BUTTER #8

93 11 0
                                    

"Mbak Lola itu kakaknya Mas Kael," jawab Mila santai sambil memilah-milah setumpuk sampel undangan di mejanya. Seorang perempuan yang kalau tidak salah dipanggil Willow oleh Mila yang meletakkannya di sana beberapa menit lalu. Willow meminta Mila untuk mengecek dan memilih desain undangan-undangan yang sudah dibuatnya.

Setelah selesai meeting singkat di Ngopiroti pagi tadi, aku diminta Bu Sandra untuk kembali ke kantor Belle ame. Sambil menunggu 'perintah' selanjutnya, Bu Sandra yang masih ada urusan lain di luar meminta Mila untuk menemaniku ngobrol. This is it, pada akhirnya aku bertanya pada Mila tentang apa sebenarnya hubungan Kael dan Lola. Ya, aku kan nggak mungkin bertanya ke Bu Sandra apalagi ke Kael langsung.

"Oooh. Kakaknya," ucapku pelan. Aku tidak tahu harus memberi respons seperti apa selain mengangguk-angguk sambil ber-oh panjang begitu.

"Kenapa Mbak MIla?" tanyaku lagi karena kulihat Mila cekikikan sambil melirik-lirikku.

"Lega ya Mbak?" tanya Mila.

"Lega? Maksudnya?" Aku mengernyit bingung. Kenapa aku harus lega mengetahui kalau Lola adalah kakaknya Kael, bukannya calon istrinya?

"Lega karena tahu Mas Kael masih single," jawabnya sambil cekikikan lagi.

"Ha, enggaaaak gituu!!!" sahutku cepat.

"Nggak apa-apa kok, Mbak Flo. Udah biasa di sini. Hampir semua anak-anak kantor sini juga pada naksir Mas Kael. Ganteng sih, ya. Saya juga kalau belum punya suami pasti bakalan naksir dia."

Tapi gue nggak!

Wanita normal mana yang naksir pria sengak macam Kael coba? Tapi rasanya percuma juga aku menjelaskan pada Mila panjang lebar, karena pasti dia akan semakin meledekku. Aku beranjak dari meja kerja Mila dengan alasan ingin ke toilet.

Di toilet, aku berdiri di depan kaca besar wastafel. Di kaca besar itu, aku melihat diriku sendiri, seorang perempuan berusia seperempat abad yang terlihat lelah sekali. Make up tipis yang kupakai juga sudah tidak mampu menyembunyikan lingkaran hitam di bawah mata akibat begadang mengerjakan poster semalam.

Rasa-rasanya aku kemarin setuju untuk mengambil cuti karena untuk menemani bapak dan beristirahat agar bisa berpikir secara tenang tentang masa depanku. Tapi nyatanya, sejak kemarin aku malah terjebak berada di antara orang-orang aneh dari Belle ame yang sungguh melelahkan jiwa ini.

Aku melepas ikat rambut dan menyisir rambut panjangku yang ikal dengan jari-jari tangan, kemudian mengikatnya lagi sekenanya. Aku melirik jam di pergelangan tangan, sudah pukul setengah satu siang, dan belum ada tanda-tanda Bu Sandra kembali pukul berapa. Apa lebih baik aku pulang saja? Toh aku belum ada kewajiban apa-apa dengan Bu Sandra, selain aku sudah berjanji akan menunggunya. Ah, sial. Kenapa aku jadi terjebak begini sih.

Sembari masih mematut diri di depan kaca, aku mengingat satu lagi kejadian menyebalkan tadi pagi.

Meeting bersama Bu Sandra dan Kael tidak berlangsung lama, hanya setengah jam, karena Bu Sandra ada urusan mendadak. Aku belum bisa mendapatkan jawaban mengapa harus Kael yang membantuku menangani proyek katering pernikahan Lola—selain karena dia adalah adiknya Lola, yang informasinya baru kudapat setelah bertanya pada Mila.

Bu Sandra dan Kael tidak membahas apa pun tentang kerja sama dengan Buttercream, menu-menu, kue pernikahan atau hidangan penutup yang akan dipesan. Mereka malah membahas tentang venue pernikahan Lola yang kabarnya tidak cocok dengan tema yang diminta Lola, dan pihak suami Lola memberikan opsi venue lain. Pembicaraan yang aku sama sekali tidak dilibatkan di dalamnya. Setelah itu, Bu Sandra pergi. Jadi sebenarnya apa gunanya meeting hari ini denganku?

LOVE HATE BUTTERCREAMWhere stories live. Discover now