Chapter 12 : His Identity

98 15 4
                                    

Orion
"Mari bertemu di taman bunga dekat danau. Datanglah jika kau siap dengan semuanya, aku akan menunggumu."

Nebula membaca pesan dari Orion itu berkali-kali. Ini sudah pukul 11 siang, sedangkan Orion mengirimkan pesan ini dari jam 7 pagi tadi. Dan sekarang, Nebula masih saja berdiam diri di kamar walaupun ia sudah siap untuk pergi menemui Orion semenjak 2 jam yang lalu.

Ia ragu. Nebula tau itu. Di satu sisi, Nebula ingin tau jati diri dari Orion yang sebenarnya. Tapi disisi lain, Nebula hanya belum siap jika sesuatu berada di luar ekspetasinya. Ia takut jika ia tak siap dan malah menjauh dari pria itu.

Semua hal yang Nebula alami selalu berada di liar nalar. Dan bagaimana jika Orion menjadi salah satu dari itu semua. Jadi, apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia bingung. Sungguh, ia hanya tak ingin kecewa jika jati diri Orion merupakan sesuatu yang membuat ia ketakutan setengah mati

Manik mata hitam itu lalu melirik ke arah luar jendela. Menatap langit yang mulai mendung seakan sebentar lagi akan turun hujan. Ini sudah berjam-jam semenjak Orion mengirimi pesan. Tapi apakah pria itu masih menunggunya?

Ini bukan sesuatu yang sangat penting bagi ia maupun Orion. Jadi, jika ia kesana sekarang. Apakah pria itu masih ada disana? Apalagi Nebula tau betapa sibuknya pria dewasa itu.

Nebula melirik kearah jam di dinding sebentar. Jarak antara rumahnya dengan tempat dimana Orion berada cukup jauh, mungkin membutuhkan waktu 40 menit jika menggunakan transportasi umum.

Gadis itu menghembuskan nafas pelan. Ia benci menjadi orang yang plin-plan dengan perasaan dan keinginannya sendiri. "Sialan!" Guman Nebula kepada dirinya sendiri sambil menatap langit yang semakin mendung.

Sedangkan di tempat lain, saat Nebula sibuk dengan pikirannya sendiri. Pria yang sedari tadi berada di pikiran gadis itu sekarang hanya bisa terduduk diam dengan mata yang mengarah lurus kedepan seakan menatap sesuatu. Walaupun sebenarnya ia hanya tengah sibuk dengan pikiranya sendiri

Pria itu- Orion sudah termenung selama beberapa jam sambil sesekali menatap jari kelingkingnya. Melihat bagaimana benang merah itu yang warnanya sedikit memudar. Ia resah, sungguh. Karena bagi dirinya yang percaya takdir. Keadaan ini membuatnya ketakutan setengah mati.

Ia hanya tak ingin kehilangan seseorang yang bahkan belum bisa ia dapatkan. Seseorang yang bahkan belum ia miliki, tapi ia sudah takut kehilangan bahkan sebelum ia memulai semuanya.

Orion mungkin terdengar tak waras karena sudah tergila-gila kepada seseorang yang bahkan belum lama ia temui. Tapi, ia bisa apa? Takdirnya mengatakan jika gadis itu adalah belahan jiwanya. Benang merah yang menghubungkan antara ia dan gadis itu sudah menjadi tanda jika mereka merupakan sepasang kekasih yang sudah ditakdirkan untuk bersama. Selamanya.

Ia sudah terlalu muak dengan dunia yang kacau ini. Ia sudah cukup lelah untuk menyelesaikan sesuatu karena keteledoran seseorang dimasa lalu. Dan sekarang, setelah cukup lama sendiri, menyelesaikan semuanya sendirian. Pada akhirnya, secara tak terduga, ia bertemu dengan takdirnya. Sungguh, ia bahagia bukan main. Karena, ia tak akan merasa sendirian lagi. Hanya saja, ia takut jika pada akhirnya mereka tidak bisa bersama mengingat bagaimana kemampuan yang dimiliki gadisnya itu terlalu berbahaya.

Walaupun begitu, Orion akan berusaha untuk untuk melindungi gadisnya itu, bahkan jika nyawa adalah taruhannya. Orion rela. Ia juga tak hisa membayangkan jika saja harus melihat gadisnya itu pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran gadisnya itu. Setiap menit bahkan setiap detik, pikiran Orion selalu dipenuhi oleh seorang gadis yang bernama Nebula itu.

Orion kemudian menatap keatas. Tepat dimana langit yang sudah mendung. Dan dalam hitungan menit, Orion yakin jika sebentar lagi akan turun hujan. Tapi ia masih menunggu, menunggu takdirnya sejak berjam-jam yang lalu. Ia tau betul jika gadis itu mungkin sekarang tengah ragu. Jadi, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menunggu sampai gadis itu siap untuk menemuinya.

IT WAS JUST A DREAMWhere stories live. Discover now