor Belle ame, aroma wewangian ruangan langsung menusuk indera penciumanku. Apa ini? Vanila ya? Aku langsung dibuat nyaman padahal baru pertama kali datang ke sini. Sambil mengekor ke mana Mila berjalan, mataku mengamati sekeliling kantor yang tampak sibuk. Belum sempat aku menekuri desain interior ruangan-ruangan yang menarik perhatianku, Mila sudah berhenti di depan sebuah ruangan. Di pintunya tertulis dengan jelas 'Meeting Room'.

"Yuk masuk," ajak Mila. Aku menurut.

Di dalam ruang meeting terdapat sebuah meja bulat besar yang dikelilingi oleh tiga orang. Salah satunya yang kukenali adalah Sandra Reinoff. Wanita yang kutakar kini berusia sekitar 40-an itu hanya mengenakan blus warna putih gading dan rok kain berwarna hitam. Tidak banyak aksesoris yang ia kenakan, hanya sebuah jepit beraksen mutiara-mutiara kecil yang tersemat di bagian samping rambutnya yang panjang kecoklatan. Make up-nya tegas tetapi tidak menor, membuat Bu Sandra tampak lebih muda sepuluh tahun. Bu Sandra terlihat sederhana tetapi sangat elegan. Aku jadi minder. Ragu-ragu aku menghampiri Bu Sandra atas arahan Mila. Ketika Bu Sandra menyadari kedatanganku, ia langsung berdiri dan memberi perhatian penuh padaku.

"Oh, Florissa. Florissa Yasmin," sambut Bu Sandra saat aku mendekat.

Wah luar biasa, bahkan seorang Sandra Reinoff tahu nama lengkapku! Aku berusaha menampilkan senyuman terbaikku, setulus mungkin. Sebelumnya, aku meletakkan kue bawaanku di meja bulat dan mengulurkan tanganku pada Bu Sandra. Betapa terkejutnya aku saat Bu Sandra bangkit dan menarik tanganku kemudian memelukku begitu saja, seolah kami sudah akrab selama bertahun-tahun. Parfum semerbaknya langsung menusuk hidungku.

LOVE HATE BUTTERCREAMحيث تعيش القصص. اكتشف الآن