Enam

7.5K 1.3K 206
                                    

   Mili tidak tahu lagi bagaimana caranya tidak lagi bertemu Arsenal pasca kejadian memalukan itu selain pagi-pagi buta, dia kabur dengan beralasan harus ke kos dulu karena ada barang yang tertinggal di kos harus dibawanya ke kantor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Mili tidak tahu lagi bagaimana caranya tidak lagi bertemu Arsenal pasca kejadian memalukan itu selain pagi-pagi buta, dia kabur dengan beralasan harus ke kos dulu karena ada barang yang tertinggal di kos harus dibawanya ke kantor. Tentu saja, Ibu Adis sempat tidak memberinya izin bahkan ingin memanggil Arsenal karena untuk mengantarkan Mili ke kosnya sebab Mili yang sangat kukuh untuk pergi pagi-pagi. Jelas Mili langsung menggeleng, nyaris memohon untuk tidak menghadirkan Arsenal padanya. Syukurnya, Ibu Adis akhirnya membiarkan Mili pergi.

Mili benar-benar lebih dulu kembali ke kosnya untuk berbenah dan mandi serta berganti baju, baru setelah itu pergi ke kantor.

Ya, mandi.

Setelah kejadian super-duper memalukan yang Mili tidak pernah menyangka dia akan mengalaminya di hidup ini, Mili sama sekali tidak mau lagi menginjakkan kaki ke kamar mandi itu. Jangankan kamar mandi, Mili bahkan menolak keluar kamar selain pada pagi hari. Itu pun langsung pulang. Dia bahkan memilih beribadah subuh di masjid kompleks perumahan Arsenal ketimbang harus ke kamar mandi.

Sungguh, Mili malu sekali!

Dia tidak lagi tahu bagaimana cara menghadapi Arsenal setelah ini. Dan mungkin saja, semalam itu adalah pertemuan terakhirnya dengan lelaki itu.

Apa Mili pulang saja ke kampungnya?

Arghhhhh!

Mili benar-benar frustrasi. Dia tidak pernah ada di kondisi memalukan seperti ini sebelumnya.

"Mil!"

Mili sedikit tersentak saat tiba-tiba orang lain selain dirinya masuk ke dalam ruangan. Meski sempat ke kosnya, tapi Mili tetap datang terlalu pagi ke kantornya. Dia menjadi orang pertama yang menginjakkan kaki di kantornya ini bahkan sebelum Anto—OB di kantor ini tiba.

"Tumben banget pagi-pagi udah nyampe?" Itu adalah Ameera, salah satu rekan kerjanya sesama rekruiter. Rumahnya di Tangerang dan setahu Mili, Ameraa memang selalu datang pagi sebab tidak mau bermacet-macetan di jalan kalau datang mepet dengan jam kantor.

Mili yang masih begitu lesu, berusaha membangun senyumnya. Tentu dia tidak akan membiarkan orang lain tahu tentang kejadian memalukan di rumah Arsenal itu.

"Iya, Mbak. Lagi rajin," jawabnya menyengir dipaksakan.

Ameera terlihat bingung. Namun sedetik kemudian, wajahnya semeringah. "Mil, Mil, mumpung lo dateng cepet, belum banyak orang juga. Bantu gue ngitung-ngitung, Mil." Ameera langsung menarik duduk kursi di samping Mili setelah meletakkan ranselnya di kursinya sendiri.

"Ngitung apa, Mbak?" tanya Mili.

"Gue mau beli iphone, Mil. Bantu gue ngitung kira-kira bagusnya gue nyicil yang berapa bulan, terus beli yang seri mana. Gue sih maunya yang setahun aja. Tapi bisa nggak ya, gue nyicil setahun."

Mili mengangguk paham. Sudah pernah disebutkan belum kalau Mili itu orang yang perhitungan? Maksudnya, dia itu perhitungan pada uang. Dengan kata lain sebenarnya Mili itu 'pelit'. Siklus keuangannya itu sangat tertata. Dia bahkan menerapkan pola hidup hemat yang kebangetan hemat. Hampir semua teman-teman kantornya tahu itu. Mili jago hitung-hitungan perkara keuangan. Tidak jarang juga merek meminta bantuan Mili kalau mau menyicil barang karena Mili bak konsultan keuangan yang dapat diandalkan.

Dikejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang