Dua

8.4K 1.3K 139
                                    

 Mili tidak tahu berapa lama dirinya menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Mili tidak tahu berapa lama dirinya menangis. Namun saat merasa dia sudah sanggup untuk mengusap air matanya dan menyingkirkan jaket milik Arsenal, Mili menatap pelan pada lelaki itu. Wajah Arsenal tampak seram seperti biasa. Dia masih mengenakan pakaian kantornya dengan lengan kemeja yang sudah digulung hingga siku. Tatapannya lurus pada jalan raya di hadapan yang cukup padat kendaraan. Ini malam Sabtu. Pemandangan yang wajar di Ibu Kota meski malam menunjukkan semakin larut.

Gadis itu kembali menggigit bibir. Berpikir keras dengan kira-kira kalimat apa yang perlu ia keluarkan untuk memecahkan hening ini. Namun belum sempat dia berbicara, ponselnya bergetar lagi. Tangan Mili kembali bergetar melihat nomor asing di layar. Debaran jantungnya bertalu-talu. Mili kembali keringat dingin.

Kenapa orang ini tidak lelah juga menghubungi?!

Rasanya, Mili ingin menangis lagi.

Buru-buru, ditolaknya panggilannya itu. Langsung Mili blokir nomornya yang entah sudah ke berapa kali dia lakukan. Namun tidak lama, nomor asing lain kembali menghubunginya, membuat napas Mili tersendat. Dia semakin gelisah.

"Kamu pakai pinjol?"

Mili menoleh mendengar pertanyaan yang diucapkan dengan tajam oleh Arsenal, membuatnya langsung menggeleng tegas.

"Enggak."

"Terus kenapa enggak diangkat?" tanya lelaki itu lagi.

Mili semakin gelisah. Matanya sudah kembali berkaca-kaca. Tidak mungkin dia menjelaskan pada Arsenal bahwa Mili tengah diteror setelah dituduh menjadi pelakor.

Mobil yang dikendarai Arsenal itu berhenti di tengah kemacetan. Membuat lelaki itu semakin leluasa menatap Mili dengan tatapan elangnya seperti biasa. Mili hanya bisa gelisah di tempat. Tidak memiliki banyak keberanian untuk membalas tatap lelaki itu, juga menghentikan Arsenal yang mengambil alih ponsel dari tangannya.

Syukurnya, getaran ponsel berhenti saat Arsenal berhasil mengambil alih.

Salah. Mili tidak boleh bersyukur. Panggilan masuk memang sudah berakhir. Namun, pesan-pesan berdatangan kemudian. Masuk ke dalam layar notifikasi yang tidak mungkin tidak dilihat oleh lelaki itu. Mili perhatikan bagaimana kening Arsenal mengerut sangat tajam. Wajahnya terlihat semakin tidak senang.

"Buka," perintah lelaki itu, menjulurkan ponsel pada Mili. "Buka sandinya, Mili."

Suara Arsenal yang semakin tajam, tidak bisa membuat Mili untuk keras kepala tidak menurut. Dengan tangannya yang bergetar itu, dia sentuh beberapa deret angka pada layar. Membuat Arsenal semakin leluasa dengan ponselnya dan Mili tidak bisa menghentikan saat lelaki itu justru menghubungi balik nomor yang mengirimi Mili pesan. Yang pasti, bukan pesan menyenangkan.

Dikejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang