Delapan

8K 1.4K 280
                                    

              "Scoring bulan ini belum selesai juga? Kamu itu kerjanya ngapain aja sih, Kamilea?" Tatapan tajam Tamara menyorot Mili yang berdiri di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

              "Scoring bulan ini belum selesai juga? Kamu itu kerjanya ngapain aja sih, Kamilea?" Tatapan tajam Tamara menyorot Mili yang berdiri di hadapannya.

Gadis itu yang baru saja masuk ke ruangan dan langsung kena semprot, sempat terpejam beberapa detik sebelum menguatkan diri untuk menghadapi sang atasan.

"Tinggal tim yang di Diamon, Bu. PM-nya belum ngirim," jawab Mili.

"PM-nya siapa?"

"Pak Tio, Bu."

"Ya kalau PM-nya belum ngirim kamu langsung ke karyawannya dong! Tanyain satu-satu! Kamu kok enggak ada inisiatifnya sama sekali, sih!"

Mili diam, memutuskan tidak menjawab. Meski dalam hati, dia membenarkan keputusannya akan hal ini. Memilih untuk menunggu data dari project manager yang bersangkutan dari pada langsung menghubungi karyawannya satu persatu seperti yang Tamara minta. Hal itu sebab dia sudah pernah melakukannya, saat PM yang bersangkutan lama memberikan data. Namun saat dia dapat data langsung dari karyawannya satu persatu, Mili yang justru dimarahi oleh PM-nya. Dibilang tidak sabaran dan membuat pekerjaan PM-nya sia-sia.

Dan juga ... sebenarnya waktu untuk menyerahkan data scoring bulan ini masih ada tiga hari lagi.

"Kamu itu udah satu tahun kerja kok tetap enggak ada perubahan begini, sih? Stuck aja di tempat. Improve dong, Mili! Kamu itu punya otak dipake kerja yang bener!" Tamara menatapnya semakin marah. "Saya nggak mau tahu, sore nanti scoring harus udah selsai!"

Mili mulai menguatkan diri, mencoba membuka mulut untuk melemparkan argumennya. "Maaf, Bu, tapi deadline untuk scoring bulan ini masih tiga hari lagi."

"Kamu jangan terlena sama deadline! Kalau tiga hari belum selesai juga gimana?! Saya harus lapor apa sama Mister?!"

Mili diam. Tidak lagi memiliki argumen untuk dikeluarkan.

"Besok. Maksimal besok scoring harus udah beres," kata Tamara lagi. "Saya udah kasih keringanan sampai besok. Kalau kamu masih nggak bener kerjanya, mendingan kamu nggak usah datang-datang lagi ke sini. Nggak berguna."

*__*

Mili menjatuhkan kepala pada meja kantin. Tampak lesu di jam makan siang ini. Bagaimana mungkin dia tidak lesu kalau dia kembali kena semprot oleh Tamara. Rasanya, berhadapan dengan Tamara berkali-kali lebih melelahkan dari pada pekerjaannya sendiri.

"Beres makan siang nanti coba lo hubungin lagi Pak Tio-nya, Mil. Tanyain lagi scoring-nya. Terus coba lo chat salah satu karyawannya. Si Ardo atau siapa kek. Tanyain aja dia udah isi kuesionernya belum." Kiara yang duduk di hadapannya memberikan saran padanya.

Dikejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang