EMPAT

26 19 1
                                    

Matahari semakin condong ke arah barat. Tom menatap kertas yang ia pegang, tidak banyak yang ditulisnya disana. Tom, Rachel, dan Nara juga sudah mengelilingi wilayah puncak Labon disekitar perkemahan sebanyak dua kali. Sekarang mereka bertiga kembali berjalan melewati bukit Hasonomes. Tampaknya tidak ada lagi sesuatu yang bisa dicatat.

"Tidak ada hal keren lagi di puncak Labon. Tulisan ini selesai." Tom melipat kertas putih yang dipegangnya, lalu dimasukkan kedalam saku belakang.

Nara mengangguk, setuju. "Sebaiknya kita kembali ke tempat kemah, aku juga sudah lapar, capek berjalan."

Dia menghela nafas sambil mengusap keringat di keningnya. Siang hari, cuaca juga panas. Untunglah di sekitarnya sekarang masih banyak pepohonan. Jadi, udara panas tidak terlalu terasa.

"Tom, jam berapa sekarang?" Rachel menoleh ke arah Tom. Hanya pemuda itu yang memiliki jam tangan.

Tom mengangkat tangan kirinya. "Dua belas lewat tujuh menit."

"Kau benar, Nara. Sudah waktunya makan siang." Ucap Rachel kepada Nara di sebelahnya.

"Mungkin tulisannya bisa kau lanjutkan jika kau tiba-tiba melihat hal yang penting, Tom. Tapi jika tidak ada, anggap saja tulisan itu sudah selesai."

Tom mengangguk. Dia melangkah cepat, menyejajari langkahnya dengan Rachel dan Nara. Saat berjalan kembali ke perkemahan, Tom dengan isengnya mengambil satu buah batu, lalu melemparkan batu itu ke bukit Hasonomes yang masih belum jauh darinya.

Batu itu melesat tepat di rerumputan yang menutupi bukit. Saat batunya jatuh kembali ke tanah, rerumputan yang menutup bukit Hasonomes tiba-tiba bergerak, membuka bagian tertutup yang dikenai oleh lemparan Tom.

Ada sebuah lambang yang terukir pada batu yang telah terbuka dari rerumputan itu. Lambang gabungan antara bentuk persegi, bulat, dan ketupat. Ukiran itu mulai mengeluarkan cahaya kuning. Seperti ada sesuatu didalam bukit tersebut.

Tom tidak mengetahui soal lambang yang bercahaya itu. Dia sudah jauh dari bukit Hasonomes. Tidak memperhatikan bukit itu lagi setelah melemparinya.

***

Rachel mengambil keranjang berisi buah yang ia simpan didalam tendanya, lalu meletakkan keranjang itu di tengah batu yang mereka duduki tadi.

"Dua hari berturut-turut tanpa makan nasi, rasanya agak aneh." Gumam Tom, saat melihat keranjang buah sudah ada di hadapannya.

"Namanya juga simulasi bertahan hidup, Tom. Tidak ada orang yang makan nasi saat bertahan hidup di hutan." Rachel menjawab gumaman Tom.

"Ada, jika orangnya tiba-tiba jatuh dari kecelakaan pesawat, tapi masih sempat membawa nasi bungkus dari bagasi pesawat. Nah, nanti dia bisa makan nasi bungkus nya itu saat terdampar di pulau." Tom menjawab yakin.

Rachel menepuk dahi---imajinasi temannya ini sungguh luas. Nara terkekeh.

Gadis rambut ekor kuda itu mengambil apel, dan Nara mengambil Mangga. Tom mencari buah yang terlihat tidak ada dalam keranjang.

"Jangan diacak-acak! Nanti buahnya kotor, Tom." Rachel mendesah kesal.

"Kau mencari buah apa, Tom?" Tanya Nara, mulutnya masih penuh dengan mangga.

"Pisang, kenapa tidak ada coba? Sudah habis?" Tom akhirnya memilih mengambil apel.

"Sepertinya sudah habis." Jawab Rachel sambil mengangguk.

Hand and WondersWhere stories live. Discover now