Bab 14

7 2 0
                                    

"Sudahlah Ma, ayo kita pulang," ajak Daniel.
"Tentu Pa, Mama juga tak suka lama-lama disini."
"Baguslah, kalau kalian cepat pulang," sindir Cyana.
"Aku heran bagaimana caramu mendapatkan suami dalam waktu yang begitu singkat?" Tanya Marry.
"Kenapa heran? Bukankah itu mengingatkammu caramu merayu salah satu putra Blaire?"

Marry menatap Cyana dingin, namun Cyana juga tak gentar. "Jangan kau kira aku anak berusia 17 tahun yang bisa kau tindas Nyonya!!"
Daniel langsung menarik istrinya dan pergi. Sebelumnya ia menatap Cyana dan berseru.

"Kau menunjukkan dirimu yang sebenarnya sekarang."

Cyana hanya tersenyum jengah. Xenon meraih tangannya untuk membuatnya tenang sebab para tamu masih banyak disana.

"Aku kira kau akan menampar wanita itu."
"Jika aku bisa, dia berlagak suci sementara dia menikahi omku lelaki itu karena ia adalah putra Blaire. Wanita itu."
"Kali ini kau dapat imbang?"
"Aku tak takut dengannya kau tahu. Tak juga dengan putrinya."
"Putrinya?"
"Kenapa? Kau tertarik?"
"Haha ... Aku? Tak ada yang lebih menarik daripada istriku. Cyana Blaire," puji Xenon.
"Pujianmu terdengar seperti ejekan, namun aku suka."

Sementara di tempat lain Mark menatap wajah sepupunya yang tampak murung. Saat mendengar kabar pernikahan Cyana Stephan langsung lemas.

"Kau baik-baik saja?"
"Menurutmu? Sejak awal aku tahu ini takkan berhasil," ucap pemuda berwajah lembut itu.
"Mau apa lagi, dia adalah sepupu kita, sejak awal aku sudah memberitahumu sebelum perasaanmu berkembang bukan?"
"Tetap saja, tak semudah itu melupakannya Mark."
"Aku tahu itu." Mark pernah berpacaran saat kuliah dan papanya memintanya untuk putus dengan kekasihnya. Ia bahkan mendapat ancaman akan dihapus dari ahli waris jika tak meninggalkan gadis itu. Akhirnya Mark mengalah karena mamanya mengancam akan membuat wanita itu menderita. Kejadian itu sudah lama berlalu namun tetap saja Mark masih ingat gadis itu.

"Maaf aku tak bermaksud membuatmu ingat. Kadang aku bertanya mengapa aku dilahirkan sebagai keluarga Blaire. Tetapi setiap melihatmu aku tahu papamu lebih keras dari mamaku. Dan aku tak bisa mengeluhkan hidupku. Kini biarlah Cyana bahagia. Semoga dia orang yang tepat."
"Aku bahkan terlalu malu untuk datang ke pestanya mengingat apa yang dilakukan orang tua kita padanya."
"Mereka sangat menggilai harta, kau tahu itu. Kadang aku berpikir akan nikmat jika aku bisa tinggal di rumah Om Razie di Wellington."
"Kau mau kesana? Atau kita temui Arane di Swiss?"
"Arane juga tak terlalu dekat dengan papanya bukan. Setelah Uncle Sue berpisah dengan mamanya. Ia sama sekali tak mau lagi datang ke Jakarta."
"Ahh, setidaknya ia masih menjenguk opa saat berobat di luar negeri bukan? Berbeda dengan Jessica adikku. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri."
"Aku sedikit merinding memikirkan adikmu itu."
"Dan kau tahu ia akan segera pulang. Dia pasti sangat senang melihat Cyana disingkirkan."
"Berbeda dengan Fizy, ia amat membenci Cyana."
"Aku rasa Cyana juga demikian. Mereka tak akan mau mengalah satu sama lain. Pertempuran antar wanita yang menakutkan."

Stephan tertawa setelahnya. Mereka kembali meneguk kopi amerikano sembari menatap langit kota Jakarta dari ketinggian lantai 70 di sebuah kafe di hotel ternama di kota itu.
"Bagaimana dengan gadis itu?"
"Siapa?"
"Mira?? Ayolah ia gadis yang baik, jangan menyesal nanti."
"Kau sendiri? Aku rasa Cyana akan membalas orang tua kita, dan aku bertanya jika ia berhasil membuat orang tua kita mendapatkan pelajaran, akankah kau kembali mencarinya?"
"Entahlah ... Aku tak tahu," sahut Mark.

***

Cyana merasa kikuk di duduk di pinggiran ranjang. Sedari tadi ia ingin melepaskan gaun yang berat itu, namun tak berhasil.

"Sial, susah sekali. Aku mau mandi."
Saat Xenon masuk ke kamar ia heran melihat istrinya masih memakai pakaian pengantinnya.
"Kau belum berganti?"
"Itu aku ... Aku ... Aku kesulitan membuka resletingnya," ucap Cyana dengan menahan malu.

Xenon hanya tersenyum kecil dan mendekatinya.
"Sini biar aku bantu."
Ia menarik resleting itu dan kemudian berbalik melepas tuxedonya.
"Pakaian tidur ada di lemari," ucap Xenon.
"Emm ..." Setelah Cyana bisa menurunkan resleting itu ia segera menuju kamar mandi dan mengambil pakaian ganti. Sementara Xenon mengecek beberapa berkas di laptopnya. Bahkan di hari pernikahanpun Hanso dan Diana tak mengizinkannya bebas dari tugasnya.
Ia menunggu Cyana selesai mandi. Rambut istrinya itu masih tampak basah.

"Keringkanlah," ucapnya dan melempar hair dryer.
Setelah mandi ia memilih pakaian santai dan kembali melihat laptopnya.
"Kau akan bekerja di malam pengantin kita?"
"Iya kenapa? Kau ingin kita melakukan itu?"
"Aku? Tidak ... Tidak bukan itu maksudku," ucap Cyana tergugup.
"Kita bisa melakukannya jika kita mau nanti, kita masih punta banyak waktu, kecuali kau ingin segera punya anak denganku."
"Lanjutlah pekerjaanmu, aku akan tidur," ucap Cyana dan menutup wajahnya karena malu dan kikuk.
Bisa -bisanya ia berkata soal itu dengan santai. Dumel Cyana sendiri. Ia tak tahu Xenon bisa mendengarkan dan tersenyum di sudut bibirnya.

Marry My RivalWhere stories live. Discover now