11. Shasha Aurellia

4 4 0
                                    

"Halo, nama kamu siapa?"

Riri yang waktu itu baru saja duduk di kursi gedung SMA-nya terperanjat saat bahunya dipegang. Gadis itu menoleh dan melihat sesosok gadis lain yang mengenakan seragam sama sepertinya berdiri tepat di depannya.

Riri melirik sekilas. Matanya dengan cepat membaca nama gadis di depannya ini melalui name tag yang dipakainya.

"Shasha Aurellia," baca Riri tanpa sadar dengan suara pelan.

"Hah? Wah, lo peramal, ya! Bisa langsung tahu nama gue!" Gadis yang bernama Shasha itu tiba-tiba berseru, membuat Riri kaget.

"Hah? Bukan, bukan," mata Riri membelalak, dia tidak pernah terbiasa dengan tipikal orang heboh seperti ini, "itu, nama lo, ada di name tag lo."

Mendengar hal itu, anak di depannya itu tersenyum malu lantas mengecek bagian kiri seragamnya. Benar saja, namanya terpampang jelas di sana.

"Hehe, maaf, ya. Gue emang ... kayak gitu anaknya," ujarnya sambil malu-malu kucing.

Kelihatan, sih.

Riri sebenarnya mau menjawab begitu, tapi, dia tidak tega. Dia juga mengingat baik-baik perkataan Mama yang menyuruhnya bersikap baik dan tidak mencari musuh di hari pertama sekolah.

"Oh, ya," Riri tersenyum kikuk sebelum akhirnya ikut menjulurkan tangannya, "nama gue Riri. Riri Ganisha. Panggil aja Riri untuk singkatnya."

"Oh, ya!" Mendengar itu, gadis di depannya langsung berlinang-lindang lalu balas menjabat tangannya dengan keras.

"Salam kenal, ya, gue Shasha!"

-o0o-

Begitulah awal-mula mereka berteman. Meski berbeda seperti kutub Utara dan garis khatulistiwa, tetapi, sebenarnya keduanya adalah sepasang sahabat yang saling melengkapi.

Sebelumnya, Riri memang tidak punya teman perempuan yang akrab. Hidupnya di sekolah hanya sibuk berputar di belajar dan Awan saja.

Sekarang, dia punya teman perempuan. Apalagi, sosok itu adalah Shasha yang terlihat hangat dan humoris.

Itu membuat Riri senang tentu saja. Setidaknya, dia perlu terlalu sendirian lagi kalau Awan ada latihan basket ataupun futsal.

Ya, itulah yang awalnya Riri pikirkan.

-o0o-

"Halo, Ganish! Eh, ini siapa?"

Awan baru saja duduk di depan Riri setelah menghilang sebentar saat bel istirahat berbunyi tadi. Cowok itu memerhatikan Shasha lamat-lamat.

"Kayaknya gue udah kenal lo, deh," ujar cowok itu sambil berusaha mengingat-ingat.

Shasha hanya tertawa akrab lalu menjulurkan tangannya ke Awan, "Gue Shasha, yang tadi pagi emang banyak ngajak orang kenalan sekaligus bagi-bagi permen."

"Oh, itu elo!" Awan tertawa terbahak lalu menatap Shasha lebih santai dari sebelumnya, "Hai, gue Awan, temennya Riri dari bayi."

"Awan, udah." Riri sudah hafal dengan kebiasaan Awan. Kalau sudah menyebut seperti itu, itu artinya cowok itu akan segera mengabsen sederet aibnya di masa lalu.

Mendengar itu, Awan hanya tertawa saja. Satu tangannya langsung mengacak-acak rambut Riri. Senang sekali menganggu saat gadis itu sedang makan.

"Iya, iya, Ganish! Janji gak ngomongin kamu yang aneh-aneh," ungkap Awan sembari membuat mimik muka yang lucu.

Riri mendesis seperti sedang diganggu oleh kucing liar. Lalu, gadis itu langsung membuat gestur akan menyiram Awan dengan jus jeruknya jika cowok itu tidak segera berhenti.

Awan tertawa. Puas terpingkal sebelum akhirnya membujuk Riri agar duduk lagi dan kembali menikmati makanannya.

Kejadian itu, adalah awal saat mereka baru masuk SMA. Lalu, Riri masih saja tidak menyangka, akan ada orang baru di antara hubungan persahabatannya dengan Awan.

-o0o-

"Ri, kalau gue jatuh cinta sama Awan gimana, ya? Lo gak papa, 'kan?"

Riri yang sedang duduk di atas kursi belajarnya langsung melotot saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Shasha itu. Dia bingung.

Mereka sedang belajar bersama judulnya. Namun, hanya Riri yang belajar dan mengerjakan PR, Shasha sibuk mewarnai kukunya.

"Lo suka sama Awan?" Riri mengulangi kata-kata Shasha. Kali ini, pena sudah terlepas dari tangannya.

Shasha mengangguk tanpa ragu. "Iya, gue suka sama Awan. Kalau misalnya gue sama Awan jadian ... lo gak papa, 'kan?"

Riri membeku di tempat saat mendengar hal itu. Gak papa? Riri juga tidak tahu, dia bingung.

Riri juga merasa ... kalau mungkin saja dia menyukai Awan.

"Kalau itu, nanti tanya sama Awan aja," balas Riri pura-pura tidak tahu. Pura-pura tidak mengerti.

Pura-pura tidak merasakan sakit.

-o0o-

"Ganish, gue sama Shasha udah pacaran. Ayo kita makan-makan!"

Riri berbalik. Telinganya merah. Dia seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar sekarang.

Saat berbalik, hatinya mencelos. Riri merasakan sesuatu seperti menusuk dadanya saat melihat apa yang terjadi di depannya sekarang.

Shasha bergelayut di pundak Awan. Sementara sahabatnya sejak kecil itu hanya tersenyum saja, seolah semuanya baik-baik saja. Seolah ini adalah keputusan terbaik yang membahagiakan semua.

Namun, mungkin itu benar.

Sudah banyak sekali yang mendukung mereka di SMA. Katanya, mereka sesuai, sama ganteng dan cantik, sama-sama ramah kepada semua orang. 

Sementara, dulu di SMP, banyak yang membenci Riri karena dia adalah satu-satunya cewek yang dekat dengan Awan. Tidak ada yang mendukung Riri pacaran dengan Awan dari dulu.

Jadi, saat itu, Riri tidak bisa berbuat apa pun. Seolah semuanya memang sudah tertulis. Seolah memang itulah yang terbaik.

Riri hari itu, hanya mengangguk dan mengikuti mereka. Ditraktir makan oleh Awan dan Shasha tanpa protes sedikit pun.

Hari itu adalah hari terakhir Riri merasa dia adalah sahabat mereka berdua. Mulai hari-hari selanjutnya, mereka seolah membangun dunia tanpa Riri di sana.

Selang seminggu kemudian, Mama meninggal.

November RainWhere stories live. Discover now