Bencana Postingan

1.1K 253 11
                                    


"Kenapa sih orang harus buat instastory di rumah orang lain?"

~Pemilik Yayasan yang Pusing~



"BU, Ibu tuh kerja di mana sih? Nggak ada foto sama sekali rumahnya," ucap Nisa penasaran sambil duduk di tepi kasur Bi Minah.

"Kerja ngikut orang baik. Udah, cukup itu yang kamu tahu." Bi Minah menolak memberitahu Nisa.

Nisa yang masih berusia 19 tahun tidak terima. "Ibu, kasih tahu dong, Bu. Kalau Ibu kenapa-kenapa, aku mau ngadu ke siapa? Aku kan nggak tahu apa-apa soal tempat kerja Ibu."

Bi Minah mendadak pusing dengan kelakuan anaknya sendiri. "Ngadu ke Non Katia. Lagian majikan Ibu baik kok. Kamu sendiri, gimana itu pabrik? Capek kok masih diterusin. Dipecat kan akhirnya."

"Yah, Ibu, mana aku tahu pabriknya bakal tutup. Aku juga udah usaha kok jadi kasir di Betamart, tapi ternyata banyak yang nyolong, Bu. Aku mesti nombokin tiap hari. Lama-lama gajinya dikit banget." Nisa mengeluh.

"Makanya, jadi pembantu rumah tangga aja, atau jadi suster. Gaji suster lebih besar. Makan, minum, tidur, ongkos, nggak perlu. Gaji bersih. Memang Ibu membesarkan kamu dari bayi sampai kamu SMK, duit dari mana? Dari pabrik?" Bi Minah memelas supaya anaknya sadar.

Nisa manyun. Sebagai anak satu-satunya, ia memang cenderung manja. Ia juga merasa ibunya tidak kunjung paham kalau kebutuhannya dan zaman ibunya berbeda.

"Ibu juga di sini UMR." Bi Minah tidak mau kalah.

"Tapi aku nggak mau kalau kenalan sama orang terus ditanya kerjanya apa, jawabnya 'pembantu'. Aku mending jawab aku kasir, Bu, atau kerja di pabrik." Nisa menolak mati-matian.

Bi Minah terluka. "Emang kenapa sih jadi pembantu? Ini pekerjaan halal. Kamu lihat, kamar ibu sebagus ini. Kayak hotel, Nis."'

"Memangnya Ibu pernah ke hotel?" tanya Nisa, dan itu membuat Bi Minah sedih.

Tentu saja jawabannya tidak pernah. Duit dari mana? Itu juga yang membuat pikiran Nisa berat untuk kerja sebagai pembantu. Nisa mau jadi pegawai, punya kantor, dan hidup layaknya anak muda di TikTok, meskipun hingga saat ini, gambaran itu masih jauh dari realita Nisa.

Masih hening di antara keduanya. Nisa jadi merasa bersalah.

"Tapi kan baru sekali kamar Ibu bagus kayak gini. Dulu-dulu juga kamarnya kecil, pengap." Nisa mengeluh.

"Tetap lebih baik daripada kamar kamu di rumah." Bi Minah geram lalu keluar dari kamar.

Nisa bahkan secara de facto tidak punya kamar, karena rumah di kampung Bi Minah hanya punya satu kamar untuk semuanya.

"Emang kalau aku jadi pembantu, bisa dapat majikan sebagus majikan Ibu? Nggak ada jaminannya!" Nisa ngambek dan menyalakan TV.

Kepala Bi Minah pusing memikirkan nasib Nisa yang repot soal pekerjaan, juga soal jodoh. Nisa tidak henti-hentinya berpikir bahwa dirinya bisa dapat jodoh seperti artis-artis Korea yang sama sekali Bi Minah tidak pahami: rambut diwarna-warni kok dibilang tampan!

Menurut Bi Minah, secara jujur, meski darah dagingnya, Nisa tidak jelek, tapi tentu untuk mendapatkan artis, mimpi Nisa terlalu jauh.

Bi Minah menelepon Katia.

"Ya, Bi? Kenapa?" sahut Katia.

"Non, Bibi bisa minta tolong nggak?" ujar Bi Minah.

"Tolong apa nih?" Katia terbuka.

"Apa bisa, kerjaan Bibi yang sekarang ini dikasih ke Nisa anak Bibi? Nisa mau jadi ART kalau kamarnya kayak yang Bibi dapat dan gaji UMR. Bibi nggak apa-pa, kerja di mana saja boleh, Bibi siap nurut sama Non." Bi Minah terdengar ikhlas.

"Wah, nggak bisa gitu, Bi. Kan Bibi tahu sendiri, Kafka repot orangnya. Dia kenalnya Bibi, senangnya sama Bibi, nggak bisa main ditukar gitu aja. Dan Bibi kan sudah paham aturan di rumah Kafka. Nisa belum tentu, Bi." Katia berusaha memberikan pengertian.

"Tapi anak Bibi kasihan, Non. Apa nggak ada kerjaan lagi untuk artis?" tanya Bi Minah.

"Bi, artis itu nggak main-main. Syaratnya lebih ketat dari orang biasa. Mereka juga ngegajinya lebih besar, Bi." Katia mulai panik.

"Tolong cariin majikan sebaik Mas Kafka ya, Non. Buat anak Bibi." Bi Minah akhirnya menyerah.

"Saya usahain ya, Bi," ucap Katia sebelum menutup pembicaraan.

Bi Minah berbalik dan kaget melihat Nisa yang sudah di belakangnya, melongo.

"Ibu kerja sama Kafka penyanyi?"

Agensi Rumah TanggaWhere stories live. Discover now