Tangisan Kedua

49 6 0
                                    

-----------------

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

Happy Reading....

Sekitar satu minggu siumannya Haidar, Haidar sedikit-sedikit mencoba mengingat siapa pelaku yang telah membuat kendaraan dan orang-orang jatuh kedalam laut. Namun ingatannya tak kunjung sirna. Ia sedikit bosan dengan keadaan di Rumah Sakit. Haidar benar-benar bosan, ia melirik Mbak Jenin yang daritadi terus menerus menyulam, Haidar tersenyum, bagaimanapun Mbak Jenin adalah orang yang telah menyelamatkannya dari dunia entah berantah.

Haidar melihat sekeliling tidak ada Mamah Iis maupun Babehnya sendiri, ia akhirnya menepuk pundak Mbak Jenin. Yang ditepuk sadar dan langsung melihat wajah Haidar.

"Mbak, mamah kemana?" Tanya Haidar dengan wajah polosnya yang membuat Jenin sedikit merona pipinya.

'Gila-gila ini cowok, bikin gue tergila-gila' batinnya berdebar-debar. Jenin berusaha menskrinkon Jantugnya saat ini.

"Mamah Haidar, Tante Iis lagi ngeliat keadaan yang lainnya." Jawab Jenin dengan tatapan yang dalam, Haidar sedikit malu jika ditatap dalam oleh Mbak Jenin namun ia segera mengubris pikiran itu.

"Mereka masih belum sadar?"

Jenin menggeleng, ia mencoba sadar kembali, Jenin juga bertanya-tanya 'apakah mereka juga sama sepertinya' yang menunggu Haidar bangun, Jenin berharap orang yang mereka tunggu mendapat kabar baik secepatnya.

"Yang baru bangun cuman Haidar." Jawab Jenin dengan wajah yang menunjukkan rasa sedihnya, Haidar merasakannya, ia juga merasakan rasa sedihnya terlebih orang orang yang terlibat kecelakaan itu semuanya adalah keluarganya.

"Mungkin mereka belum masuk mimpi, Kenapa Haidar bisa bangun, karena Mbak yang Nyuruh Idar harus bangun hehe." Ucap Haidar mencairkan suasana, Jenin tersenyum begitupun Haidar dengan bergelut dalam pikiran masing-masing dengan harapan Orang-orang terdekat cepat bangun.

Ruang ICU Chandra

Widya adalah orang yang selamat dari kecelakaan itu, ia yang turun ditengah jalan dan mencari taxi. Widya juga yang melihat secara langsung kecelakaan secara jelas. Namun ketika ditanya siapa pelakunya, Widya tak begitu jelas karena orang tersebut memakai jaket tebal serta memakai topeng.

Widya selalu menunggu Chandra bangun dari tempat tidurnya, ia akan selalu menerima Chandra, dokter bilang bahwa Chandra mengalami patah tulang dan satu matanya tidak berfungsi, kabar berat untuk Widya namun ia tak pernah mempersalahkannya, ia menunggu Chandra bangun dari tidur panjangnya.

Mamah Iis datang, ia melihat Widya sudah datang duluan, ia melihat secara jelas kantung mata yang sudah berhari-hari tidak istirahat. Mamah Iis menepuk pelan bahu Widya.

"Nak Widya, istirahat dulu yuk, badan kamu juga perlu istirahat."

Widya menggeleng, ia tak mau sedetikpun jauh dari Chandra, ia ingin selalu menemani Chandra.

"Enggak mah, Widya mau jadi orang kedua yang dilihat Chandra, soalnya orang pertamanya Mamah Iis hehe." Balas Widya dengan senyuman khasnya, Mamah Iis mau tak mau ia menyerahkan kondisi Chandra ke Widya, bagaimanapun Nana dan Jelita belum ada kabar sedikitpun tentang mereka berdua.

Widya selalu menjaga siang dan malam, bercerita tentang masa-masa mereka bertemu dulu, masa-masa Chandra yang selalu menjailinya dan akhirnya jatuh cinta kepadanya, masa-masa Chandra melamar dan mengajak nikah Widya.

'Widya aku janji, aku bakal nikahin kamu.'

'Untuk tahun ini aku belum siap.'

'kalau belum siap, Aku bakal nunggu Widya sampai siap, so Will you marry me.'

'iya.'

Widya terbangun dari tidurnya, ia melihat Chandra yang masih belum sadar. Widya menangis meskipun hanya mimpi tapi itu adalah masalalunya. Widya berjanji ketika Chandra bangun, dirinya akan menikah dengan Chandra, dan jika Chandra tiada, Widya tak akan pernah menikah dengan siapapun.

Ia mengelus tangan Chandra perlahan-lahan hingga tertidur pulas

"Widya sayang, bangun." Usap tangan seseorang ke pipi Widya, Widya bangun dengan mata sembabnya, ia melihat Chandra terbangun dari tidurnya, ia memeluknya sangat erat dan menangis kembali.

"Dingin." Ucap Widya Pelan namun terdengar oleh Chandra, ia tetap memeluk dengan erat, Widya menangis ia tidak mendengar detak jantung Chandra sama sekali, badannya dingin, ia sedang memeluk siapa sekarang, apakah ini mimpi atau nyata, Widya sungguh ingin memastikan, namun Chandra tak melepas pelukannya, Chandra ikut menangis dan mengucapkan kalimat dengan nada pelan, yang membuat Widya menangis deras dipelukannya.

"Sayang, Widya, atau Calon Istriku, emm aku mau bilang apa ya, jaga kesehatan kamu, ah enggak deh, maaf ya Widya." Ucap Chandra terhenti, ia mencoba bertahan dengan seluruh badannya yang semakin dingin

Widya tak menjawab, ia ingin mendengar seluruh perkataan Chandra.

"Maaf karena gak anter kamu cari taxi, maaf karena aku kamu muntah, tapi aku terimakasih, makasih udah mau nemenin Chandra, makasih udah mau sama Chandra, makasih udah sering Cerita, Chandra suka denger cerita Widya, karena Widya kekasih Chandra, kekasih abadi."

Widya tak sanggup menunggu, ia mencoba melepas pelukannya dan ingin berbicara namun tetapi tidak bisa, Chandra tidak melepas pelukannya.

"Setelah ini, kamu bangun ya, kamu cari orang baru, tolong lupakan aku Widya, lupakan semuanya dan hidup bahagia, kamu adalah segalanya bagiku. Jadi hiduplah lebih lama ya. Terimakasih, pelukan kamu sangat hangat, ah--- andai saja aku bisa memelukmu lebih lama, namun gak bisa, andai saja aku bisa memasangkan cincin pernikahan kita, andai saja aku tidak ikut kesana-" Ucapnya terhenti, seluruh badannya sangat dingin, pelukannya perlahan lepas. Widya melihat dengan jelas Chandra memeluknya di saat saat terakhir.

Widya terbangun dari tidurnya, ia melihat denyut jantung Chandra yang semakin menurun, ia menangis dan menjerit memanggil dokter, ia terus berdo'a, berdo'a sangat khusu.

'Tuhan kali ini saja, kali ini saja tolong selamatkan kekasihku Chandra." Ucapnya khusu yang terus dilihat Chandra dari kejauhan.

*****
"Gak bakal bangun?" Tanya Nana ke Chandra yang ditanya hanya menoleh dan tersenyum

"Enggak, gue ikut lo aja deh bang hehe." Jawab Chandra sambil tertawa.

"Serius?" Tanya Nana sekali lagi yang akhirnya membuat tangisan pecah. Chandra menangis, sungguh ia tak mau Widya bersama orang lain, meskipun Widya menerimanya keadaan dirinya yang sekarang namun ia benar benar tidak mau Widya menderita karena dirinya seperti ini.

Nana yang paham kondisinya, mengelus kepalanya dan menoleh ke Jelita sambil tersenyum.

"Ayo, kita pulang, kerumah kita sesungguhnya, tempat berpulang manusia." Ucap Nana ia memegang tangan Jelita, dan satu tangannya memegang tangan Chandra.

Mereka menuju cahaya indah itu, Chandra menoleh dan tersenyum

"Tolong Widya, hiduplah lebih lama lagi."

Bersambung......

Hai dan haiii, terimakasih yang sudah baca dan vote yaa hehehe nantikan next next lagi dehhhh, terimakasih yang sudah memberikan komentar dan vote huhuhu kalian terbaik dehhh❤️🌍



Untuk langit dari Ketujuh SamudraWhere stories live. Discover now