CHAPTER 2 : Naga Api? Ayo sembuhkan!

915 164 43
                                    

Tawa masam keluar dari bibir Allen saat ia menatap naga api yang perlahan jatuh dibelakang gua tempat ia keluar hingga membuat tanah dibawah Aine bergetar hebat. Akhirnya kaki dan paha Aine tak bisa lagi menahan berat tubuhnya dan hanya bisa terjatuh dengan keras ke tanah, membuat Aine mengerang pelan. Bungkusan daun dipelukannya hanya bisa jatuh tanpa daya dari pelukan tuannya.

"Aww! Itu sakit! Mengapa dalam 10 menit hidup keduaku begitu sial?"

Aine merasa sangat tak adil, mana ada kisah-kisah transmigrasi yang berjalan mulus? Itu semua hanya di dalam novel! Aine mengerucutkan bibir pinknya kesal.

Namun ia masih penasaran dengan naga api yang terjatuh tadi. Bagaimanapun Aine mempunyai hati yang lembut jika ada yang terlihat lemah di depannya, karena itu ia terkadang tertipu. Memang bodoh, tapi mau bagaimana lagi, ia hanya bisa mengelus dadanya sabar dan menghajar orang yang menipunya agar mereka tau diri.

Setelah merasa bahwa tubuhnya tidak berada dalam tekanan lagi, Aine menghela napas lega dan mengamati gerakan dibelakang gua Pohon Kedamaian. Hanya ada suara geraman-geraman lemah yang seakan ingin memperingatkan musuh dan pohon-pohon setinggi apartemen yang bergoyang karena tertabrak.

Dengan mental yang sudah lelah, Aine berdiri dan memeluk kembali bungkus daun yang terjatuh, lalu ia berjalan perlahan memutari gua Pohon Perdamaian membawa kedua kakinya yang terasa pegal. Pohon-pohon setinggi harapan orang tuanya tak ia acuhkan lagi. Aine hanya ingin memeriksa apakah Naga itu masih hidup atau tidak. Jika hidup syukurlah, jika tidak ia akan menjual sisiknya saja sebagai penghormatan. Di novel yang ia baca, sisik Naga itu kan mahal, hehe... .

Semak-semak lebat Aine singkirkan dengan tangannya saat ia terus berjalan dan hampir sampai di belakang gua. Dengan jantung yang berdegup kencang karena gugup dan dengan harapan bahwa Naga itu masih hidup agar ia setidaknya bisa menjadi pahlawan kesiangan, Aine membuka semak terakhir tempat Naga itu jatuh.

Disana Naga Api merah tergeletak tak berdaya dengan beberapa sisiknya yang besar dan berkilau berjatuhan berlumuran darah merah kental akibat luka-luka gigitan dan sayatan besar disekujur tubuhnya. Naga itu sepertinya baru saja mengalami pertempuran sengit dengan Naga lain karena sayatan dan gigitan di tubuhnya mirip dengan bekas cakar dan gigi Naga yang tajam.

Mata Naga merah itu sudah tertutup rapat dengan kerutan di dahinya, seakan ia mempimpikan hal paling menakutkan di dunia.

Beberpa meter dari tempat Naga itu terjatuh, terdapat danau sejernih cermin yang memancarkan kilau pelangi akibat tertimpa cahaya matahari. Namun Aine tak begitu menghiraukannya sekarang. Fokusnya hanya pada naga sekarat yang berada tak jauh darinya.

Keraguan menjerat Aine sejenak, ia tak ingin mendekat bukannya karena ia jijik. Tapi ia memiliki ketakutan terhadap darah akibat dulu ia pernah melihat kecelakaan lalu lintas berdarah, membuatnya trauma hingga saat ini.

Bibir Aine bergetar dan wajahnya memucat, bahkan ia sudah merasakan blouse di punggunya basah oleh keringat dingin. Ini seperti sesuatu merayap dari telinganya menuju otaknya, membuat kepalanya berdengung sakit.

Namun ia dengan gigih mengigit bibirnya dan memejamkan matanya sambil mengatur napas. Mencoba menguatkan hati mungilnya yang tersentil oleh darah di hadapannya.

Perlahan namun pasti, kaki Aine melangkah mendekati naga api itu, mual dan pusing yang ia rasakan tak ia pedulikan lagi.

"Kalau Naga ini bisa kuselamatkan, aku akan meminta bayaran lebih!" gumam Aine sembari menggertakkan giginya menahan asam lambung yang naik akibat rangsangan ekstrim, namun ia masih dengan berani menempelkan telapak tangannya di hidung Naga itu, memeriksa apakah makhluk sebesar pesawat jet itu masih hidup.

I Became the Third Male Lead of a Sadistic Female ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang