8 ლRuang hampa penuh laraლ

4.7K 358 28
                                    

Dan pada akhirnya melepaskanmu adalah sesuatu hal yang harus aku laksanakan dengan paksa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dan pada akhirnya melepaskanmu adalah sesuatu hal yang harus aku laksanakan dengan paksa. Sekarang tidak akan lagi yang menganggu ketenanganmu, Tuan. Jangan bertanya perihal apa aku ikhlas? Apalagi nanti tuan bertanya padaku, apa aku masih mencintaimu? Sebab aku harus berjalan demi sebuah kewarasan. Namun perihal rindu, aku rindu kenangan bersamamu.

-Asaura Audida-

🛫🛫🛫

Pada semestinya, manusia akan kembali dengan kesendirian.

Sendiri.

Ya.

Sendiri dan sunyi akan menyatu dalam malam penuh kehampaan tanpa rembulan yang menjadi penenang serta taburan bintang yang menghiasi langit malam.

Menulis sepenggal demi sepenggal kata yang tersusun rapi pada note ponsel menjadi keseharian Asaura. Bagaimana arus hidup manusia tidak jauh dari kata pisah yang berujung duka paling nanar.

Usainya ia menutup layar ponsel. Masih tidak menyangka, jikalau satu-satunya teman seperjuangan telah usai lebih dulu di tangan sendiri. Masih tersimpan rapi seluruh memori Asaura bersama Lengkara.

Melihat kamar kos sebelah yang kosong dengan garis polisi—masih membentang menjadi pembatas, membuat Asaura sedikit kesal atas kecerobohannya. Harusnya, Saat itu aku gaperlu izinkan Kak Lengkara pergi. Pasti sekarang Kak Lengkara masih ada.

Sesal itu menghantui Aura hampir tujuh hari kepergian Lengkara. Meskipun Javier mengatakan ini bukan salah Asaura. Namun itu tidak melegakan diri Asaura. Airlangga bahkan sering diabaikan oleh Asa. Tatkala juga Asa menolak pertemuan diantara Airlangga dengan dirinya usai Lengkara mengakhiri diri. Dikerjaan ia juga sering dengan pikiran kosong. Orang akan melihat Asa lebih banyak diam dan melamun. Tetapi sebagaimana sudut pandang Asaura ia selalu memukul tempurungnya karena terlalu berisik.

"Kakak!"

Pintu Kos Aura yang terbuka bisa melihat pemilik sumber suara yang memanggil dari luar. Bagaimana larian kencang dari gadis berseragam putih biru bersamaan dengan air mata jatuh membuat Asaura bertanya-tanya sembari beranjak berdiri. Kenapa? Ada apa lagi?

Dekapan keras langsung menghantam tubuh Asaura. Isakan tangis begitu hebat dari Syifa membuat hatinya tersayat hebat. Bagaimana adik perempuannya menangis tersedu-sedu tanpa henti. Manakala gadis itu langsung bercerita, mungkin Asaura bisa mencari solusi. Tetapi sialnya, Sang Adik mendahulukan tangis sesak yang membuat wajahnya dibenamkan pada tengkuk leher Asa.

“Larutlah dalam tangismu, dek. Jika itu membuatmu lega. Tapi usainya, berceritalah padaku. Manusia mana yang sudah membuat sungai kecil membentang pada pipi peri kecilku,” monolog Asa menahan sakit dikala mendapatkan sobekan kertas yang tersolatip dipunggung Syifa.

MELANCHOLIA Where stories live. Discover now