CHAPTER 12 : Petunjuk

630 114 65
                                    

Sesuai keinginan kalian deh
Aku bakal up 2 atau 3 hari sekali tapi cuma 1500 kata aja tiap chapter

Walau sebenernya aku gak nyangka banyak yg pilih ini wkwk

Tapi yaudah, asal kalian seneng. Apasih yang nggak buat kalian?

Yang penting jangan lupa vote sama komen dong

Itulohhh yang bentuknya bintangggg

Awas aja yang nggak vote, semoga bias, husbu, atau karakter fiksinya gak pernah muncul di mimpimu ya

Oke deh, enjoyy
(⁠~⁠ ̄⁠³⁠ ̄⁠)⁠~


***

Jika saja telapak tangan Aine tak segera menutup bibirnya, mungkin jeritan tiga oktaf akan membuat kedua manusia di dalam kamar tersebut menemukannya sekarang.

Niatan untuk membuka pintu balkon pun lenyap, di gantikan oleh rasa waspada dan takut akan ketahuan. Telur Naga Merah juga melompat ke pelukan ayahnya agar nanti jika manusia di dalam kamar itu menyerang, cangkangnya lah yang akan terluka lebih dulu, bukan ayahnya. Aine membelai lembut cangkang bayinya itu dengan jari-jarinya yang sedikit mendingin karena gugup.

Seperti anak nakal yang sedang menguping pembicaraan orang tuanya, Aine menempelkan telinganya ke pintu balkon untuk mendengarkan pembicaraan Marchioness dan orang yang baru datang itu. Bahkan Telur Naga Merah tak ingin ketinggalan dan menempelkan cangkangnya ke pintu kayu ukiran di depannya hingga terdengar bunyi 'Tuk' yang imut.

"Nyonya Marchioness, anda masih cantik seperti biasanya. Namun, ini sudah waktunya sarapan, jadi anda harus bangun," kata orang itu begitu lembut, sembari menaruh semangkuk bubur di meja kecil samping tempat tidur.

Marchioness, meliriknya dengan mata biru lautnya seakan mengerti, ia lalu mengangguk lembut. Dengan bantuan tangan kokoh milik pria di sampingnya, Marchioness duduk di kasur King size dengan anggun, bahkan rambut berwarna madunya tak kusut sedikitpun, seolah terawat apik oleh hal tak kasat mata.

"Jess... ," panggilan lembut yang keluar dari bibir pucat Marchioness, membuat Aine hampir mendobrak pintu karena terkejut. Jess? Sekertaris sekaligus tangan kanan Marquis yang selalu berada di samping Marchioness?

"Ya Nyonya? Saya disini, apakah ada tempat yang sakit?" jawaban lembut dari pria yang ternyata adalah Jess, membuat Marchioness merenung sejenak dan menggelengkan kepalanya lemah, tanda tak ada yang salah. Membuat Jess menghela napas lega dan duduk di kursi kayu yang telah di sediakan disamping tempat tidur Marchioness.

Aine mulai berpikir, disini semua orang terlihat normal, namun ia malah merasa tak nyaman. Huhh... memang tidak ada yang bisa ia percayai selain Leon. Walaupun laki-laki itu kasar, blak-blakan, dan tidak romantis sama sekali, namun setidaknya ia tak memiliki niat buruk. Aine hanya mencium bau-bau konspirasi disini, hmm... busuk.

Syukurlah alam yang begitu mencintai para Elf, beberapa daun yang berada dekat dengan balkon, berusaha menutupi keberadaan Elf cantik yang sedang menguping itu dengan aura mereka agar kedua manusia di dalam sana tak menyadarinya.

Membuat Jess masih dengan santai mengobrol bersama Marchioness, walau hanya di balas anggukkan, gelengan, atau pun jawaban singkat. Seakan sudah melakukannya berkali-kali, tangan Jess dengan sabar menyuapi Marchioness dengan semangkuk bubur di tangan kirinya dan sendok kecil di tangan kanannya.

Aine memang tak dapat melihat apa yang mereka berdua lakukan di sana, namun suara dentingan sendok dan mangkuk membuat Aine yakin bahwa Marchioness sedang di suapi. Pantas saja ia sedari tadi mencium bau bubur. Namun apakah bubur para Bangsawan memang berbau ikan? Amis sekali, ini pasti chef nya lah yang tidak profesional. Aine bahkan bisa memasak lebih baik dari itu.

I Became the Third Male Lead of a Sadistic Female ProtagonistOn viuen les histories. Descobreix ara