PROLOG

5.5K 807 260
                                    

Baca semua reply postingan sebelumnya, AKUTU TERHARU!

Makasi ya untuk semua pembaca yang komen, dan bahkan kembali lagi ke wattpad

Karena excitement kalian, ini aku post, epilog, yang aku tulis, ketika aku kesulitan bagi waktu, tapi kecintaanku pada menulis tak bisa dihadang. AUWOOO!

Selamat malam minggu untuk yang masih jomblo. Ada yang udah taken atau married gak sih, dari awal ngikutin cerita aku dari mulai Resign? Coba berbagi cerita kalian di sini

ENJOY the spill!

Ratu Cungpret!


***


"Mau resign karena capek kerja, toxic environment, bos keji. Udah pernah di-PHK?"

~Cungpret Apes~




KATIA terhenyak di mejanya ketika melihat email itu. PHK untuk kesekian kalinya. Pandemi sudah lewat, tapi badai startup belum selesai juga.

Beberapa tahun lalu Katia bangga, menolak nasihat ibunyayang membesarkan dirinya seorang diri—untuk menjadi PNS. Dulu, Katia kecil dititip ke sana kemari agar ibunya bisa bekerja. Kadang Katia menahan lapar karena neneknya tidak punya cukup banyak kudapan untuk diberikan padanya. Gaji Ibu kecil. Boro-boro Katia punya pengasuh. Pembantu rumah tangga saja tidak ada.

Ketika Katia masuk ke jenjang SMP, Ibu baru sanggup menggaji seorang pembantu, Bi Minah namanya. Bi Minah cerai muda di kampung. Ditinggal suami tanpa kabar, hingga akhirnya "dianggap cerai". Bi Minah punya seorang putri saat itu, dan mungkin itu juga yang membuat Bi Minah merasa dekat dengan Ibu. Bagi Ibu, Bi Minah adalah adiknya. Bi Minah menitipkan anaknya di ibunya, dan merantau ke Tangerang, di rumah Ibu.

Nenek Katia meninggal saat Katia masuk kuliah, dan itu membuat Katia menjadi semakin yakin bahwa ia harus lebih cepat mapan, agar Ibu bisa melihat itu, tidak seperti Nenek yang keburu berpulang.

BRAK! Meja dipukul oleh seorang karyawati yang tidak terima dengan pemberitahuan dirinya kena PHK.

Katia menarik napas dalam-dalam. Kuncir rambut poninya tetap rapi seperti biasa. Tiap bulan selalu ada drama ini. Awalnya ia syok, terutama ketika bosnya, Mas Banu, merupakan angkatan awal-awal yang kena PHK. Katia bisa membicarakan itu berhari-hari ketika makan siang bersama rekan-rekannya. Tapi sekarang, Katia diam dan lebih banyak berdoa kalau takdir itu tak pernah mampir kepadanya.

"Gila nih, masa marketing kena mulu? Kan kita yang cari duit!" Shashi, teman satu tim Katia, sambil berkacak pinggang.

Katia dan Sashi adalah duo marketing yang sering disebut-sebut paling kontras namun juga paling akrab. Sashi selalu memakai barang-barang bermerek non-Amerika, pokoknya harus Eropa, karena lebih mahal, lebih kelihatan kaya, begitu kalau kata Sashi. Sashi yang bagai keluar dari pemotretan karena rambut panjang sepunggungnya selalu di-blowpermanen empat bulan sekali, touch up bulu mata tiap bulan, dan wajah yang jarang tanpa make up. Gaya berpakaian Sashi juga selalu feminin.

Katia, di satu sisi, tidak pernah memakai barang bermerek. Semua barang Katia, tanpa logo. Rambut lurusnya yang sepunggung, selalu dikucir kuda. Gaya berbusana Katia, hanya kaus oblong dan celana jins.

"Tapi kita udah tiga bulan terakhir juga target dinaikin terus, sampai ke level yang menurut gue sih nggak masuk akal," Katia berkomentar.

Terbayang bagaimana Katia dan Sashi pontang-panting mengadakan kampanye untuk berbelanja sayur mayur lewat platform perusahaan mereka, Toko Tani. Menggunakan influencer pun tampak percuma karena masyarakat sensitif harga, sedangkan Toko Tani mulai kehilangan 'subsidi' dari para investornya setahun belakangan.

Mulai terdengar isak tangis dari penjuru ruangan. Mereka yang tidak siap kena PHK. Apalah arti tagline "Tempat kerjanya anak muda". Title manager bertebaran, bahkan bisa ke anak bau kencur sekalipun. Termasuk Katia, yang jugamanajer, tapi aslinya cungpret.

"Gue rasanya mau jadi asisten teman gue deh, daripada stres target dikatrol terus," kata Shashi, kemudian mengambil tempat duduk di samping Katia.

"Teman lo yang artis itu?" Katia bertanya.

"Iya. Enak banget hidup orang cakep tuh. Tujuh puluh persen masalahnya kelar pas bangun tidur." Shashi mengintip ke wing seberang.

"Stres gue lama-lama, lihat pemandangan gini mulu," kata Katia.

Semakin banyak yang tercenung di meja. Semakin banyak yang air matanya tumpah. Ada yang mulai berdiri dengan emosional.

"Mas Banu aja, yang kena pecat enam bulan lalu, sampai sekarang belum dapat kerjaan baru. Mana anaknya dua,lagi." Shashi bergidik ngeri.

"Jadi maksud lo, mendingan lo aja yang kena PHK, karena lo lajang, gitu?" tanya Katia.

"Sialan lo. Ih, amit-amit. Gini-gini gue juga harus sewa apartemen." Shashi sombong.

"Ngekos lah," Katia menimpali.

"Hellooo! Nggak asyik dong ngekos kalau teman-teman gue main," Shashi cengengesan.

"Enak banget jadi lo. Duit masuk terus keluar aja santai. Andai gue bisa gitu juga." Katia geleng-geleng.

"Lo juga bisa, cuma lo aja ribet sok-sokan KPR rumah di ujung berung. Ngapain sih? Kayak lo tempatin aja tuh rumah. Beli rumah nanti aja kali pas berumah tangga," Shashi menasihati.

"Untuk orang yang nggak mikir kawin kayak lo, gue agak terkejut sih lo nggak ada rencana beli rumah sendiri, kayak bakal ada yang beliin aja dan bukan suami," Katia meledek.

"Sialan!" Shashi tertawa.

Tawa mereka terhenti ketika bunyi email masuk dari laptop Katia terdengar. Katia membukanya dengan keringat dingin yang tiba-tiba menetes setelah melihat judul email.

"Shit! Gue kena." Kepala Katia mendadak dipenuhi oleh angka-angka yang ada di seluruh rekeningnya, cicilan KPR tiap bulan, dan pengeluarannya tiap hari.




***


GIMANA menurut keleeeen?

Lanjut gak?

Agensi Rumah TanggaWhere stories live. Discover now