Bab 8

10 5 0
                                    

Hallo selamat membaca 😁

Jangan lupa tinggalkan jejak ya 🙏

******

Cyana terbangun karena sinar mentari yang mulai menyengat. Ia merasa kepalanya berat.
"Astaga karena aku minum semalam, dasar Cyana bodoh." Ia pun mencoba untuk duduk, disaat itulah ia sadar akan sesuatu.
"Xenon?" Ucapnya terkejut melihat sosok rivalnya itu tertidur di sofa yang berada di dekat jendela.
Cyana melihat kebawah selimut.
"Astaga, apa yang terjadi, shitt, kemana semua pakaianku?" Ia mengendap turun dari ranjang agar Xenon tak bangun. Perlahan ia mengambil pakaiannya dan dengan cepat memakainya.
"Sial, ia melihat semuanya." Ingin rasanya ia memukul Xenon namun ia lebih memilih cara teraman.

Dengan cepat ia membuka pintu kamar hotel itu dan segera berlari keluar hotel. Tak lama ia menyetop sebuah taksi dan beranjak dari sana.
Setibanya di rumahnya ia segera menuju kamar mandi. Ia menghidupkan air dan mengisi bath upnya dengan penuh. Ia membenamkan tubuhnya untuk mengembikan kesadarannya sepenuhnya.

"Sial, mengapa aku begitu bodoh, dan tunggu apa yang aku ceritakan pada Xenon, dan sepertinya ia memintaku menikah dengannya. Gila, ini sangat gila, bagaimana mungkin aku menikah dengan dia." Ia memukur kepalanya karena merasa begitu bodoh.

Sementara Xenon sendiri baru terjaga saat jam di dinding menunjukkan angka sembilan, karena panggilan dari Hanso. Segera ia menjawabnya dan mengabarkan ia tak masuk hari itu, meski respon Hanso sangat heboh ia tak mengubrisnya.

"Ia sudah pergi rupanya. Ia kira ia bisa kabur setelah membuat kesepakatan denganku." Ia meraih handphonennya dan mencoba menelepon Cyana.

Cyana yang melihat nomor asing di handphonenya segera mereject panggilan itu.

"Itu tak mungkin Xenon kan? Dari mana anak itu dapat nomorku!"
Xenon sendiri semakin kesal, setelah check out ia menuju mobilnya dan menelepon kembali.

"Ia menolaknya lagi. Cyana kau akan bermain petak umpet, atau hatd to get denganku," gerutunya.
Sementara Cyana menghubungi kedua sahabatnya untuk bertemu, ia merasa harus menanyakan pendapat para sahabatnya saat ini. Sepanjang jalan gadis itu mendumel sebab Xenon terus meneleponnya.
"Apa dia gila menelepon terus menerus. Ahh sial aku harus menghindari ia saat ini, mau ditaruh dimana wajahku setelah semua ini. Belum lagi astaga aku menerima lamaranya. Cyana, kau benar-benar bodoh."
"Hei ada apa kenapa kau terlihat tak baik? Apa selain masalah kantor, kau ada masalah lain?"
Cyana menghela napas. "Aku rasanya ingin mati saja."
"Heh ada apa?" Tanya Tania.
"Jangan buat kami cemas," timpal Nara.
"Kalian tau, aku malas membahas orang itu, Xenon."
"Xenon? Xenon Oliver Harberth rivalmu itu?"
Cyana mengangguk.
"Dia melamarku tadi malam," ucap Cyana.
"Whhaaattt!!" Kedua sahabatnya itu berteriak mendengarnya.
"Pelankan suara kalian," ucap Cyana. Mereka sedang berada di kafe dan tentu semua orang memperhatikan mereka.
"Bagaimana bisa? Tunggu apa dibelakang kami kalian pacaran?" Tanya Nara.
"Apa begitu?"
"Tidak, mana mungkin aku pacaran dengannya. Kalian tahu hubunganku dengannya sangat buruk."
"Kalau begitu mengapa bisa ia melamarmu tanpa sebab."
"Aku mabuk berat tadi malam."
"Bukankah kami sudah melarangmu ke club Cyana, astaga," ucap Tiana sedikit jengkel dengan Cyana.
"Kalian tak ada dan aku sedang kalut, aku tak bisa berpikir, aku kira kesana akan membuatku tenang, namun menambah masalah."
"Itu sebabnya aku tak suka kesana."
"Aku salah, sekarang aku harus bagaimana. Tiba-tiba Xenon muncul, aku mengusirnya, namun ia menolak, tanpa sadar aku bercerita banyak hal dan ia mendengarkannya, lantas, tiba-tiba ia menawarkan bantuan untukku."
"Bantuan untuk balas dendam?"
"Kau benar, ia berkata aku bisa bekerjasama dengannya untuk menghancurkan keluarga Blaire, dan ia menawariku sebuah pertunangan diatas hitam putih."
"Dan kau menerimanaya? Astaga itu sebuah keputusan yang semestinya kau pikirkan dengan matang."
"Masalahnya adalah aku tak ingat aku mengangguk atau tidak, sebab tak lama setelahnya aku tak sadarkan diri."
"Tunggu, apa yang terjadi setelahnya?"
"Kalian, itu apa itu aduhh," ucap Nara.
"Tidak kami tidak berhubungan koq, hanya saja, ia membuka semua pakaianku dan menyelimutiku. Ia kemudian tidur di sofa."
"Kau yakin ia tak menyentuhmu selain membuka pakaian?"
Cyana mengangguk. "Ia bukan pemuda seperti itu, sejak dulu kami takkan melakukan sesuatu yang akan merendahkan diri kami. Aku juga merasa ia aneh, apa ia tak bernapsu?"

Nara dan Tania tertawa setelahnya.
"Ia tentu bernapsu, kau sngat cantik, pria mana yang tak mau, hanya ia lelaki yang lumayan gentle sebab ia tak melakukan hal yang akan dilakukan pemuda lain jika dihadapkan pada posisi itu."
"Aku juga merasa begitu, namun sejak dulu kepalanya memang susah ditebak. Ia membuatku jantungan tadi."
"Mungkin karena kau telah berjanji untuk menikah dengannya, ia maka takkan mau membuatmu kehilangan kehormatan."
"Begitukah menurutmu?"
Tania mengangguk, Nara pun demikian.
"Lantas apakah aku harus menikah dengannya?"

Marry My RivalWhere stories live. Discover now