Bab 6

18 8 1
                                    

"Sebenarnya aku juga sudah dengar."
"Apa maksud kalian?" Tanya Xenon penasaran dengan perbincangan kedua sahabatnya itu. Ia baru saja kembali dari luar negeri untuk urusan bisnis dan ia tak mendengar berita besar diantara para pengusaha.

Selama di luar negeri ia hanya menanyakan urusan kantor pada Hanso dan lelaki itu tak jua memberitahu hal lain selain apa yang ditanya oleh Xenon.
"Dua bulan lalu Tuan Federal meninggal dunia setelah operasinya gagal di Jerman. Mereka bilang cucu perempuannya yang meneruskannya. Karena sangat sulit mengurus kepulangan, maka jenazah Tuan Blaire baru bisa dipulangkan seminggu kemudian."
"Apa? Mengapa aku tak tahu berita begini." Ia mulai berpikir bagaimana kedaan Cyana saat itu. Ia tampak sangat dekat dengan opanya dan Cyana sudah tak punya siapa-siapa kini.
"Lantas kini rivalmu menjadi selevel denganmu bukan?" Tanya Hanso.
"Dia menjadi CEO?"

Hanso mengangguk.
"Dia memang berbeda. Aku tahu itu dari dulu. Gadis itu amat berambisi. Dulu bahkan  ia bisa memenangkan banyak olimpiade dulu?"
Hanso mengangguk, lantas ia melirik kearah Diana.
"Ahh sudahlah jangan bahas dia," ucap Hanso sebab ia tahu Diana akan merasa cemburu.

****

Cyana masih menatap langit siang itu. Wajah ayah dan opanya terbayang disana.
"Nona anda harus segera ke ruang rapat."
"Ada apa Mili?" Tanyanya pada sekretarisnya.
"Nona mereka mengadakan rapat tanpa anda."
"Apa?"

Dengan cepat Cyana menuji ruangan yang Mili maksud dan benar saja disana ketiga kerabat ayahnya sedang rapat dengan para petinggi perusahaan.
"Apa yang kalian lakukan dibelakangku?" Tanyanya dingin.
"Karena kau sudah disini, sekalian saja, keputusan kami sudah keluar," ucap Daniel.
"Keputusan? Keputusan apa maksud kalian!!!"
Cyana menajamkan matanya.
"Mulai hari ini posisi CEO akan dipegang oleh Tuan Daniel Nona Cyana," ucap Pak Dren, salah satu bawahan yang setia pada opanya.
"Apa? Bagaimana bisa kalian menghianati opa? Opa telah memilihku dan baru juga setengah tahun opa meninggal kalian sudah menghianatinya!"

Semua yang ada disana menunduk kecuali dua om dan satu tantenya.
"Kau tidak mau menerima? Sejak awal kami juga tidka yakin kau putri dari Kak Darriel." Daniel menatapnya dingin.
Lantas setelahnya Cyana tertawa.
"Gadis gila, kau!!" Ejek Carry
"Aku gila atau kalian. Hanya karena jabatan dan harta kalian menyingkirkan surat wasiat opa dan juga aku keponakan kalian. Huh."
"Terima saja nasibmu," ucap Sue.
"Jangan menganggap Tuhan itu tidur. Hari ini kalian bisa memenangkan ini, namun selanjutnya siapa yabg akan tertawa belakangan maka dia yang menang."
"Mengaranglah sesukamu," umpat Daniel dan pergi. Sementara Tantenya masih menyenggol pundaknya.
"Auchh, maaf sengaja."
Cyana melemparkan berkas kepadanya.
"Kau ...."
"Kenapa?" Tantang Cyana.
"Ayo pergi Carry," tarik Daniel.
"Bye."
Setelah mereka pergi Cyana kembali ke ruangannya dan ia terduduk lemas. Air matanya yang jatuh dengan cepat ia hapus.
"Aku takkan memafkan kalian. Lihat saja aku akan kembali mengambil semuanya." Gerutunya sebelum pergi meninggalkan kantor.

Di jalan ia menelepon Nara dan Tania, namun keduanya sibuk. Ia ingat kemana orang-orang mengusir suntuk. Maka ia memutuskan untuk pergi ke club meski ia sendiri tak tahan minum dan belum pernah sama sekali minum. Namun saat ini ia butuh penghiburan.
Memasuki club ia langsung bertanya ke bartender.
"Kadar terendah," ucapnya.
"Ada belum pernah minum?"
Cyana hanya diam. "Berikan saja pilihanku!" Ucapnya pelan. Bartendender itu mengangguk dan tak lama memberikan sebotol gelas wine kadar terendah.
Apa tak apa minum? Pikir Cyana. "Ahh ... sekali-sekali tak apa." Saat ini pikirannya tak tenang, dan ia tak tahu harus bagaimana, ia merasa seluruh persendiannya lumpuh.

Ia teringat lagi hari terkahirnya bertemu opanya.
Hari itu ia sengaja berangkat ke luar negeri sebab ia mendapat kabar kesehatan opanya memburuk. Saat ia tiba lelaki itu masih tertidur dalam komanya. Perlahan ia mendekati sosok kesayangannya itu. Ia genggam jemari itu.
"Bangunlah opa. Jangan tinggalkan aku." Air mata yang tumpah segera ia hapus saat dokter tiba.
"Apakah masih ada harapan Dok?" Dokter itu hanya menatapnya, ia pun tak tahu apakah lelaki itu akan sadar kembali atau sebaliknya.
"Kami berusaha yang terbaik Nona Blaire."
"Tolong selamatkan opa saya Dok," pintanya.
"Kami akan mencoba."

Cyana menemani opanya hingga detik terkahirnya. Seminggu setelah kedatangannya tubuh itu mulai mengejang. Cyana memanggil dokter dan dokter berusaha memberikan efek kejutan. Namun sayang Federal tak jua dapat diselamatkan. Lelaki itu pun meninggal diusianya yang ke 75 tahun sore itu. Cyana hampir pingsan saat menerima kenyataan itu. Hari itu juga mereka mencari penerbangan tercepat ke Indonesia dan ia harus menahan dukanya untuk mengurus kepulangan dan pemakaman dari opanya itu.


Marry My RivalWhere stories live. Discover now