SEPULUH

17 15 0
                                    

Satu jam perjalanan, mobil van Apordios akhirnya sampai di imigrasi udara Pangalo. Sebuah bangunan abu-abu yang tidak terlalu besar, melayang di atas langit. Imigrasi tersebut disediakan untuk orang-orang yang membawa kendaraan terbang ( tidak termasuk pesawat ) dan juga untuk yang memiliki kemampuan terbang.

Imigrasi itu sepi. Karena memang, kebanyakan lebih memilih jalur darat ketimbang jalur udara untuk memasuki suatu negara. Hanya segelintir orang yang berada di sana.

Tom memarkirkan mobilnya di halaman kantor imigrasi. Lalu mematikan mesin.

"Ayo turun." Tom berdiri. "Bangunkan Nara, Ra."

Rachel juga berdiri, dia lalu menghampiri Nara yang masih tidur di kursi sana. "Na, bangun. Kita sudah sampai di kantor imigrasi."

Nara membalik badan, membuka mata, lalu menguceknya. Barulah gadis itu menekan tombol di kepala kasur, dan kasur itu kembali ke bentuk kursi.

Gadis rambut panjang itu berdiri. Dia hendak mencuci muka terlebih dahulu. Kemudian, dia dan Rachel keluar, setelah mengecek passport nya.

Tiga remaja itu berjalan berbarengan menuju antrian pengecekan passport. Antrian yang tidak terlalu panjang.

Tom menyerahkan passport miliknya kepada petugas imigrasi, untuk di beri stempel. Dilanjut dengan memberi stempel pada passport Rachel dan Nara.

Selesai stempel passport, mereka bertiga keluar dari bangunan itu.

"Tom, mobil mu dimana?" Rachel bertanya, wajahnya agak cemas.

"Tenang." Tom mengeluarkan sebuah remote kecil dari dalam saku jaketnya. Lalu, dia menekan tombol pada remote tersebut.

Tanpa perlu menunggu lama, mobil van Apordios sudah berteleportasi dan langsung terparkir di depan mereka bertiga.

"Woahh, teknik teleportasi." Nara terkagum.

Tom tersenyum bangga. "Ayo, kita lanjut jalan."

Tiga remaja itu kembali masuk ke dalam mobil, duduk di kursi masing-masing. Mesin mobil dinyalakan, dan melesat lagi ke atas langit.

"Na, kalau kau mau tidur, tidur lagi saja. Aku akan segera mencarikan solusi untuk masalah mu itu." Tom berbicara dari kursi depan.

"Sebenarnya aku tidak ngantuk, sih. Tapi, aku akan tetap tidur." Nara kembali menekan tombol di pegangan kursi. Kursi nya bertranformasi menjadi kasur, dan gadis itu merebahkan badan. "Daripada aku nanti menyusahkan kalian karena penyakit ku."

"Aku mau tidur juga, lah." Rachel ikut menekan tombol di pegangan kursi nya. Dan kursi tersebut juga bertransformasi menjadi kasur. Gadis rambut ekor kuda itu kemudian tertidur.

"Dunia aman sedikit." Gumam Tom, setelah kedua temannya tertidur.

Pemuda itu membuka handphone nya. Hendak menelusuri lokasi desa Abangan di Pangalo. Terlihat dari aplikasi peta, bahwa sekitar dua jam lagi baru sampai ke desa tersebut.

"Masih lama untuk sampai ke lokasi." Dia meletakkan handphone itu di hadapannya. Supaya, pemuda itu bisa leluasa untuk melihat peta.

Tom kemudian menghidupkan speaker mobil van.

"Barangkali aku akan mendengarkan musik." Dia memutar salah satu album dari penyanyi terkenal Narais.

Setelah musik diputar, mata Tom kembali fokus ke depan. Sambil sesekali bergumam mengikuti nada yang dilantunkan dari speaker.

***

Mobil van Apordios terus melaju di langit. Satu setengah jam telah berlalu. Itu berarti, desa Abangan semakin dekat. Rachel dan Nara tetap tertidur di kasur meteka.

Hand and WondersWhere stories live. Discover now